*Oleh : Andri Saputra
Hubungan diplomatik antara Republik Indonesia (RI) dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sudah terjalin sejak 65 tahun silam. Ini menjadi bukti nyata akan kuat nya kerja sama antar kedua negara. Terlebih Tiongkok yang menjadi salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia dan ekonomi nya yang sangat berpengaruh di Asia. Namun hubungan yang sudah dilewati selama enam dekade ini tidak selamanya berjalan mulus, ada saja dinamika yang menghambat dalam proses kerja sama bilateral ini.
Hubungan antar kedua negara memang sudah berjalan lama, sejak Soekarno memimpin, yang menjadi tonggak dalam hubungan antar kedua negara, hingga Jokowi saat ini yang membuka peluang kerjasama dan investasi. Indonesia menjadikan Tiongkok sebagai salah satu mitra kerjasama yang baik dalam banyak bidang, mulai dari bidang ekonomi dan perdagangan, pendidikan dan teknologi, sosial budaya serta politik keamanan. Karena besar nya peluang dan tingginya pengaruh terhadap ekonomi di Asia.
Dalam bidang ekonomi dan perdagangan, Tiongkok menyuplai pembangunan infrastruktur di Indonesia dan saat ini gencar mengadakan pembangunan di wilayah Papua dan daerah tertinggal lainnya. Ekspor impor kebutuhan antar kedua negara juga selama ini tetap terjalin, terutama dari sektor perekonomian industri seperti mesin dan peralatan elektronik, sampai bahan-bahan kimia yang diimpor dari Tiongkok.
Dalam bidang pendidikan dan teknologi, pemerintah Tiongkok membuka banyak peluang kepada pelajar maupun mahasiswa di Indonesia untuk belajar di Tiongkok, di antaranya seperti beasiswa kuliah dan pertukaran mahasiswa atau pelajar. Hal ini sangat bermanfaat sekali, mengingat banyak pelajar di Indonesia yang ingin menimba ilmu di negeri tirai bambu tersebut. Tak hanya itu, teknologi pun saat ini sangat gencar dikembangkan antar kedua negara, dengan adanya penelitian dan riset untuk kedepannya agar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bertambah maju.
Di bidang sosial budaya, Tiongkok selalu mengadakan kompetisi dalam bidang sosial budaya dan melibatkan Indonesia, karena Indonesia dilirik sebagai salah satu negara dengan kebudayaannya yang kaya dan beragam. Kedua negara saling memperkenalkan kebudayaan masing-masing negara. Terutama budaya Indonesia yang sering ditampilkan dalam kejuaraan seni, seperti tarian tradisional, paduan suara maupun seni olahraga.
Dalam bidang politik dan keamanan, Indonesia dan Tiongkok selalu mengadakan latihan militer bersama, baik dengan beberapa negara kuat seperti Amerika Serikat dan Rusia. Hubungan bilateral kedua negara ini menandakan bahwa politik Indonesia adalah politik luar negeri yang bebas aktif dan transparan. Indonesia membuka banyak hal terkait kerjasama dan investasi, karena pemerintah Indonesia merencanakan pembangunan infrastruktur yang utama.
Seperti yang kita ketahui, bahwa tidak selamanya hubungan antara Indonesia dan Tiongkok berjalan mulus. Ada saja perseteruan yang terjadi bahkan tidak hanya dengan Indonesia saja, negara lain pun seperti Vietnam, Taiwan, Filipina dan Malaysia terlibat dalam hal ini. Ini disebabkan karena keserakahan dan Tiongkok sendiri yang memang melanggar peraturan Internasional. Apalagi kalau bukan kasus sengketa Laut China Selatan (South China Sea).
Negara-negara yang terlibat dalam hal ini memang memiliki wewenang terhadap zona ekonomi eksklusif (ZEE) mereka sendiri, hal ini sudah ditetapkan sesuai dengan hukum internasional yang berlaku untuk semua negara. Tiongkok malah justru lebih egois dengan mengakui wilayah strategis ini.
Akibat dari konflik ini, kedaulatan Indonesia dan keamanan Indonesia menjadi terganggu. Tidak hanya karena usikan Tiongkok, namun karena keras kepala nya Tiongkok yang sampai-sampai berani melawan hukum internasional terkait laut china selatan. Mereka seenaknya saja masuk zona teritorial ekonomi eksklusif milik Indonesia di sekitar pulau Natuna. Pemerintah wajib tegas terhadap keamanan dan kedaulatan bangsa dan negara kita. Bebas bukan berarti seenaknya.
Tidak hanya itu, bahkan fakta sekarang terkait era perdagangan bebas, Indonesia menyambut Tiongkok dengan investasinya. Hal ini justru menjadi konsekuensi yang harus ditanggung Indonesia bahkan pekerja kita, dimana datangnya para pekerja dari Tiongkok ke Indonesia dan ini menjadi isu yang masih hangat dibicarakan.
Serbuan tenaga kerja asing masih menjadi ironi bagi Indonesia, mengingat masih tingginya angka pengangguran. Data dari kementerian tenaga kerja dan transmigrasi (Kemenakertrans) terakhir di tahun 2016 mencatat jumlah tenaga kerja asing dari Tiongkok berjumlah 21.000 orang yang sah (legal), tetapi apakah kita tidak kecolongan? Tentu, inilah konsekuensi yang didapat, belum lagi banyak nya TKA asal Tiongkok yang melanggar aturan secara ilegal. Dan menurut Menteri Hanif Dhakiri, “Jumlah tenaga kerja asing di Indonesia lebih kecil dibanding negara lain dan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.”
Namun hal ini jangan pula dijadikan sebagai patokan ketika suatu negara berinvestasi, maka pekerjanya diizinkan masuk, Indonesia juga punya kebijakan sesuai Undang-Undang dan sifatnya tegas, jangan dibiarkan seenaknya saja. Namun inilah realita yang harus diterima oleh Indonesia, mengingat semakin banyaknya investor yang datang dan menanamkan modal nya di Indonesia. Peluang tenaga kerja asing masuk pun semakin besar.
Kita perlu tahu bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pun semakin berkurang karena semakin ramai investor masuk, maka semakin lebar pula lapangan pekerjaan yang tersedia. Namun lagi-lagi karena skill yang kurang, maka pemerintah tidak mampu berbuat banyak terhadap para pengangguran ini dan membuka peluang bagi tenaga kerja asing untuk masuk.
Kita ambil contoh di Banten, dikenal dengan daerah Industri, namun jumlah pengangguran nya masih tergolong tinggi, menempati posisi kedua setelah Maluku. Ini dikarenakan tingkat skill yang kurang, maka dari itu pemerintah Banten berupaya dalam meningkatkan kualitas pekerja Banten sendiri. Pemerintah harus segera membenahi masalah ini, agar jumlah pengangguran di negara kita tidak semakin menjamur. Peningkatan kemampuan, pengetahuan dan skill juga diperlukan agar Indonesia mampu bersaing di era pasar bebas Asia.
*Penulis adalah Mahasiswa Semester 1, Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik, Ilmu Komunikasi, FISIP Untirta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H