Mohon tunggu...
Andrio N Tambun
Andrio N Tambun Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Prof. Dr. Apollo. M.Si. Ak. 55520120034 Andrio N Tambun Universitas Mercubuana Jakarta Magister Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2 Cara Memahami Peraturan Perpajakan Internasional dari Sudut Pandang Wilhelm Dilthey dan Immanuel Kant

25 Mei 2022   00:56 Diperbarui: 25 Mei 2022   01:02 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image  made by Andrio N Tambun

TB2 CARA MEMAHAMI PERATURAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL DARI SUDUT PANDANG WILHELM DILTHEY DAN IMMANUEL KANT

 

Sebagaimana dijaman sekarang perkembangan teknologi dan informasi dan juga adanya suatu pengaruh globalisasi menghasilkan peningkatan arus investasi terutama memberikan pengaruh pada negara-negara berkembang. Atas dasar ini yang hal yang biasa bagi negara-negara yang sudah menjadi kategori negara-negara maju untuk dapat melakukan ekspansi di negara-negara berkembang, tanpa terkecuali indonesia. 

Sekarang ini Indonesia masuk di era revolusi industri 4.0 yang diperlihatkan dari perkembangan dari sisi teknologi internet. Dimana banyak gadget yang terus berkembang. Dimana dari yang dulu penggunaan internet hanya bisa diakses melalui komputer, melainkan sekarang ini semua jenis gadget dapat digunakan untuk mengakses internet. Penggunaa gadget yang terhubung ke internet dan menjadi suatu tools yang digunakan untuk aktivitas harian oleh pengguna gadger menjadi titik awal atau pemicu yang menhadirkan suatu layanan atau service yang bersifat baru, dimana pada masa-masa sebelumnya belum pernah dikenal. Pada Era evalusi 4.0 ini tentu memberikan pengaruh dimana banyak lapangan pekerjaan yang hilang tetapi banyak juga lapangan pekerjaan baru yang hadir yang dapat menjadi suatu keprofesian di masa sekarang. Selain pekerjaan banyak juga produk yang tenggelam karena tidak adanya lagi permintaan dari konsumen, tetapi dari sisi lain banyak produk dan service baru yang datang dan menjadi trend dalam masyarakat secara global. Atas dasar ini Di era revolusi industri 4.0 menjadi suatu tantangan tersediri oleh setiap negara untuk menyiampkan dari sisi sumber daya manusia yang cakap dan dapat bersaing di dunai global.

Sejalan dengan adanya pengaruh di Era Revolusi Industri 4.0 menjadi tantangan bagi setiap negara untuk membantu perkembangan ini. Adapun cara yang biasa di lakukan di setiap negara adalah dengan meningkatkan sumber pendapatan negaranya. Tentu pada negara-negara berkembang yang menjadi sumber penghasilan terbesar adalah berasal dari pajak. Dari sektor pajak tersendiri memberikan sumbangsih sekitar 70% dari total pendapatan negara. Atas dasar ini tanpa adanya suatu pajak tentu adanya aktivitas pembangunan setiap fasilitas-fasilitas negara akan susah di wujudkan. Sangat tingginya kesempatan atas penerimaan dari sektor pajak tentu menjadi tugas rumah dari setiap negara di dunia untuk dapat membuat peraturan perpajakan yang dapat befungsi menjadi sebuah dasar untuk mendapatkan penerimaan untuk negara. Peraturan perpajakan di Indonesia sendiri beraada dalam satu naskah Undang-undang Perpajakan yang terdiri dari Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan, Undang-undang PPh, Undang-undang PPN dan PPNBM, UU Bea Materai, dan UU Perpajakan Lainnya.

Dengan semakin berkembang dan majunya suatu teknologi, tentu hubungan antar ekonomi internasioal pun sejalan juga akan semakin berkembang, segala transaksi internasional seperti ekspor dan impor menjadi semakin sering dan menjadi kesempatan kepada sektor perpajakan. Atas kesempatan aktivitas transaksi internasional inilah memiliki potensi dalam rangka peningkatan pendapatan tetapi di sisi lain peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perpajakan harus di tinjau dan memerlukan kepastian hukum. Kepastian hukum ada guna untuk dapat menghindari setiap masalah-masalah yang berkaitan tentang hukum di kemudian hari dalam ruang lingkup hubungan perpajakan secara internasional.

Hukum Pajak Internasional menurut Ottmar Buhrer dibagi dalam 2 arti yakni dalam arti Sempit merupakan kaidah-kaidah norma perselisihan yang didasarkan pada hukum antar bangsa (Hukum Internasional) dan dalam arti luas merupakan kaidah-kaidah hukum antar bangsa ditambah peraturan nasional yang mempunyai obyek hukum perselisihan , khususnya tentang perpajakan. Hukum Pajak Internasional didefenisikan oleh Prof. Dr. Adriani  sebagai suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam undang-undang nasional mengenai yakni diantara Pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk menghindari pajak berganda, dan traktar-traktat ( traktat adalah perjanjian yang dibuat antar dua negara atau lebih dalam bidang perdata). Sebelum adanya hukum pajak internasional tentu setiap negara memilik peraturan perundang-undangan perpajakan nasional sendiri-sendiri atau yang disebut dengan yurudiksi nasional, yang mana tiap tiap peraturan perundangan-undangan dimaksud memiliki landasan dan filosofi hukum yang berbeda-beda antar setiap negara. Dalam rangka melakukan suatu investasi ke negara lain  maupun dalam rangka menerima investasi dari negara lain pasti akan akan terjadi konflik kepentingan. Sebagai contoh indonesia menganup konsep pengkuan penghasilan, yaitu konsep tambahan kemampuan ekonomis atau juga disebut world wide income. Yang artinya peraturan perundang-undangan pajak penghasilan tidak mempermasalahkan darimana datangnya penghasilan, bagaimana penghasilan tersebut diterima dan diperoleh, dan dalam bentuk apa penghasilan tersebut. Semua adalah objek pajak penghasilan yang harus dikenakan pajak penghasilan bagi wajib pajak indonesia, baik wajib pajak orang pribadi maupun Bentuk Usaha Tetap. 

