Mohon tunggu...
andri muhammad
andri muhammad Mohon Tunggu... serikat pekerja seluruh indonesia -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

terserah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membantah Tuduhan Indonesia Tidak Demokratis dan Jokowi Otoriter

14 November 2018   17:58 Diperbarui: 14 November 2018   17:53 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Upaya pemerintah membubarkan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) itu harus dipahami sebagai upaya untuk menjaga ruang demokrasi itu sendiri. Mengapa? Karena organisasi berpaham khilafah ini tidak menghendaki adanya demokrasi diterapkan di Indonesia.

Mereka ingin mengembalikan tatanan negara bukan pada rakyat sebagai sumber kedaulatannya, namun kepada Tuhan atau yang disebut teokrasi. Persis abad pertengahan di Eropa. Selain itu, HTI juga bercita-cita memberangus negara bangsa dan menjadikan kerajaan Islam secara global sebagai cita-citanya.

HTI sendiri dilarang oleh 20 negara lebih di dunia. Termasuk oleh beberapa negara yang dianggap demokratis, seperti Jerman, Perancis, dan dibatasi di Inggris. Bahkan di Arab Saudi sendiri juga dilarang. Semuanya sepakat bahwa organisasi ini mengandung ideologi yang bisa merusak tatanan negaranya masing-masing. Lantas, apakah kita berani menunjuk mereka melakukan tindakan yang otoriter dan negaranya tidak demokratis?

Pun dengan pembubaran sejumlah aksi #2019GantiPresiden yang memiliki landasan logika yang mirip. Banyaknya ucapan yang penuh kebencian, bahkan ajakan untuk menggelar perang Badar dan Uhud di orasi #2019GantiPresiden adalah alasan yang cukup untuk menuntut agar aksi ini dibatasi. Apalagi juga ada orasi penuh kebencian untuk membunuhi kaum LGBT.

Bagi kitayang waras dengan menguatnya ekspresi politik berbasis agama tersebut, tentu, sangat gerah dan cukup membahayakan. Oleh karena itu, sebelum tindakan hukum dilakukan, masyarakat sudah mengambil peran dengan membubarkan aksi-aksi tersebut. Di sini peran polisi adalah untuk menjaga agar keributan masyarakat tak terjadi secara meluas.

Semua kebijakan di atas menunjukkan sisi yang rasional dalam kredo negara demokratis. Bukan tindakan semena-mena. Masalahnya, dalam artikel-artikel tuduhan bahwa Indonesia semakin tak demokratis atau Jokowi otoriter itu, melepaskan sisi konteks dari munculnya tindakan tegas pemerintah itu.

Sehingga, tampak satu kebijakan terlihat sisi 'beringasnya', tanpa tahu sisi penyebab yang justru tak kalah beringasnya. Dengan kata lain, penulis artikel itu hanya mengandalkan logika formal yang linear, tanpa memahami alur kenyataan yang dialektis.

Kemudian dari sisi penegakan hukum, tuduhan bahwa Presiden Jokowi memanipulasi hukum juga terlihat tanpa bukti yang meyakinkan. Masalah politisasi hukum ini diakui memang telah berurat akar secara keseluruhan di Indonesia, namun melihatnya hanya terjadi pada pribadi Jokowi adalah missleading yang parah.

Tak ada bukti sedikitpun bahwa presiden mengatur skenario pengaturan hukum, misalnya dalam kasus HRS ataupun intervensi kasus lainnya. Justru Presiden mendukung setiap usaha pengungkapan kasus hukum, baik yang menjerat pejabat atau lainnya.

Banyak argumen yang bisa diajukan untuk membantah pernyataan bahwa Indonesia hari ini kembali menjadi negara tanpa demokrasi dan Presiden Jokowi bertindak otoritert. Semua argumen itu bisa didasari pada kondisi nyata di lapangan, bukan hanya berdasarkan pengamat asing, yang kita sendiri tak tahu kepentingannya. Bisa jadi toh itu untuk mengobok-obok negara kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun