Mohon tunggu...
Andri Nugraha
Andri Nugraha Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Junior Tax Consultant, Alumni STAN 2012. Seorang laki-laki berumur 21 tahun yang berasal dari Palembang. Seorang semivegetarian yang bertipe kepribadian melankolis. Salam kenal!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kalau Hidup Sekedar Hidup, Babi di Hutan Juga Hidup

10 Juni 2012   00:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:10 3310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup secara formil berarti suatu perpindahan dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya. Jika kita hidup tetapi tidak beraktivitas sama saja kita seperti mayat. Walaupun kita hidup lama-kelamaan kita akan rusak dan akhirnya mati. Saya sangat suka dengan analogi ini, "Hidup itu seperti naik sepeda, dia harus bergerak supaya seimbang". Kalau istilah gaulnya mungkin move on. Orang yang sering galau rata-rata adalah orang yang tidak mempunyai aktivitas, kemudian bersantai ria akhirnya dia membiarkan pikirannya menjadi galau. Perasaannya pun ikut jadi galau dan ini sungguh sangat tidak produktif. Satu-satunya obat galau adalah move on, mengerjakan aktivitas yang bermanfaat untuk pertumbuhan diri kita, pengembangan diri kita, seperti meningkatkan TOEFL, membaca buku psikologi/pengembangan kepribadian, menulis di blog, berorganisasi, berolahraga, belajar ilmu beladiri, dan aktivitas yang bermanfaat lainnya. Rasanya dunia terlalu indah untuk dihabiskan buat bergalau.

Mungkin dari kita pernah menikmati libur panjang. Di awal-awal libur mungkin terasa mengasyikkan bebas dari beban tugas. Namun, seiring berjalannya waktu kita juga jadi stres karena bingung gak ada yang bisa dikerjakan. Nah, kondisi inilah yang saya sebut kita tidak hidup secara formil, karena hidup secara formil berarti perpindahan dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya. Hidup secara materil berarti memahami, merasakan, menikmati, dan menebarkan nilai-nilai yang bersumber dari Allah SWT. Kalau kita mendefinisikan hidup secara formil saja rasanya hambar dan kering. Maka untuk menyiraminya dibutuhkan nilai-nilai. Nilai-nilai ini bersifat universal dan tidak terbatas dengan agama apapun Anda. Bahkan jika Anda atheis sekalipun nilai-nilai ini tetap ada, ini adalah the law of nature (hukum alam), sunnatullah. Jika nilai-nilai ini kita ingkari, hati kita akan resah dan jiwa akan gelisah. Karena memang setiap manusia itu sudah ditanamkan oleh Allah SWT nilai-nilai kebaikan di dalam hatinya. Misalkan Anda berbohong atau korupsi atau membunuh atau tidak sholat. Selihai apapun Anda merasionalisasikan perbuatan Anda bahwa itu benar, hati kecil Anda akan tetap berteriak kesakitan bahwa ini melanggar nilai-nilai kebenaran karena nilai-nilai ini adalah the law of nature (hukum alam), sunnatullah. Maka berbahagilah orang-orang yang mampu membuat hidupnya berarti secara formil dan secara materil. Menurut saya inilah puncak kebahagiaan tertinggi. Namun, kebahagiaan ini tidaklah gratis, butuh perjuangan dan pengorbanan untuk memegang nilai-nilai kebenaran ini yang memegangnya terkadang seperti memegang bara api.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun