"Oke-oke, aku akan diam. Dan tidak hanya itu, aku juga akan pergi. Tapi dengarkan ini, cewek tidak perlu kau kasih puisi agar bisa kau tunggangi. Cukup rayu mereka dengan lidahmu saja."
Beberapa saat mereka diam, saling menatap. Kemudian Si teman kerja menepati ucapannya. Dia pergi.
Tidak semua puisi ditulis untuk menyatukan. Ada juga puisi yang sengaja ditulis untuk memisahkan apa yang selama ini bersatu. Gumam Si Laki-laki yang duduk di balik meja resepsionis.
Sebelum Si Laki-laki yang duduk di balik meja resepsionis berangkat bekerja, dia berfikir jika malam itu akan menjadi malam yang tenang untuk dia menuliskan puisi. Itu adalah senin malam, waktu ketika biasanya penginapan sepi.Â
Dan memang begitulah yang terjadi, tidak ada satupun pengunjung yang datang ke penginapan. Tapi ternyata gangguan tidak hanya muncul dari pengunjung, biasanya anak-anak muda atau supir-supir truk, yang selalu menanyakan kamar kososng kepadanya, gangguan nyatanya juga bisa datang dari hal yang terdekat, teman kerja.
Kemudian Si Laki-laki yang duduk di balik meja resepsionis kembali melihat kertas yang ada di hadapannya. Dia kembali memikirkan kalimat apa yang akan dia tuliskan untuk calon bekas pacarnya. Saat dia sedang mencoba mengembalikan fikirannya ke kata-kata, dua orang muncul di hadapannya dan menanyakan kamar kosong untuk malam itu.Â
Dengan perasaan jengkel, dia melayani kedua orang yang datang malam itu. Setelah percakapan yang sudah biasa terjadi di meja resepsionis selesai, kedua orang pengunjung itupun melangkah menuju kamar yang ditunjukkan oleh Si Laki-laki yang duduk di balik meja resepsionis.
Hal yang terjadi selanjutnya adalah sebuah bola kertas melayang ke tempat sampah yang berada tidak jauh dari meja resepsionis.
***
"Dek... ini sudah dua bulan." Kata Si Laki-laki dengan wajah cemas.
"Aku tidak apa-apa, Mas. Sungguh. Aku tidak apa-apa." Kata Si Perempuan. Ekspresi wajahnya tampak mencoba meyakinkan lawan bicaranya.