Dilema Tilang.
Itu adalah topik yang ingin saya bahas dalam kesempatan kali ini.
Berangkat dari pengalaman pribadi yang terjadi beberapa kali (He.. He.. He..), saya ingin mengangkat topik yang mungkin tidak populer, tidak menarik atau mungkin juga tidak worth untuk didiskusikan, karena ini adalah isu sehari-hari di Jakarta - mudah-mudahan hanya di Jakarta, tidak terjadi di daerah lain di Indonesia, yaitu mengenai proses tilang dan persidangannya.
Berawal dari pengalaman beberapa minggu lalu dimana seorang Bapak tegap memakai atribut kepolisian lengkap memberhentikan mobil saya selepas pintu kelular tol Semanggi pukul 7.40 pagi, dimana sudah diberlakukan sistem 3 in 1 di kawasan tersebut (Mungkin karena keterbatasan saya mengenai sejarah diberlakukannya sistem 3 in 1 ini, saya selalu mengeluh kenapa Jakarta tidak cepat-cepat saja memberlakukab sistem ERP yang sudah dicanangkan), dimana Bapak tersebut celingak-celinguk mencoba untuk menerawang kaca depan mobil untuk melihat berapa jumlah orang yang terdapat didalamnya, kadang begitu mudah dilakukan, kadang terlihat begitu sulit karena kaca film yang lumayan gelap he he he.. Dan harus diakui, proses scanning ini membuat kemacetan untuk beberapa puluh meter.
Dan akhirnya detik-detik mendebarkan terjadi pada diri saya, dimana saya sebenarnya berharap untuk tidak "dilirik", saya mengendap-endap lewat jalur tengah ehhhhh.. Kena stop juga hahaha..
Ok, seperti yang kita tahu semua, proses selanjutnya adalah pemeriksaan dokumen kendaraan dan SIM saya, dan setelah ituuu..
"Gimana nih Pak enaknya? Biar kita sama-sama enak hehe.." Ujar Pak Polisi yang terhormat
Saat itu saya mohon untuk diberikan diapensasi karena saya hanya ingin "mohon izin" lewat daerah tersebut beberapa meter sampai Plaza Semanggi, tapi Pak Polisi bilang tentu saja itu tidak bisa, karena tidak fair untuk pengendara lain yang sudah ditilang oleh beliau, sambil menunjukan beberapa hasil "tangkapannya" di pagi itu.
Akhirnya proses yang paling tidak saya sukai terjadi, Pak Polisi yang terhormat menawarkan proses "damai" saja kepada saya, disatu sisi saya sebenarnya cukup tergiur dengan tawaran tersebut, karena dari segi harga sama saja seperti proses persidangan dan saya juga menghemat BANYAK waktu karena tidak perlu menghadiri proses persidangan.
Namun saat itu saya berkeputusan untuk menjadi good citizen dan bersedia ditilang dan menjalani proses persidangan yang harus dilakukan.
Pak Polisi yang terhormat.. Apakah kesejahteraab anda begitu rendah sehingga terus-menerus menjalani proses negosiasi seperti ini terus? Apakah karena ini adalah warisan turun-temurun dalam kepolisian? Apakah ini hanya perintah atasan? Saya terus bertanya-tanya.
Dan tibalah hari yang saya tunggu-tunggu datang, hari dimana saya harus menebus SIM saya di Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Selatan. Saya berencana untuk datang pagi-pagi karena mengingat ini adalah hari Jumat, hari dimana saya harus tetap bekerja, dan setibanya saya ingin memasuki pintu parkir, ada seorang Bapak yang begitu semangatnysaya a memarkirkan mobil saya, wah saya disambut bak pejabat Pengadilan nih hehe..
Akan tetapi tentu saja bukan itu yang terjadi, Bapak ini menawarkan proses calo kepada saya, dia bilang: "Mas, saya bantu, 5 menit selesai.." Tapi saya bersikeras menolak, beberapa langkah menuju loket ada Bapak lain yang menawarkan "Mas, sini cepe, 5 menit beres".. Dan bahkan sampai depan loket yang belum dibukapun ada yang bilang "Mas, kalau mau lebih cepat masuk kedalam aja"..
Saya langsung diam sejenak, yang pertama, saya bertanya-tanya sebenarnya apa yang salah dari semua ini? Yang kedua, saya juga bingung kenapa loket belum juga dibuka padahal menurut ketentuan loket sudah dibuka beberapa menit yang lalu. Dan akhirnya loket dibuka oleh instruksi seseorang dan proses persidangan yang lebih mengarah kepada formalitas dan bertele-tele terjadi.
Dalam artikel ini saya ingin menyoroti beberapa hal, yang pertama, saya terus bertanya-tanya sampai kapan proses negosiasi dengan Polisi pada saat tilang akan terus terjadi? Selama saya sah untuk memegang SIM, Indonesia sudah beberapa kali berganti KAPOLRI, namun untuk hal "kecil" seperti ini, kita tidak pernah move on.
Yang kedua, sampai kapan proses percaloan yang sudah kita tahu sama tahu akan terus menerus terjadi? Sampai kapan infrastruktur di Persidangan benar-benar terlihat layak dan menunjang masyarakat? Kapan saya bisa melihat profesionalitas abdi negara dalam melayani masyarakat di negara tercinta ini?
Mungkin semua orang akan bilang;Â
"Ah.. Uda lah.. Itu uda terjadi lama, ga mungkin bisa berubah"
"Ini Indonesia brooo.. Uda lah ga usah ngoyo, ga usah harapin yang muluk-muluk"
Hati saya bergetar..
Indonesia raya, merdeka merdeka..
Hiduplah Indonesia raya..
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H