Kasus pelanggaran kode etik oleh advokat sering kali menjadi sorotan publik, mengingat peran penting advokat dalam sistem hukum. Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah kasus Advokat A yang dihukum oleh Dewan Kehormatan PERADI DKI karena melanggar kode etik advokat.
 Latar Belakang Kasus
Advokat A dilaporkan oleh kliennya, PT. Kian Sukses Primalindo, pada 28 November 2022, karena diduga melakukan pelanggaran kode etik dengan mewakili dua pihak yang berlawanan dalam satu perkara. Ia bertindak sebagai kuasa hukum untuk PT. Kian Sukses Primalindo dan juga untuk PT. Sincom Primalindo dalam perkara yang sama, yang jelas merupakan konflik kepentingan.
Dalam putusan Dewan Kehormatan PERADI DKI pada 11 April 2023, Andris terbukti melanggar beberapa pasal dalam Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI), antara lain:
- Pasal 4 huruf b: Mengharuskan advokat untuk tidak memiliki konflik kepentingan.
- Pasal 3 huruf b: Mengatur kewajiban advokat untuk bertindak jujur dan profesional.
- Pasal 4 huruf e: Menyatakan bahwa advokat harus menjaga integritas profesinya.
Selain itu, A juga diduga memberikan keterangan palsu dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Medan, yang lebih lanjut memperburuk posisinya.
Sanksi dan Konsekuensi
Dewan Kehormatan menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara selama tiga bulan kepada Andris, terhitung mulai 1 April hingga 11 Juli 2023. Ia juga diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000.000. Sanksi ini menunjukkan keseriusan pelanggaran yang dilakukan dan berfungsi sebagai peringatan bagi advokat lainnya untuk mematuhi kode etik yang berlaku.
Analisis Dampak
Terhadap Profesi Advokat
Kasus ini mencoreng reputasi profesi advokat dan menunjukkan betapa pentingnya integritas dalam praktik hukum. Pelanggaran kode etik seperti yang dilakukan oleh A dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan profesi advokat secara keseluruhan.
Terhadap Klien
Dari perspektif klien, tindakan A merugikan PT. Kian Sukses Primalindo secara finansial dan hukum. Klien merasa dirugikan karena advokatnya tidak hanya mewakili kepentingannya tetapi juga kepentingan lawan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memilih advokat yang tidak memiliki konflik kepentingan.
Terhadap Penegakan Hukum
Kasus ini juga menyoroti perlunya penegakan kode etik yang lebih ketat di kalangan advokat. Dewan Kehormatan PERADI harus terus berupaya untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran ditindaklanjuti dengan sanksi yang sesuai agar dapat mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Kesimpulan
Kasus pelanggaran kode etik oleh Advokat A menunjukkan bagaimana tindakan individu dapat berdampak luas pada reputasi profesi advokat dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Dengan adanya sanksi dari Dewan Kehormatan PERADI, diharapkan akan ada peningkatan kesadaran di kalangan advokat mengenai pentingnya mematuhi kode etik dan menjaga integritas profesi mereka. Penegakan hukum terhadap pelanggaran kode etik harus terus diperkuat untuk melindungi kepentingan klien dan menjaga martabat profesi hukum sebagai "officium nobile."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H