Mohon tunggu...
Andrian Ramadan
Andrian Ramadan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

43223010055 S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Edward Coke: Actus Rea, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

4 Desember 2024   21:34 Diperbarui: 4 Desember 2024   21:39 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Edward Coke, seorang tokoh penting dalam sejarah hukum Inggris, terkenal dengan pengaruhnya terhadap prinsip-prinsip dasar hukum pidana, termasuk pemisahan antara actus reus (tindakan kriminal) dan mens rea (niat jahat). Prinsip ini sangat relevan dalam konteks penegakan hukum terhadap korupsi di Indonesia, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan korporasi. Di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memainkan peran penting dalam menindak korupsi, termasuk yang melibatkan tindakan korporasi.

Actus reus adalah istilah dalam hukum pidana yang merujuk pada perbuatan fisik atau tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh seseorang, yang merupakan salah satu elemen penting dalam menentukan apakah seseorang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Secara harfiah, actus reus berasal dari bahasa Latin yang berarti "perbuatan yang salah" atau "tindakan kriminal." Dalam konteks hukum pidana, actus reus adalah perbuatan atau kelalaian yang menyebabkan akibat yang dilarang oleh hukum.

 Unsur-Unsur yang Termasuk dalam Actus Reus:

1. Perbuatan Fisik (Voluntary Act)

  • Perbuatan fisik adalah tindakan nyata yang dilakukan oleh pelaku yang secara langsung dapat dikaitkan dengan tindak pidana yang terjadi.
  • Perbuatan fisik ini bisa berupa tindakan positif, seperti membunuh, mencuri, atau merusak properti.
  • Untuk menjadi actus reus, perbuatan ini harus bersifat sukarela (voluntary), artinya pelaku melakukan tindakan tersebut dengan kesadaran dan kehendaknya sendiri.

Contoh: Seorang pelaku yang membunuh orang lain dengan menembak korban, maka perbuatan menembak adalah actus reus dari tindak pidana pembunuhan.

2. Kelalaian (Omission)

  • Kelalaian (omission) juga dapat menjadi actus reus dalam hukum pidana, yaitu kegagalan untuk bertindak ketika ada kewajiban hukum untuk bertindak. Dalam hal ini, tidak adanya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku yang seharusnya dilakukan oleh hukum.
  • Kelalaian dapat terjadi dalam kasus di mana pelaku memiliki kewajiban hukum untuk bertindak, seperti orang tua yang tidak merawat anak mereka atau seorang dokter yang tidak memberikan perawatan medis yang dibutuhkan pasien.

Contoh: Seorang ibu yang tidak memberikan makanan kepada anaknya yang kelaparan, meskipun memiliki kewajiban untuk merawat anak tersebut, bisa dianggap melakukan actus reus dalam bentuk kelalaian.

3. Keadaan Tertentu yang Dilarang oleh Hukum (Circumstances)

  • Beberapa tindak pidana memerlukan keadaan atau situasi tertentu yang mendasari suatu tindakan agar bisa dikategorikan sebagai actus reus.
  • Keadaan tertentu ini biasanya terkait dengan status hukum atau status pelaku saat melakukan perbuatan. Misalnya, kepemilikan narkotika atau mengemudi di bawah pengaruh alkohol.

Contoh: Dalam kasus perdagangan narkoba, actus reus tidak hanya terbatas pada perbuatan memiliki narkotika, tetapi juga pada keadaan bahwa narkotika tersebut dikendalikan atau disebarkan.

4. Hubungan Kausalitas (Causation)

  • Causation atau hubungan kausal adalah hubungan sebab-akibat antara tindakan yang dilakukan oleh pelaku dengan akibat yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Dalam konteks actus reus, harus ada hubungan yang jelas antara perbuatan yang dilakukan pelaku dan akibat yang terjadi.
  • Dengan kata lain, untuk memenuhi unsur actus reus, perbuatan atau kelalaian yang dilakukan harus menyebabkan akibat yang merupakan pelanggaran hukum.

Contoh: Jika seseorang memukul orang lain yang menyebabkan korban mengalami cedera parah, maka ada hubungan kausal antara tindakan memukul (perbuatan fisik) dan akibat cedera pada korban.

  1. Keadaan yang Tidak Dapat Dibela dengan Pembelaan Sah

  • Actus reus tidak dapat dibatalkan atau dikecualikan dengan alasan pembelaan yang sah. Pembelaan ini seperti pembelaan diri atau keadaan darurat yang sah menurut hukum.
  • Jika suatu perbuatan dilakukan dalam keadaan yang sah menurut hukum, maka perbuatan tersebut tidak akan dianggap sebagai actus reus meskipun secara fisik bisa terlihat sebagai tindakan kriminal.

Contoh: Jika seseorang membunuh orang lain dalam situasi yang jelas sebagai pembelaan diri, maka tindakan tersebut tidak bisa dianggap sebagai actus reus karena dibenarkan oleh hukum.

Jenis-Jenis Actus Reus:

Secara umum, actus reus terbagi menjadi dua jenis besar:

  1. Tindakan Positif (Act)

Tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk menyebabkan akibat tertentu yang melanggar hukum.

Contoh: Menembak seseorang, mencuri, merusak properti.

  1. Kelalaian (Omission)

Kegagalan untuk melakukan tindakan yang diwajibkan oleh hukum, yang kemudian menyebabkan akibat yang merugikan.

Contoh: Seorang pengemudi yang gagal memberi pertolongan kepada korban kecelakaan di jalan raya.

PowerPoint Dokpri
PowerPoint Dokpri

PowerPoint Apollo, Prof Dr., M.Si.Ak
PowerPoint Apollo, Prof Dr., M.Si.Ak
Mens rea adalah istilah dalam hukum pidana yang mengacu pada niat jahat atau kesadaran hukum yang ada di dalam pikiran pelaku saat melakukan suatu tindak pidana. Secara harfiah, mens rea berasal dari bahasa Latin yang berarti "pikiran yang salah" atau "niat jahat". Dalam hukum pidana, mens rea merujuk pada keadaan mental atau niat pelaku pada saat melakukan perbuatan kriminal, yang berfungsi untuk membedakan antara perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran penuh akan akibatnya (niat jahat) dan perbuatan yang dilakukan tanpa kesadaran atau dengan kelalaian.

Elemen-elemen dari Mens Rea:

  1. Niat Jahat (Intent)

Niat jahat atau intent adalah salah satu bentuk mens rea yang paling jelas. Ini mengacu pada kondisi di mana pelaku dengan sengaja atau penuh kehendak melakukan suatu tindakan yang melanggar hukum dengan tujuan untuk mencapai suatu hasil tertentu.

Contoh: Dalam kasus pembunuhan, jika pelaku dengan sengaja merencanakan dan melaksanakan pembunuhan terhadap korban, pelaku memiliki mens rea berupa niat jahat untuk menyebabkan kematian.

  1. Kesadaran (Knowledge)

Knowledge atau kesadaran adalah kondisi di mana pelaku menyadari atau mengetahui bahwa tindakannya akan menghasilkan akibat yang melanggar hukum. Meskipun pelaku tidak berniat untuk menyebabkan akibat tertentu, dia tahu bahwa akibat tersebut sangat mungkin terjadi sebagai hasil dari perbuatannya.

Contoh: Jika seseorang mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi di daerah yang dilarang dan tahu bahwa kecepatan tersebut dapat membahayakan orang lain, namun tetap melanjutkan tindakannya, maka orang tersebut memiliki mens rea berupa kesadaran bahwa tindakannya dapat menyebabkan bahaya.

  1. Kelalaian (Recklessness)

Kelalaian adalah bentuk mens rea yang lebih rendah dari niat jahat. Dalam hal ini, pelaku tidak sengaja atau tidak memiliki niat untuk menyebabkan akibat tertentu, tetapi ia mengambil risiko yang tidak semestinya dan mengabaikan kemungkinan akibat yang merugikan. Pelaku dalam kondisi ini tahu bahwa tindakannya berisiko menyebabkan kerugian, namun ia melanjutkan dengan tindakan tersebut tanpa memperhatikan kemungkinan akibat yang dapat terjadi.

Contoh: Jika seseorang membuang sampah sembarangan di tengah jalan meskipun tahu bahwa sampah tersebut bisa menyebabkan kecelakaan, maka pelaku bertindak dengan kelalaian.

  1. Kelalaian Tindak (Negligence)

Negligence atau kelalaian dalam mens rea adalah keadaan di mana pelaku tidak menyadari risiko atau bahaya yang mungkin timbul dari perbuatannya, meskipun seharusnya ia dapat menyadarinya dengan menggunakan kehati-hatian yang wajar. Dalam hal ini, pelaku tidak memiliki niat atau kesadaran akan akibat yang terjadi, tetapi dia diharapkan untuk bertindak lebih hati-hati dan waspada.

Contoh: Jika seseorang gagal mengunci pintu mobilnya dan mobil itu dicuri, pelaku mungkin tidak berniat atau sadar akan risiko tersebut, tetapi diharapkan untuk bertindak dengan lebih berhati-hati, seperti memastikan mobil terkunci.

  1. Kecerobohan atau Lengah (Recklessness vs. Negligence)

Perbedaan antara recklessness (kecerobohan) dan negligence (kelalaian) terletak pada kesadaran. Recklessness terjadi ketika seseorang sadar akan risiko tetapi memilih untuk melanjutkan tindakan tersebut meskipun mengetahui ada bahaya, sedangkan negligence terjadi ketika seseorang gagal untuk mengenali risiko yang jelas, meskipun seharusnya mereka bisa mengenali hal tersebut dengan standar kewaspadaan yang layak.

Pentingnya Mens Rea dalam Hukum Pidana:

  • Mens rea sangat penting dalam hukum pidana karena tanpa adanya elemen niat atau kesadaran hukum, seseorang mungkin tidak dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya. Sebuah perbuatan bisa dianggap sebagai tindak pidana jika dilakukan dengan mens rea yang sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan.
  • Mens rea berfungsi untuk memastikan bahwa seseorang dihukum hanya jika ia memiliki niat jahat atau kesadaran akan perbuatannya, bukan hanya berdasarkan perbuatannya saja (actus reus).

Sebagai contoh:

1. Pembunuhan berencana

Tindak pidana ini memerlukan niat jahat yang jelas (mens rea berupa intent) untuk menyebabkan kematian.

2. Pembunuhan tanpa sengaja

Sementara dalam pembunuhan tanpa sengaja, seperti dalam kecelakaan, bisa saja melibatkan kelalaian (mens rea berupa negligence), di mana pelaku tidak berniat untuk membunuh korban tetapi menyebabkan kematian akibat kelalaian atau kecerobohan.

Contoh Kasus: Kasus Korupsi PT. Andika Karya (Kasus Korupsi PT. Angkasa Pura II)

Kasus Korupsi PT. Angkasa Pura II adalah salah satu contoh kasus korporasi yang melibatkan tindakan kejahatan yang diusut oleh KPK. Pada tahun 2019, KPK berhasil mengungkap kasus korupsi yang terjadi dalam proyek pembangunan Terminal 3 Soekarno-Hatta. Kasus ini melibatkan pejabat tinggi di PT. Angkasa Pura II dan sejumlah kontraktor terkait. Dalam hal ini, terdapat bukti tindakan korporasi yang secara sistematis melakukan suap kepada pejabat publik untuk memenangkan tender proyek.

Penjelasan Actus Reus dan Mens Rea dalam Kasus ini:

  1. Actus Reus (Tindakan Kriminal)

Dalam kasus ini, actus reus adalah tindakan nyata berupa pemberian suap atau gratifikasi oleh perusahaan kepada pejabat di PT. Angkasa Pura II untuk memenangkan proyek pembangunan Terminal 3. Tindakan ini jelas melibatkan korporasi yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Proses pemberian suap yang dilakukan oleh pihak perusahaan kepada pejabat untuk memengaruhi keputusan tender adalah tindakan yang dapat dianggap sebagai bagian dari actus reus dalam konteks korupsi.

  1. Mens Rea (Niat Jahat)

Mens rea dalam kasus ini merujuk pada niat jahat atau kesadaran dari para pejabat di PT. Angkasa Pura II dan kontraktor yang terlibat dalam kasus ini. Mereka tahu bahwa tindakan mereka untuk menerima suap dan mempengaruhi proses tender merupakan tindakan yang melanggar hukum, namun mereka tetap melakukannya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Para pihak yang terlibat dalam memberikan suap dan mempengaruhi keputusan proyek memiliki kesadaran bahwa tindakan mereka adalah ilegal dan merugikan negara, sehingga mereka dapat dianggap memiliki mens rea dalam melakukan tindak pidana korupsi.

Hasil Penindakan oleh KPK:

Setelah penyelidikan, KPK menetapkan beberapa orang sebagai tersangka, termasuk pejabat PT. Angkasa Pura II dan kontraktor yang terlibat. Pada akhirnya, kasus ini dibawa ke pengadilan, dan sejumlah terduga koruptor dihukum dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap.

PowerPoint Dokpri
PowerPoint Dokpri
PowerPoint Apollo, Prof Dr., M.Si.Ak
PowerPoint Apollo, Prof Dr., M.Si.Ak
Daftar Pustaka:

Simpson, A. W. B. (1987). The History of the Criminal Law of England. Volume 1. London: Oxford University Press.

Smith, J. C., & Hogan, B. (2018). Criminal Law. 15th Edition. Oxford: Oxford University Press.

Ashworth, A. (2013). Principles of Criminal Law. 8th Edition. Oxford: Oxford University Press.

Herring, J. (2018). Criminal Law: Text, Cases, and Materials. 7th Edition. Oxford: Oxford University Press.

Barker, R. C. (2009). Criminal Law: A Comparative Approach. Cambridge: Cambridge University Press.

Mahmud, F. (2017). Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Kusumaatmadja, E. (2005). Pengantar Ilmu Hukum Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun