Mohon tunggu...
andrianous
andrianous Mohon Tunggu... -

pengembara di gurun kehidupan, memulung kata yang berserakan di pinggir jalan, ingin menjadi 'seseorang' yang punya sayap, namun tetap memakai sendal jepit untuk berdiri di atas tanah sendiri. semper ridens.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yohanes Apa Dosa, Pemulung yang Terbaring Setahun dan Rasa Kemanusiaan

10 Januari 2019   22:52 Diperbarui: 10 Januari 2019   22:56 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

~Ryan Nong

Ruangan Kelas 3 RS Siloam Kupang tampak tenang sore itu. Di bangsal yang dihuni pasien laki laki, tidak ada aktivitas yang berarti. Para pasien tampak tenang beristirahat ditemani keluarga yang menunggui di samping tempat tidur.

Di ujung ruangan, di atas bed nomor A-12, seorang lelaki tua tampak bersandar di atas tempat tidurnya. Ia hanya bercelana pendek tanpa mengenakan baju. Di sisi kanan perutnya, tampak beberapa helai tisu menempel.

Demikian di lengan kirinya yang kurus, selang infus menusuk persis di pergelangan tangannya. Ia adalah Yohanes Apa Dosa (56), lelaki pemulung yang menderita lebih dari setahun usai dioperasi perutnya.

Ketika tujuh laki-laki datang menghampiri isterinya yang duduk di samping tempat tidur, ia memandang tanya. Laki laki yang berbadan gempal memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud kedatangan mereka usai bersalaman. Ketika mereka menyalaminya, Yohanes berkaca-kaca dan ia mulai menangis.

Ia terharu ketika ada orang yang tidak ia kenal menyempatkan diri untuk mengunjungi dan ingin berbagi meringankan beban mereka. Tampak terbata dengan kata yang tak begitu jelas terdengar, ia mulai bertutur tentang kesakitan yang ia alami.

Erasmus Jogo (37) sang koordinator kelompok yang sore itu bersama Fanyes Dethan, Tony Naebobe, Elvis Sutisno mewakili angkatan komunitas Mahasiswa Magister Manajemen Unwira angkatan 28 lalu mulai berbagi dengannya didampingi isterinya.

Mereka memberi penguatan dan hiburan bagi keluarga itu, usai mendengar informasi dari rekan mereka tentang penderitaan yang dialami keluarga pemulung yang tinggal di RT.25/RW.05 Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa Kota Kupang itu.

Tidak hanya datang untuk mengunjungi dan menghibur, mereka juga memberi sedikit bantuan yang berhasil mereka kumpulkan dari rekan mereka dalam komunitas Mahasiswa Magister Manajemen (MM) Unwira angkatan 28.

Kepada POS-KUPANG.COM di RS Siloam, Ras, sapaan akrab Erasmus menjelaskan, mereka tergerak untuk membantu Yohanes dan keluarga yang mengalami kemalangan akibat sakit yang diderita. Meskipun kini biaya perawatan di RS Siloam telah ditanggung oleh pemerintah, namun mereka ingin membantu sebisa mereka untuk meringankan beban keluarga.

Kondisi kesehatan bapak Yohanes sangat memprihatinkan, rumahnya sangat sederhana dan dibangun di atas tanah bukan milik mereka. Rumah mereka butuh perhatian, tentu untuk biaya lain lainnya," ungkapnya.

Ia menjelaskan, ia dan kelompoknya tergerak hati untuk bisa memberi sedikit untuk keluarga sebagai ungkapan rasa solidaritas dan kemanusiaan.

"Kita tergerak hati, ketika untuk kesehatan sudah dibantu pemerintah, kita membantu untuk urusan yang lain, misalnya biaya operasional keluarga dan sebagainya. Tolong bantu, karena ini bisa tidak share ke teman teman," ujarnya seraya menambahkan bahwa rekan-rekannya dari kelompok MM angkatan 28 sangat antusias.

Kepada POS-KUPANG.COM, Theresia Ine, humas RS Siloam mengatakan bahwa pasien tersebut saat ini telah dibiayai dari BPJS PBI sehingga pasien tidak membayar satu peserpun untuk biaya rumah sakit.

"Pasien Yohanes ditangani oleh Dr Ida Bagus Wisesa SpPD dan saat ini dirawat di ruang Kelas 3 Bed A-12," ujarnya.

Untuk penanganannya, pihak rumah sakit melakukan penanganan medis dengan melakukan monitoring dan analisa tindakan yang akan dilakukan.

Ernawati Radja, isteri Yohanes yang setia mendampingi suaminya mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih dari keluarga kepada para mahasiswa Unwira yang telah membantu untuk menghibur dan meringankan beban keluarga.

"Terima kasih kepada kaka-kaka yang sudah datang dan mau berbagi dengan kami, yang mau melihat kesusahan kami. Kami tidak bisa membalasnya," ungkapnya.

Ia berharap dengan masuknya sang suami untuk dirawat di RS Siloam sejak Kamis (3/1/2019) bisa menyembuhkan penyakit yang diderita suaminya.

"Ini rumah sakit yang ketiga, moga moga Tuhan bisa menjawab karena kondisi ini sudah lebih dari satu tahun 2 bulan, tadi sudah ketemu dokternya, beliau bilang semoga berjodoh," ungkap Ernawati.

Yohanes mengalami penderitaan yang melilitnya lebih dari satu tahun setelah melakukan operasi di RS Leona Kupang membuatnya seolah mati dalam hidup

 Ia tak bisa lagi mencari nafkah untuk menghidupi isteri dan tujuh orang anaknya, bahkan hanya untuk bergerak dan beraktifitas kecilpun sulit.

"Anak, saya langkah keluar mau kencing saja susah, jadi ini masih kencing di dalam botol," katanya.

Lubang di perutnya setelah operasi hingga kini belum mengering. Di sana, di lubang itu hampir setiap waktu keluar "kotoran" dari dalam perutnya. Kotoran yang seharusnya "dibuang" melalui saluran pembuangan di anusnya.

Di sana, setiap waktu dikerubuti lalat, juga aroma tak sedap yang menusuk indra penciuman. Di sana, setiap waktu ia harus berjibaku menutupnya dengan tisu, lalu melilitinya dengan kain untuk menahan kotoran itu tidak muncrat dan meluber kemana mana.

"Kadang kadang saya menangis sedih, saya lihat pertarungan yang dihadapi isteri dan anak-anak, hampir setahun dua bulan saya tidak bisa apa apa," ujarnya lirih.

Dalam kondisi sulit, ia masih berpikir tentang anak laki laki yang mengambil perannya sebagai pencari nafkah. Keluarganya yang sederhana, menghabiskan uang setiap harinya hanya untuk membeli tisu, itu yang utama dibanding sekedar membeli lauk pauk untuk menambah suplemen gizi baginyan ang sakit sesuai saran dokter.

"Mau menangis, tidak bisa menangis. Mau teriak tidak bisa teriak, saya tersiksa dan tidak bisa buat apa apa dengan kondisi seperti ini. Saya ingin pulang saja ke Ende, lalu mati saja di sana, daripada di sini sengsara," keluh lelaki yang menginjakkan kaki di Kupang sejak 1994 silam.

Yohanes yang awal mulanya merasa kembung pada perut, kemudian diperiksa oleh dokter dengan vonis mengalami penyakit usus dan harus dioperasi itu lalu harus menerima kenyataan sengsara setelahnya karena tidak lagi bisa beraktifitas normal seperti sedia kala, termasuk memulung untuk menghidupi keluarganya.

Setelah kini Ia mulai dirawat dan ditangani secara medis di RS Siloam, ia berharap kesehatannya bisa kembali pulih sehingga ia bisa beraktifitas lagi. 

*telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Setahun Terbaring di Ranjang, Yohanes Menangis Saat Dikunjungi Mahasiswa Unwira
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun