Mohon tunggu...
Andrian Ramadan
Andrian Ramadan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

43223010055 S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

29 Oktober 2024   22:12 Diperbarui: 29 Oktober 2024   22:12 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalabendhu adalah masa di mana keserakahan dan keburukan mencapai puncaknya, sangat relevan dengan fenomena korupsi yang merajalela. Ketika individu atau kelompok lebih mementingkan kekayaan pribadi daripada kepentingan bersama, korupsi menjadi wajar. Era ini menggambarkan korupsi sebagai akar dari berbagai masalah sosial yang lebih luas.

Bagaimana Ramalan Ranggawarsita dan Pengaruhnya pada Pemahaman Korupsi di Indonesia?

Ranggawarsita memberikan kerangka untuk memahami fenomena sosial seperti korupsi melalui lensa budaya dan spiritual. Cara pandang ini dapat dipakai untuk merenungkan penyebab utama dari berbagai krisis moral yang melanda bangsa, termasuk korupsi.

1. Pemahaman sebagai Sebuah Siklus Zaman

Banyak yang meyakini bahwa masa Katatidha dan Kalabendhu bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari siklus yang pada akhirnya akan menuju pembaruan. Dalam konteks korupsi, ini menandakan bahwa penyelesaian masalah korupsi tidak bisa hanya diatasi dengan hukuman atau penegakan hukum, tetapi harus dengan mengembalikan tatanan moral dalam masyarakat. Reformasi di bidang pendidikan, pembentukan etika, dan penanaman nilai moral menjadi langkah penting dalam memutus siklus korupsi.

2. Pendekatan Moral dan Budaya

Korupsi tidak hanya dilihat sebagai pelanggaran hukum, tetapi juga sebagai tanda krisis moral yang dalam. Oleh karena itu, memahami korupsi melalui perspektif budaya, seperti yang disampaikan dalam karya Ranggawarsita, menawarkan cara pandang yang lebih mendalam. Penyelesaian masalah korupsi bukan hanya melalui pemberantasan, tetapi melalui pembinaan nilai-nilai budaya yang mempromosikan integritas, kejujuran, dan keadilan.

3. Mendorong Kebangkitan Nilai-Nilai Tradisional

Masyarakat Jawa, khususnya yang masih memegang nilai-nilai tradisional, percaya pada siklus zaman yang pada akhirnya akan membawa perubahan. Karya Ranggawarsita menjadi inspirasi untuk kembali kepada ajaran leluhur yang menghargai kebajikan, kejujuran, dan kemanusiaan. Dengan memperkuat nilai-nilai ini, generasi muda Indonesia dapat dibentuk untuk menjadi individu yang lebih kritis terhadap praktik korupsi dan memiliki prinsip moral yang kuat.

4. Menciptakan Kepemimpinan Berbasis Etika 

Salah satu aspek penting dalam melawan korupsi adalah menciptakan pemimpin yang memiliki integritas dan moralitas tinggi. Di era Kalasuba, pemimpin dihormati karena mengutamakan kebaikan bersama. Dengan menerapkan standar etika yang tinggi dalam seleksi pemimpin, Indonesia dapat membentuk pemerintahan yang lebih bersih dan bebas dari korupsi. Pemimpin yang memiliki nilai-nilai seperti integritas dan kepedulian terhadap masyarakat akan menjadi teladan yang dapat mengurangi praktik korupsi di masyarakat.

5. Mendorong Kesadaran Publik Melalui Nilai Spiritualitas

Ranggawarsita percaya bahwa perubahan moral adalah siklus yang akan membawa masyarakat menuju perbaikan. Penghormatan terhadap nilai spiritual dapat menginspirasi masyarakat untuk memprioritaskan kebaikan umum di atas kepentingan pribadi. Dengan memperkuat nilai spiritual dan etika, masyarakat dapat melawan praktik korupsi secara kolektif.

PowerPoint Apollo, Prof Dr., M.Si.Ak
PowerPoint Apollo, Prof Dr., M.Si.Ak
PowerPoint Apollo, Prof Dr., M.Si.Ak
PowerPoint Apollo, Prof Dr., M.Si.Ak
Kesimpulan

Ramalan Ranggawarsita dalam Serat Kalasuba, Serat Katatidha, dan Serat Kalabendhu menawarkan perspektif menarik tentang krisis moral yang terjadi dalam masyarakat Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan fenomena korupsi. Ranggawarsita melihat perubahan zaman sebagai siklus yang akan membawa manusia menuju kesadaran baru setelah melalui fase-fase krisis moral yang mendalam.

Korupsi di Indonesia menjadi cerminan nyata dari era Katatidha dan Kalabendhu, di mana nilai-nilai moral dan etika semakin terpinggirkan oleh keserakahan dan kebingungan. Meski demikian, seperti yang diisyaratkan Ranggawarsita, ada harapan akan datangnya era pembaruan. Untuk mewujudkan era baru ini, masyarakat Indonesia harus bersatu dalam memperjuangkan nilai-nilai luhur, menanamkan integritas, serta menegakkan keadilan yang tidak hanya berfokus pada pemberantasan korupsi, tetapi juga pada pemulihan moralitas di segala aspek kehidupan. Meskipun korupsi tampaknya telah mengakar kuat, pandangan Ranggawarsita tentang siklus zaman memberi kita harapan akan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Dengan menanamkan nilai-nilai luhur, mengutamakan pendidikan moral, dan menciptakan pemimpin yang berintegritas, masyarakat Indonesia dapat kembali mencapai "Kalasuba" baru, sebuah era di mana kemakmuran dan kebaikan menjadi nilai utama.

Daftar Pustaka

1. Ali, M. (2019). Kearifan Lokal dalam Karya Sastra Ranggawarsita: Relevansi dan Implikasinya dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

2. Arifin, Z. (2021). "Korupsi dan Moralitas: Perspektif Ranggawarsita". Jurnal Hukum dan Pembangunan, 8(3), 215-229.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun