Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali melambat pada kuartal II-2015 yakni hanya 4,67 persen. Lebih rendah dari kuartal I-2015 yang mencapai 4,71 persen. Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2015 tersebut merupakan yang terburuk sejak 2009 atau enam tahun lalu.
Melemahnya perekonomian ini tentu saja menimbulkan tanda tanya besar. Kenapa? Karena pelemahan tersebut terjadi selama Ramadan. Padahal biasanya selama Ramadan pertumbuhan ekonomi terdorong meningkatnya daya beli masyarakat. Tetapi tahun ini yang terjadi justru sebaliknya, daya beli masyarakat menurun.
Banyak industri yang mengurangi produksi, sehingga jam kerja karyawan dikurangi bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK. PHK massal terjadi dimana-mana. Misalnya di 10 kabupaten/kota di Jawa Tengah, hingga Juli 2015 tercatat 1.091 buruh di-PHK. Di Majalaya, Bandung, Jawa Barat lebih banyak lagi, sudah sekitar 6 ribu buruh tekstil kehilangan pekerjaan. Berdasarkan Data BPS, per Februari 2015 saja jumlah pengangguran sudah bertambah 300 ribu orang menjadi 7,45 juta pengangguran.
Salah satu sektor yang mengalami dampak terberat dari kondisi perekonomian saat ini adalah industri makanan dan minuman (mamin). Tahun ini industri makanan dan minuman hanya bisa tumbuh 3 persen saja. Sementara sebelumnya pertumbuhan mencapai 5 persen.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengakibatkan ongkos produksi naik. Belum lagi ditambah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL). Untuk meminimalisir kerugian, industri makanan dan minuman banyak yang mengurangi produksinya.
Kalau sudah begitu, ujung-ujungnya pasti mengurangi jumlah tenaga kerja alias PHK. Parahnya lagi, banyak industri mamin terancam gulung tikar karena tidak sanggup menanggung ongkos produksi yang semakin tinggi.
Pemerintah seharusnya bergerak cepat untuk mengatasi pelambatan ekonomi tersebut. Kalau tidak, akan lebih banyak lagi buruh yang di-PHK, dan semakin banyak industri yang gulung tikar.
Pemerintah seharusnya bisa mengupayakan akses yang lebih mudah bagi industri mamin untuk mendapatkan bahan baku dan modal. Selain itu, pemerintah harus bisa membantu industri makanan dan minuman lokal supaya bisa bersaing di pasar luar negeri.
Pasar luar negeri akan membantu mendatangkan investor asing dan membuka peluang terserapnya tenaga kerja. Dengan begitu, industri mamin bisa kembali tumbuh dan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.Karena selama industri mamin nasional memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H