Karena adanya kepentingan seperti yang dibahas diatas ada kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam pengenaan pajak dengan negara lain yang menganut asas pemajakan berbeda dengan indonesia misalnya negara yang asas kebangsaan atau kewarganegaraan.  Dalam hal negara yang menganut azas kewarganegaraan tidak mempermasalahkan dari mana penghasilan diperoleh atau di terima, seseorang tetap di wajibkan membayar pajak di Negara dimana dia berkebangsaan. Konflik lain yang umumnya timbul adalah adanya double taxing atau pengenaan pajak berganda. Pajak berganda internasional sendiri hanya merupakan satu jenis peristiwa pajak berganda, karena pajak berganda dapat dibedakan menjadi dua yaitu pajak berganda nasional (national double taxation) dan Pajak berganda internasional. Pajak berganda nasional adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh suatu negara sedangkan pajak berganda internasional (international double taxation) adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh lebih dari satu negara, dengan kata lain pajak berganda internasional timbul karena ada lebih dari satu negara yang memungut pajak atau dikenakan terhadap objek yang sama. 

Image made by Andrio N Tambun
Image made by Andrio N Tambun

Dalam bacaan kali ini penulis akan memberikan sedikit gambaran dan cara pandang  dari Wilhelm Dilthey tentang memahami suatu peraturan. Yang pertama Wilhelm Dilthey, yang merupakan kelahiran di Biebrich, Wiesbaden, Konfederasi Jerman, 19 November 1833 -- meninggal di Seis am Schlern, Austria-Hongaria, 1 Oktober 1911 pada umur 77 tahun) adalah seorang sejarahwan, psikolog, sosiolog, siswa hermeneutika, dan filsuf Jerman. Dilthey dapat dianggap untuk seorang empirisis, berlawanan dengan idealisme yang lebih luas di Jerman pada waktu itu, tetapi penjelasannya tentang apa yang empiris dan eksperiensial selisih dengan empirisisme Britania dan positivisme dalam asumsi-asumsi epistemologis dan ontologis sentralnya, yang diambil dari tradisi-traidisi sastra dan filsafat Jerman. Dalam filosofinya Wilhelm Dilthey mengemukakan teori hermeneutika Dilthey ada beberapa bagian, yaitu: Pengalaman, Ekspresi, Karya Seni Sebagai Obyektifikasi Pengalaman Hidup dan Pemahaman.

Bagian pertama dari teori hermeneutika yakni pengalaman. Dilthey memaknai pengalaman dengan kehidupan itu sendiri. Pengalaman hidup dimaknai sebagai suatu unit yang secara bersamaan diyakini mempunyai makna yang umum: "Apa yang terdapat dalam arus waktu satu kesatuan pada masa sekarang karena makna kesatuannya itu merupakan entitas paling kecil yang dapat kita tunjuk sebagai sebuah pengalaman. Lebih jauh, seseorang dapat menyebut setiap kesatuan menyeluruh dari bagian-bagian hidup terikat secara bersama melalui makna umum bagi keseluruhan hidup sebagai suatu pengalaman, bahkan jika bagian-bagian lainnya terpisah antara satu dengan yang lain oleh adanya gangguan berbagai peristiwa."

Pengalaman memiliki dua arti, yaitu kesegeraan dan totalitas. Kesegeraan menunjukkan bahwa makna hadir tanpa kebutuhan akan rasionalisasi. Totalitas berarti bahwa kandungan makna mempunyai bobot dan cukup signifikan untuk memadukan beberapa momen dalam kehidupan seseorang. Pengalaman dalam hal ini dipandang sebagai sumber sejarah.

Dilthey mendefinisikan pengalaman tidaklah dibentuk sebagai kandungan perilaku kesadaran reflektif, karena jika demikian ia akan menjadi sesuatu yang akan kita sadari, lebih dari itu ia merupakan prilaku itu sendiri. Ia merupakan sesuatu dimana kita hidup dan kita lalui, ia merupakan sikap yang sebenarnya kita jalani untuk hidup dan dimana kita hidup. Hal ini mengandung makna bahwa pengalaman secara langsung tidak akan dapat memahami dirinya sendiri, karena jika hal ini terjadi maka sesungguhnya pengalaman merupakan perilaku kesadaran reflektif.

Pemahaman Dilthey terhadap pengalaman membawa ia sampai pada sebuah kesadaran penting yang ia gunakan dalam hermeneutikanya bahwa pengalaman secara instrinsik bersifat temporal (dan ini bermakna historis dalam artian yang paling dalam dari kata tersebut) dan untuk itu pemahaman akan pengalaman juga harus sepadan dengan kategori temporal (historis) pemikiran. Dalam hal kita bisa melihat sebelum memaknai suatu peraturan perpajakan internasional, kita harus terlebih dahulu memaknai peraturan perpajakan di dalam negeri sendiri. Dalam artian berdasarkan konsep pengalaman sebaiknya setiap wajib pajak harus tau mengapa peraturan perpajakan itu ada dan dibuat. Tentu dalam penyusunannya hukum perpajakan ada untuk mengantur semua wajib pajak dengan melalui sebuah dasar atau pendoman agar wajib pajak dapat turut berkontribusi dalam membantu negara. Menurut Rochmat Sumitro hukum pajak merupakan suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Sedangkan Menurut Santoso Brotodihardjo hukum pajak merupakan Keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan yang berkewajiban membayar pajak. Adanya sikap memahami peraturan perpajakan internasional sebaiknya dipandang sebagai sebuah kesadaran tanpa memandang adanya konsekuensi dibelakang hari. Berdasarkan pengalaman seharusnya kita tahu mengapa kita harus berkontribusi kepada negara. Dimana pajak merupakan sumber yang memberikan sumbangsih terbesar untuk negara. Berdasarkan pengalaman seharunsya juga mengajarkan atas sejarah masa lampau dimana bangsa ini juga awal terbentuknya berasal dari kumpulan kerajaan kerajaan yang bersatu demi mencapai satu tujuan. Sebelum terbentuknya atas tujuan itu sendiri sistem kerajaan pada umumnya berada pada sistem upeti atau berupa seserahan yang diberikan kepada kesultanan atau pemimpin kerajaan guna mendapat perlindungan. Sehingga belajar dari pengalaman sejarah mengajarkan sejak di jaman dahulu kita sudah mengenal adanya suatu sistem perpajakan dalam bahasa yang sekarang demi untuk mendukung semakin berkembang bangsa itu sendiri.

Bagian kedua dari teori hermeneutika yakni Ekspresi. Dilthey memahami ekspresi bukan merupakan pembentukan perasaan seseorang namun lebih kepada ekspresi hidup. Sebuah ekspresi mengacu pada ide, hukum, bentuk sosial, bahasa dan segala sesuatu yang merefleksikan kehidupan manusia. Dengan demikian, ekspresi bisa dimaknai dengan obyektivikasi pemikiran/pengetahuan, perasaan dan keinginan manusia.

Signifikansi hermeneutis obyektivikasi adalah sesuatu yang oleh karena pemahaman dapat difokuskan terhadap sesuatu yang dapat difiksisasikan, ekspresi obyektif pengalaman hidup yang berlawanan dengan segala upaya untuk dapat mengatasinya melalui aktifitas introspeksi. Introspeksi tidak dapat dijadikan sebagai basis ilmu-ilmu kemanusiaan, karena refleksi langsung atas pengalaman menghasilkan sebuah intuisi yang tidak dapat dikomunikasikan dan konseptualisasi yang dengan sendirinya merupakan sebuah ekspresi kehidupan yang mendalam. Setiap sesuatu dimana spirit manusia telah mengobyektifikasikan dirinya masuk dalam wilayah ilmu-ilmu kemanusiaan. Cakupannya seluas pemahaman itu sendiri dan pemahaman memiliki obyek kebenarannya dalam obyektifikasi kehidupan itu sendiri. Jika kita memahami makan  ekspresi yang di utarakan atas teori hermeneutika tentu kita dapat memahami bahwa suatu peraturan perpajakan itu terbuat berdasarkan kemauan bersama yang awal mulanya dari kelompok kecil bergabung menjadi kelompok besar yang membentuk suatu perkumpulan yang pada akhirnya sepakat dengan ide yang sama menjadi suatu bangsa yang besar, bentuk sosial dimana bangsa kita tumbuh berdasarkan bentuk sosial gotong royong saling bantu membantu, bahasa yang sama sebagai suatu pedoman untuk memahami dan memaknai setiap konsep kehidupan yang dibuat. Selanjutnya atas dasar ini seharusnya menjadikan sebuah ekspresi kehidupan akan kepedulian, akan pengorbanan, akan kebersamaan dan juga berkebangsaan yang baik untuk memahami setiap aturan perpajakan yang dibuat untuk demi kepentingan semua bangsa.

Bagian ketiga dari teori hermeneutika yakni Karya Seni Sebagai Obyektifikasi Pengalaman Hidup. Dilthey mengklasifikasikan hidup dan pengalaman manusia ke dalam tiga kategori utama: Pertama, gagasan-gagasan (yaitu konsep, penilaian, dan bentuk-bentuk pemikiran yang lebih luas) merupakan sebuah kandungan pemikiran yang terbebaskan dari ruang, waktu dan pelakunya dimana gagasan-gagasan itu lahir dan untuk alasan inilah gagasan-gagasan itu memiliki akurasi dan mudah dikomunikasikan.

Kedua, tindakan lebih sulit untuk diinterpretasikan karena di dalam sebuah tindakan terdapat sebuah tujuan tertentu, ketetiga terdapat ekspresi pengalaman hidup yang meluas dari ekspresi kehidupan dalam yang spontan seperti pernyataan dan sikap diri ke ekspresi sadar yang terbentuk dalam karya seni.

Dilthey menegaskan  prinsip-prinsip hermeneutika dapat menyinari cara untuk memberikan landasan teori umum pemahaman. Dengan demikian hermeneutika menjadi sebuah teori yang tidak hanya interpretasi teks, namun bagaimana hidup mengungkap dan mengekspresikan dirinya dalam karya. Oleh karena itu, ekspresi secara keseluruhan tidak bersifat personal, melainkan merupakan realitas sosial historis yang terungkap dalam pengalaman, realitas sosial historis dari pengalaman itu sendiri.

Sejalan dengan yang di ungkapkan dari ditley dimana awal mula bangsa merupakan lahir dari sebuah gagasan-gagasan dari tokoh tokoh nasional yang berkeinginan besar untu membentuk suatu negara kuat. Negara yang dapat berdiri sendiri membentuk suatu kesatuan dimana bangsa yang sebelumnya terdiri dari berbagai macam kerajaan bersama-sama dengan pemikiran gagasan untuk bersatu menjadi suatu bangsa besar. Atas tujuan kesatuan ini lantas bangsa yang besar tau untuk mencapai suatu kesatuan dan nantinya tidak timbul suatu masalah dikemudian hari maka dibentuklah suatu undang-undang agar dapat digunakan sebagai pedoman dalam berkembangsaan.

Bagian keempat dari teori hermeneutika Pemahaman. Menurut Dilthey, pengalaman merupakan proses jiwa dimana kita memperluas pengalaman hidup manusia. Ia menegaskan bahwa manusia adalah makhluk historis. Manusia memahami dirinya tidak melalui introspeksi tapi melalui obyektifikasi hidup. Sejarah kehidupan dan pengalaman yang didapatkan oleh manusia mengantarkan mereka pada sebuah pemahaman akan nilai-nilai yang terkandung dalam hidup itu sendiri. Masa lalu adalah pembelajaran dimana dengan mengingat kembali rangkaian kejadian dan pengalaman hidupnya, manusia bisa mencapai suatu pemahaman yang mendasar terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan pemahaman ini tentu menjadi pembelajaran dimana hampir semua bangsa bangsa di dunia pernah mengalamai penjajahan. Penjajahan dimana masa suatu bangsa berada pada situasi yang kelama sehingga seharusnya menjadikan introspeksi dari pembelajaran hidup. Pemahaman akan pentingnya manusia bersama-sama membentuk kesepakatan untuk keluar dari penjajahan dan berharap menjadi bangsa yang besar. Untuk mencapai itu tentu di perlukan sebuah pemahaman akan pentingnya menjadi individu yang baik, lalu memberikan pemahaman kepada orang lain atas historis masa lalu yang sama-sama.

Setelah melalui teori hermeneutika guna mengetahui mengapa peraturan itu penting terkhususnya peraturan perpajakan selanjutnya pertanyaan apakah setelah memahami suatu peraturan perpajakan masih di temukan penghindaran pajak? Dan bagaimana cara mengatasi adanya double taxing antar negara? Di dalam paragraf-paragraf awal diketahui adanya suatu masalah dalam perpajakan internasional yakni adanya double taxing. Selanjutnya pada umumnya terdapat tiga cara untuk mengatasi masalah tersebut. 

Yang pertama Unilateral, dimana negara yang bersangkutan memasukkan dalam perundang-undangan pajaknya tentang ketentuan untuk menghindari pajak berganda, ada dua metode dalam penghindara pajak berganda secara unilateral seperti : Exemption method, metode ini pada dasarnya adalah membebaskan setiap pajak penghasilan yang diperoleh di luar negeri atau dengan kata lain bahwa setiap transaksi luar negeri tidak dikenakan pajak di negara domisili. Ada dua cara dalam metode ini pertama pembebasan penuh, berupa penghindaran pengenaan pajak berganda dengan cara mengabaikan penghasilan berasal dari duar negeri, kedua pembebasan dengan progresif, dimana berbeda dengan pembebasan penuh, dalam pembebasan progresif penghasilan dari luar negeri dipakai untuk kepentingan perhitungan progresif tarif. Dari dua cara tersebut pengaruhnya akan terasa terhadap berapa besar beban pajak yang menjadi kewajiban, karena dasar mengenaan pajak menjadi berbeda. Metode ini merupakan pengakuan atas pembayaran pajak terutang di luar negeri dengan pengecualian yang diberlakukan untuk melindungi kepentingan dalam negerinya, seperti dalam hal penerimaan pajak dan perlindungan produksi dalam negeri; Tax credit (kredit pajak), metode ini negara domisili memperkenankan pajak yang dibayar di negara sumber untuk dikreditkan, ada dua jenis perlakuan dalam metode ini, pertama, full credit, yaitu dari seluruh beban pajak yang dibayar di negara sumber dapat dikurangkan sebagai kredit pajak di negara domisili, kedua ordinary credit yaitu hampir sama dengan metode kredit pajak penuh namun pajak yang dibayar di negara sumber di batasi dalam mengkreditkannya di negara domisili. Metode penghindaran pajak berganda secara unilateral yang dipakai oleh Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia menggunakan metode pengkreditan secara terbatas atau ordinary credit. Artinya besarnya kredit pajak yang dibayar di luar negeri tidak boleh melebihi perhitungan pajak yang terutang di dalam negeri. Pasal 24 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1983, sesuai dengan perubahan terakhir dengan Undang-undang Nomor17 tahun 2000, tentang Pajak penghasilan, menegaskan bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama, namun besarnya kredit pajak tersebut tidak boleh melebihi perhitungan pajak yang terutang dalam negeri. 

Yang kedua adalah melalui Bilateral, dilakukan dengan melakukan perjanjian pajak antar negara yang dikenal dengan istilah tax treaty atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau lengkapnya adalah "Agrement for avoidance of double taxation and prevention of tax evasion". Masalah pengenaan pajak berganda yang tidak dapat dipecahkan secara unilateral, maka diperlukan adanya upaya penghindaran pajak berganda dengan membuat perjanjian antara dua negara yang berkepentingan.Keuntungan penghindaran pajak berganda melalui mekanisme perjanjian perpajakan adalah dapatnya seluruh aspek subjek dan objek pajak dapat dijabarkan secara detail. Sementara kerugiannya adalah ketidakmudahnya untuk mencapai suatu mufakat dalam membuat perjanjian tersebut karena masing masing negara merasa ada yang diuntungkan dan dirugikan. Untuk memudahkan dalam menyelesaikan perjanjian perpajakan bilateral terdapat beberapa metode rancangan perjanjian penghindaran pajak berganda seperi OECD model yang biasa dipakai oleh negara-negara Eropa dan UN model yang biasa dipakai oleh negara berkembang. Hingga saat ini Indonesia telah memiliki perjanjian perpajakan (tax treaty) secara bilateral dengan 56 (lima puluh enam) negara.

Yang ketiga adalah melalui Perjanjian Multilateral, perjanjian yang disepakati oleh beberapa negara misalnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang mengatur tarif kepabeanan secara multilateral. Biasanya perjanjian perpajakan dengan multilateral tidak semata-mata untuk menghindarai terjadinya pajak berganda, akan tetapi mempunyai tujuan lain seperti mendorong perdagangan; mendorong investasi; dan mencegah penggelapan pajak. 

Image made by Andrio N Tambun
Image made by Andrio N Tambun

Tentu sekalipun terdapat tiga cara untuk mencegah adanya pengenaan pajak berganda berdasarkan penelitian yang dilakukan Ning Rahayu di tahun 2010, masih terdapat adanya tax evasion. Tax evasion sendiri merupakan suatu pelanggaran dalam perpajakan dalam melakukan skema penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan, bahkan beberapa wajib pajak sama sekali tidak membayar pajak terutang yang harus dibayarkan melalui cara-cara yang ilegal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Kusuma Wardani (2017) terdapat 6 faktur mengapa terjadi pengelapan pajak. Faktor pertama adalah keadilan pajak. Pentingnya keadilan bagi wajib pajak dalam pengenaan dan pemungutan pajak dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak terutangnya. Jika bagi mereka apa yang telah mereka bayarkan sesuai dengan apa yang mereka dapatkan maka wajib pajak akan patuh dalam membayar pajak terutangnya, dan jika bagi mereka merasa diperlakukan tidak adil seperti pajak yang dikenakan terhadap wajib pajak tidak sesuai dengan penghasilan yang mereka punya maka wajib pajak akan cenderung melakukan kecurangan seperti penggelapan pajak. Faktor kedua yang mempengaruhi yaitu sistem perpajakan. Apabila sistem yang ada dirasa sudah cukup baik dan sesuai dalam penerapannya, maka wajib pajak akan memberikan respon yang baik dan taat pada sistem yang ada dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, dan jika wajib pajak merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik mengakomodir segala kepentingannya, maka wajib pajak akan menurunkan tingkat kepatuhan atau menghindar dari kewajiban perpajakannya. Faktor ketiga yang mempengaruhinya yaitu norma subjektif. Sifat manusia yang kadang mudah terpengaruhi oleh orang lain sehingga pendapat orang-orang disekitarnya akan sangat mempengaruhi niat seseorang untuk berperilaku, sehingga dalam perpajakan norma subjektif juga akan mempengaruhi niat individu untuk berperilaku tidak patuh dalam membayar pajak. Jika seseorang memiliki norma subjektif yang baik, maka kecenderungan untuk melakukan penggelapan pajak akan menurun. Faktor keempat yang mempengaruhinya adalah kepatuhan pajak. Kepatuhan wajib pajak yang baik akan dapat dilihat dari keteraturannya untuk menyetorkan pajak, dan jika perilaku seseorang ini tidak baik maka kecenderungan untuk melanggar peraturan pajak akan semakin besar. Faktor kelima yang mempengaruhinya adalah diskriminasi. Diskriminasi ini akan meningkatkan penggelapan pajak yang akan dilakukan oleh wajib pajak, dimana kondisi ini disebabkan oleh pihak DJP sendiri yang tidak mampu berlaku adil. Semakin banyak peraturan perpajakan yang dianggap sebagai bentuk diskriminasi yang merugikan, maka masyarakat akan cenderung untuk tidak patuh terhadap peraturan. Faktor keenam yang mempengaruhinya adalah kualitas pelayanan pajak. Dalam sektor perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak oleh DJP untuk membantu wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga pelayanan yang baik dapat mengatasi tindak kecurangan-kecurangan dalam perpajakan. Semakin bagus kualitas pelayanan maka wajib pajak akan puas sehingga cenderung untuk tidak melakukan penggelapan pajak.

Dalam rangka penghindaran pajak dalam hal aktivitas ilegal lain yang dilakukan sehubungan dengan perpajakan internasional adalah seperti skema transfer pricing, thin capitalization dan juga treaty shopping. Kemudian praktik penghindaran pajak tersebut dilakukan dengan memanfaatkan peluang yang terdapat dalam ketentuan perpajakan yang berlaku atau melakukan pengelakan pembayaran atas kewajiban pajak yang berasal dari negara sumber penghasilan atau lebih dikenal negara domisili. Berdasarkan kasus transfer pricing terdapat beberapa kasus transfer pricing yang terkenal yakni kasus yang menimpa Google di Inggris, Starbucks Inggris, Amazon Inggris, dan lain-lain.2 Starbucks Inggris misalnya, pada tahun 2011 sama sekali tidak membayar pajak korporasi padahal berhasil mencetak penjualan sebesar 398 juta.3 Selain itu mereka juga mengaku rugi sejak tahun 2008, dengan jumlah kerugiannya mencapai 112 juta atau sekitar Rp1,7 triliun. Padahal dalam laporan kepada investornya di Amerika Serikat, Starbucks mengatakan bahwa mereka memperoleh keuntungan yang besar di Inggris, bahkan penjualannya selama 3 tahun (2008-2010) mencapai 1,2 miliar atau sekitar Rp18 triliun. Dengan kerugian ini, Starbucks Inggris tidak pernah membayar pajak korporasi. Bahkan selama 14 tahun beroperasi di Inggris, Starbucks hanya membayar pajak sebesar 8,6 juta. Kemudian Google Inggris pada tahun 2011 juga berhasil mencatat pendapatan sebesar 398 juta tetapi hanya membayar pajak sebesar 6 juta. Hal yang sama terjadi di Amazon Inggris, di mana mereka berhasil melakukan penjualan di Inggris sebesar 3,35 miliar selama tahun 2011 tetapi hanya membayar pajak sebesar 1,5 juta. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Perusahaan-perusahan multinasional tersebut menggunakan praktik transfer pricing untuk meminimalkan pembayaran pajak mereka. Caranya tidak gampang. Akan tetapi, dengan memanfaatkan celah-celah peraturan yang ada, mereka dapat memindahkan keuntungan di Inggris ke luar negeri dengan tarif pajak yang jauh lebih rendah. Walaupun terlihat legal tetapi cara-cara seperti ini dianggap sebagai cara yang amoral. Sebagaimana dikatakan oleh Margaret Hodge (anggota parlemen Inggris) ketika memanggil ketiga petinggi perusahaan tersebut, "Kami tidak menuduh Anda melanggar hukum, tapi kami menuduh Anda telah berbuat amoral,".4 Hal yang sama juga terjadi di negara-negara lain termasuk di Amerika Serikat. Saat ini Amazon sedang berhadapan dengan pihak otoritas pajak Amerika Serikat (IRS) juga untuk kasus transfer pricing dengan nilai $234 juta. Berdasarkan berita dari ekonomi.bisnis.com pada tanggal 18 September 2019. Kasus transfer pricing atau harga transfer pada tahun 2018 meningkat cukup signifikan dibanding tahun 2017. Dalam laporan yang mencakup 89 yuridiksi, 2018 mutual Agreement Procedure (MAP) Statistics, OECD mencatat jumlah sengketa transfer pricing baru naik 20%. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sengketa lainnya yang hanya kisaran sebesar 10%. OECD juga menjelaskan mayoritas otoritas pajak menutup lebih banyak kasus dibandingkan dengan sebelumnya. Di satu sisi data-data negara dari negara menunjukkan penurunan investaris di sekitar setengah dari yuridiksi pelaporan dan peningkatan di setengah lainnya.

            Selanjutnya atas banyak kasus diatas menjadi berkembanglah pertanyaan apakah langkah-langkah untuk penghindaran pajak berganda benar-benar efektif dalam rangka peningkatan pendapatan negara? Yang mana berdasarkan nasional.kontan.co.id Pengamat Pajak Danny Darusalam Tax Center (DDTC) menyebutkan P3B atau tax treaty dapat meningkatkan aktivitas ekonomi Indonesia dengan negara terkait kerja sama perpajakan Internasional. Menurut darusallam manfaat utama dari P3B ialah memberikan sinyal kepada investor dari negara mitra maupun dalam negeri bahwa segala aktivitas ekonomi lintas yuridiksi yang dilakukan dengan negara mitra akan tunduk terhadap suatu kesepakatan untuk mencegah pajak berganda. Di dalam dunia investasi dikenal dengan istilah FDI (Foregin Direct Invesment). FDI Menurut Ambarsari dan Purnomo (2005), merupakan penanaman modal asing di Indonesia dibagi menjadi tiga macam, yaitu portofolio, penanaman modal asing langsung (FDI) dan kredit ekspor. FDI melibatkan investor untuk menjalankan operasional bisnis secara langsung sehingga dinamika bisnis yang menyangkut tujuan perusahaan tidak lepas dari pihak yang berkepentingan atau investor asing. FDI dapat diartikan sebagai sejumlah investasi yang ditempatkan dalam jangka panjang kepada suatu perusahaan di negara lain. FDI merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi global. FDI dianggap lebih bermanfaat bagi negara daripada investasi portofolio pada ekuitas perusahaan karena investasi portofolio bersifat jangka pendek dan dapat ditarik kapan saja secara tiba-tiba yang menyebabkan kerentanan ekonomi. Di dalam hubungan Antara  Tax Treaty  dengan Foreign Direct Investment (FDI). Tujuan utama dari perjanjian pajak adalah untuk menghilangkan hambatan yang muncul dari pajak berganda (OECD, 1997). tax treaty bertujuan untuk mengurangi transfer pricing dan berbagai bentuk penghindaran pajak. Perjanjian pajak juga mempromosikan pertukaran informasi pajak  antara mitra perjanjian. Konsep dasar keberadaan tax treaty dalam konteks FDI adalah untuk menciptakan kepastian dan komitmen mengenai perlakuan pajak kepada investor. Berkaitan dengan pengesahan perjanjian tersebut, diharapkan dapat menjamin investor untuk memperoleh perlakuan penyelesaian yang standar ketika terjadi dinamika terkait masalah perpajakan di suatu negara. Selain itu, kesepakatan juga merupakan sarana untuk memastikan bahwa perlakuan yang diberikan kepada investor akan adil dan cenderung lebih mudah atau menguntungkan mereka (Braun & Zagler, 2014). OECD (2008) menyebutkan bahwa prosedur kesepakatan bersama diidentifikasi sebagai kunci kepastian dan stabilitas dalam perlakuan investasi lintas batas. Menurut Tambunan (2016), perjanjian pajak dipandang menguntungkan investor karena adanya ketentuan seperti: non-diskriminasi, prosedur kesepakatan bersama untuk meminimalkan sengketa pajak. Selain itu, menurut Barthel et Al. (2010), prosedur kesepakatan bersama adalah salah satu ukuran dalam perjanjian pajak yang menarik bagi banyak investor asing langsung, yang dapat digunakan oleh wajib pajak untuk mencapai "perjanjian penetapan harga di muka" di mana otoritas pendapatan di negara tempat tinggal dan negara sumber menyetujui harga transfer umum untuk transaksi antara bagian-bagian dari perusahaan di tempat tinggal dan yurisdiksi sumber. Selain itu, perjanjian pajak biasanya mengurangi pemotongan pajak maksimum yang diperbolehkan atas tiga jenis pendapatan yang disetorkan: pembayaran dividen, pembayaran bunga, dan pembayaran royalti. Beberapa perjanjian menurunkan tingkat pemotongan ini hingga serendah nol (Blonigen & Davies, 2000). Blonigen & Davies (2004) juga menyebutkan bahwa lebih banyak pendapatan luar negeri yang dipulangkan ke negara asal, karena perjanjian pajak dapat mengurangi pajak luar negeri. Pajak luar negeri yang lebih rendah kemudian dapat mendorong alokasi investasi global yang lebih efisien. Menggabungkan argumen tersebut, mudah untuk memahami harapan umum bahwa perjanjian pajak berfungsi untuk meningkatkan jumlah aktivitas FDI antara mitra perjanjian.

 

Berdasarkan jurnal yang dikeluarkan oleh The Journal From The Impact Of  Tax Treaties On Foreign Direct Investment: The  Evidence Reconsidered By Siwook Lee & Daeyong Kim menghasilkan kesimpulan bahwa tax treaty tidak menunjukan dampak positif dari perjanjian pajak diantara negara-negara maju tetapi tidak juga terdapat dampak yang singnifikan dari perjanjian pajak di negara berkembang. Kesimpulan yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan di Indonesia yakni Hutauruk, Rufinus Hotmaulana (2017), R. Nurhidayat (2012), dan Chandrasari, Pungky Yunita (2021). 

Selanjutnya kita akan melihat pandangan yang di kemukakan oleh Immanuel Kant. Immanuel Kant lahir pada 22 April 1724 di Knigsberg, Prusia (sekarang Kaliningrad, Rusia) . Dia wafat pada 12 Februari 1804 di Knigsberg (Kaliningrad). Dia merupakan filsuf Jerman yang bekerja secara komprehensif dan sistematis dalam epistemologi (teori pengetahuan), etika, dan estetika. Immanuel Kant menganggap bahwa "kesalahan terbesar dari filsafat empirisme dan rasionalisme adalah tidak menyelidiki terlebih dahulu sejauh mana kekuatan sekaligus batasan kemampuan akal manusia dalam memperoleh pengetahuan, yang selanjutnya begitu saja dijadikan sebagai konsep ilmu yang diyakini kebenarannya". Dimana awal lahirnya P3B bermula sebelum terjadinya perang dunia I. Pada saat itu, Jerman merupakan negara pertama yang mengadakan P3B, yaitu dengan dihasilkannya P3B Saxony dan Prusia di tahun 1869/1870 yang merupakan P3B (domestik) pertama antara negara-negara bagian di Jerman. P3B tersebut kemudian disusul dengan munculnya P3B dalam konteks internasional dipertengahan abad ke-19, yaitu P3B Austria/Hungaria dan Prussia pada tahun 1899. P3B ini dikenal sebagai P3B internasional pertama. Perkembangan P3B terus berlanjut. Pada bulan Oktober 1928, League of Nation atau Liga Bangsa-Bangsa (LBB), yang saat ini dikenal dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United of Nation (UN), menciptakan 1928 Model Conventions (model P3B 1928) yang dianggap sebagai model P3B pertama di dunia. Hingga pada tahun 1992, dengan memperhatikan berbagai usulan, dipublikasikan dengan judul OECD Model Tax Convention on Income and an Capital. OECD Model 1992 ini telah dilakukan pembaruan sebanyak tiga kali, yaitu 1994, 1995, dan 1997 hingga sampai model yang terahkir OECD Model 2010. Selain OECD, UN juga ikut mengembangkan suatu model P3B pada tahun 1980 yang dikenal dengan nama United National Model Double Taxation Convention between Developed and Developing Countries (UN Model). Isi dari UN Model ini banyak mengadopsi ketentuan dalam OECD Model. Bedanya, model P3B yang dirancang oleh UN lebih banyak memberikan hak pemajakan kepada negara berkembang. Sampai saat ini, UN Model baru dua kali melakukan perubahan, yaitu pada tahun 2001 dan 2011.

