Mohon tunggu...
andri muhammad
andri muhammad Mohon Tunggu... serikat pekerja seluruh indonesia -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

terserah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Seperti Apa Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang Baru Dirilis Pemerintah?

19 November 2018   19:37 Diperbarui: 19 November 2018   19:51 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto:Tribunnews.com

Pemerintah akhirnya meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang sudah diperbaharui isinya. Paket kebijakan tersebut berisikan tentang relaksasi kebijakan untuk ketahanan ekonomi nasional.

Peluncuran tersebut diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersama Gubernur BI Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, serta Perwakilan OJK Nurhaida di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (16/11).

Sebagaimana diketahui, paket kebijakan XVI sebenarnya pernah dikeluarkan pada Agustus 2017 lalu. Kali ini, pemerintah berusaha menyempurnakan paket kebijakan tersebut. Hal itu sebagaimana pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution.

"Kita mengumumkan paket deregulasi nomornya 16. tentu anda akan tanya sepertinya paket 16 sudah, sebenarnya ada dua yang tak pernah kita sebut paket. Pertama waktu relaksasi cross border perdagangan, kemudian OSS, kita tak sebut paket karena dia lebih banyak merupakan operasional pelaksanaan," kata Darmin.

Dirilisnya paket kebijakan ekonomi ini bukan tanpa alasan. Persis sebagaimana tak ada asap bila tak ada apinya. Paket kebijakan ekonomi itu hadir untuk menjawab sejumlah kondisi perekonomian yang terjadi hari ini.

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan paket kebijakan ini perlu diperbaharui dalam rangka menghadapi tantangan global, di mana perekonomian global saat ini sedang mengalami ketidakpastian dan tekanan. Ada beberapa faktor yang saling terkait sehingga mempengaruhi kondisi perekonomian global yang tak menentu.

Diantaranya, pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi masih akan melambat pada tahun 2019, kebijakan normalisasi moneter di Amerika masih akan berlanjut, perang dagang US-China mereda, namun mulai muncul potensi perang dagang dengan negara lain, dan volatilitas harga minyak dan komoditi utama di pasar dunia masih tinggi.

Kemudian, membaiknya ekonomi Amerika dan kenaikan suku bunga FFR (Fed Fund Rate) yang masih berlanjut, mempengaruhi aliran modal di pasar dunia, mengakibatkan US Dollar kembali ke Amerika dan keluar (outflow) dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Hal ini yang kemudian berdampak pada pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar. Pelemahan ini pula yang membuat defisit Transaksi Berjalan (CAD) semamin membengkak.

Menghadapi itu, pemerintah Indonesia terus berusaha agar tidak ikut terseret dalam arus ketidakpastian ekonomi global. Dengan memanfaatkan momentum adanya peningkatan kepercayaan investor asing, pemerintah berupaya untuk semakin mendorong masuknya modal asing yang lebih besar, termasuk melalui Investasi Langsung.

Peningkatan Investasi Langsung diharapkan akan mampu menutup kenaikan defisit Transaksi Berjalan (CAD). Selain itu, pemerintah berharap kepercayaan investor akan lebih meningkat lagi dalam jangka pendek.

"Kita nggak bisa hanya berupaya menjawab transaksi berjalan saja. Itu penting tapi tak cukup, kita harus rumuskan kebijakan juga untuk memberi confident pada pemilik dana sehingga mereka masuk. Untuk itulah pemerintah hari ini bersama-sama dengan BI dan OJK itu akan terbitkan paket kebijakan 16 mencakup perluasan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan, memperluas pemberian tax holiday," terang Menko Perekonomian Darmin Nasution.

Oleh karena itu, pemerintah merilis tiga kebijakan dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang disempurnakan. Ada tiga kebijakan yang diperbaharui dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI ini, diantaranya:

Pertama pemerintah memperluas Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (tax holiday) untuk mendorong investasi langsung pada industri perintis dari hulu hingga hilir guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kedua, pemerintah kembali merelaksasi DNI sebagai upaya untuk mendorong aktivitas ekonomi pada sektor-sektor unggulan. Kebijakan ini membuka kesempatan bagi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi untuk masuk ke seluruh bidang usaha.

Dan ketiga, pemerintah memperkuat pengendalian devisa dengan pemberian insentif perpajakan. Pengendalian berupa kewajiban untuk memasukkan DHE dari ekspor barang-barang hasil sumber daya alam (pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan). Insentif perpajakan berupa pemberian tarif final Pajak Penghasilan atas deposito.

Isi kebijakan yang mulai berlaku pada pekan ini ialah tentang perluasan insentif tax holiday dan Daftar Negatif Investasi (DNI). Sementara untuk kebijakan dalam memperkuat pengendalian devisa berupa kewajiban untuk memasukkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari ekspor barang-barang hasil sumber daya alam akan dilakukan mulai 1 Januari 2019.

Dengan adanya kebijakan ini harapannya terjadi penguatan perekonomian Indonesia secara lebih luas. Hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo.

"Ini adalah langkah konkret, langkah koordinasi antara pemerintah, OJK, dan otoritas terkait untuk terus meningkatkan ketahanan ekonomi kita, menjaga stabilitas makro ekonomi, sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan kebijakan ini kita yakin ini akan semakin perkuat ketahanan ekonomi kita termasuk neraca pembayaran," pungkas Perry Warjiyo

Kebijakan di atas secara cermat ditujukan justru untuk melindungi kurs Rupiah dan penyelamatan dari defisit transaksi berjalan agar tidak terus membengkak. Oleh karena itu, melihat pertimbangan di atas, seharusnya kita bisa memahami logika pemerintah secara jernih. Apa yang diusahakan pemerintah itu, tak bisa serta merta disebut sebagai pro-asing.

Itu jelas tidak logis, karena dalam dunia yang terbuka saat ini, membuka kran investasi untuk modal luar negeri bukan berarti kita menjual negara sendiri. Hal itu salah kaprah. Sebab, dalam investasi itu tetap ada regulasi dan transparansi.

Upaya menggiring narasi bahwa pemerintah telah menjual negara sendiri merupakan argumen yang kekanak-kanakan, bertendensi menakut-nakuti rakyat, dan menebar kebencian kepada pemerintahan sendiri. Ini yang bisa dikatakan sebagai politik genderuwo tempo hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun