Bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan, suasana di pagi hari sepertinya tidak sah bila tidak diiringi oleh hiruk pikuknya suara kendaraan dan masyarakat yang sibuk lalu lalang melaksanakan aktivitas hariannya.
Bagi sebagian kalangan-jenis pekerjaan tertentu, bekerja seolah idak mengenal waktu. Bekerja lembur hingga pagi adalah santapan yang harus dinikmati sehari-hari sebagai sebuah tuntutan dan konsekuensi sebuah pekerjaan.
Begitu juga dengan perusahaan atau pabrik sektor tertentu yang harus beroperasi 24 jam tiada hentinya. Karyawan yang bekerja diatur dengan shift sehingga mereka diharapkan mendapat istirahat yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan yang mereka jalani.
Hal yang sama juga dialami oleh kalangan pelajar atau mahasiswa yang semakin hari semakin dituntut untuk lebih aktif lagi dalam mengembangkan diri dalam hal intelektual.
Semua aktivitas yang dilakukan seolah tidak akan ada selesainya bila tidak dibatasi oleh jeda yang namanya hari libur (entah itu Sabtu, Minggu, atau tanggal merah).
Adanya waktu kosong atau senggang sering dimanfaatkan untuk kegiatan yang dirasa berguna dan bermanfaat, entah secara personal ataupun komunal.
Kegiatan yang biasa dilakukan adalah berkumpul atau jalan-jalan (rekreasi) bersama keluarga, teman, ataupun kolega. Selain itu juga bisa dengan olahraga, entah itu jogging, bersepeda, berenang, fitness (gym), yoga, atau lainnya.
Tentu semua itu bertujuan agar otak (pikiran) dan hati (jiwa) dapat kembali disegarkan sehingga aktivitas dan kegiatan yang dilakukan selanjutnya menjadi lebih optimal. Selain itu juga atas dasar kehidupan yang mesti seimbang antara kerja dan rekreasi.
Namun di atas itu semua, seberapa banyak yang menyadari akan pentingnya keheningan? Hening dalam artian diam atau sunyi. Dengan hening kita diajak untuk refleksi.Â
Refleksi berasal dari bahasa latin reflectare. Secara sederhana diartikan sebagai melihat kembali berbagai hal dan kejadian dalam pengalaman hidup kita. Kita sebagai subyek melihat diri kita sebagai obyek (ibarat bercermin).