Berdasarkan dari sejarah Tax Treaty ini dapat kita lihat bahwa tax treaty pada awalnya lahir dari gagasan atau ide ataupun pengalaman dari dari bangsa barat. Dimana OECD dan UN model digunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan tax treaty di seluruh dunia, dan kebanyakan setiap negara tidak membuat model tersendiri yang menyesuaikan dengan kebudayan, sejarah, etika dimana bangsa itu tumbuh. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Immanuel Kant, negara-negara berkembang hanya menyakinkan bahwa pedoman dalam menjalankan tax treaty seperti OECD dan UN model memiliki kekuatan untuk dapat menyelesaikan kasus perpajakan yang ada di setiap negara dan juga dapat mendorong peningkatan penerimaan pendapatan negara. Berdasarkan penelitian yang telah di terangkan sebelumnya bahwa tidak ada hubungan secara langsung antara peningkatan investasi dengan tax treaty selanjutnya membenarkan dari dari teori dari kesalahan terbesar dari filsafat empirisme dan rasionalisme.  

Immanuel Kant juga berpendapat bahwa hukum merupakan keseluruhan peraturan yang dibuat dengan batasan-batasan dari hak milik orang lain. Dengan adanya hukum diharapkan setiap orang dapat menghargai hak-hak dan kewajiban yang dimiliki oleh orang lain. Jika kita mengkaitkan tentang peraturan perpajakan internasional tentu yang di harapkan adalah bagaimana cara kita menghargai hak -hak batasan milik negara lain dan diharapkan negara lain juga menghargai berbagai hak hak dari negara kita. Selanjutnya bagaimana cara kita memahami peraturan perpajakan internasional sejalan dengan cara Immanuel Kant. Di dalam national.kontan.co.id terdapat langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka mendukung penerimaan pendapatan negara. Yang pertama yakni dengan menerbitkan peraturan menteri keuangan yakni (PMK) nomor 107 tahun 2017 terkait control foreign company (CFC) dimana pemerintah berharap menambah basis perpajakan. Di dalam peraturan ini jika pada kondisi normal wajib pajak dalam negeri (WPDN) yang memilki penyertaan pada badan usaha luar negeri hanya dikenai pajak ketika anak perusahaannya mendistribusikan deviden dan sekarang tidak lagi yang artinya untuk deviden tidak menunggu sampai didistribusikan karena periodenya sudah di tetapkan didalam PMK. Langkah yang kedua dengan melakukan penegasan dalam ketentuan pemanfaatan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Tax Treaty. Kebijakan ini  membatasi setiap pihak yang boleh memanfaatkan treaty indonesia dengan negara lain. Aturan ini ditujukan untuk memastikan apalah wajib pajak benar merupakan residense atau faktur kesengajaan melakukan abuse. Hal ini sering di kenal dengan istilah Treaty Abused. Di dalam forum ortax yang diambil dari terjemahan IBFD Internasional Tax Glossary tahun 2005 menyebutkan pengetian Treaty Abused merupakan situasi dimana seseorang yang tidak berhak atas manfaat tax treaty, namun menggunakan individu lain atau badan hukum lain sehingga dapat memperoleh manfaat tax treaty yang tidak tersedia secara langsung. 

Sebagai contoh tentang Treaty Abused yakni antara Indonesia dengan Singapura ada tax treaty yang menyebutkan bahwa penghasilan berupa bunga yang diterima WN Singapura dari Indonesia dikenakan PPh 0%, maka misalnya Andrianto melakukan investasi berupa saham ke perusahaan di Singapore, maka Tn. Andrianto menjadi pemilik perusahaan terbesar tersebut dengan asumsi hubungan istimewa kepemilikan lebih dari 50%, lalu peruhasaan di Singapura tsb memberikan loan kepada sebuah Perusahaan di Indonesia , lalu perusahaan tersebut  sebagai imbal baliknya memberikan bunga atas pinjaman kepada perusahaan di Singapura. Sesuai P3B, maka bunga tsb tidak dikenakan PPh sehingga Perusahaan di Singapura tersebut memperoleh bunga yang utuh. Jadi, dapat kita lihat bahwa Tn. Andrianto sebenarnya ingin memberikan pinjaman di sebuah Perusahaan di Indonesia, tetapi dia memanfaatkan tax treaty sekaligus dengan mendirikan perusahaan afiliasinya di negara tax treaty tsb. Akibatnya perusahaan milik Tuan Andrianto yang ada di Singapura semakin berkembang dan tentunya menguntungan Tn. Andrianto.

Dari sisi penulis sendiri dalam rangka mendukung perpajakan internasional adalah dengan banyak melakukan penelitian penelitan dan melakukan review atas setiap tax treaty yang sudah ada. Dengan melakuakn banyak studi review atas setiap P3B dengan negara-negara lain diharapkan berguna menjadi pembanding sekaligus pengecekan apakah tax treaty yang dilakukan masih sejalan dengan investasi yang terjadi antar kedua negara. Hal ini sejalan dengan peningkatan aktivitas transaksi secara digital, dimana transaksi digital tidak hanya terjadi didalam negeri, melainkan hingga transaksi internasional. Adanya penelitian ataupun research dengan study review kelayakan tax treaty dapat berguna dalam peningkatan kemampuan umkm dalam melakukan ekspansi produk-produk unggulan dalam negeri sehingga secara langsung dapat meningkatkan neraca perdangangan indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun