~asal omong Resh Romerosebelum viralnya transaksi 80 juta yang melibatkan bunga (bukan nama sebenarnya) dimainkan dari Kota Pahlawan, persoalan prostitusi sudah menjadi buah bibir di kota Karang.
hampir selama lebih dari dua bulan, keputusan menutup KD, lokalisasi tebesar dan tertua oleh pemerintah kota menuai polemik dan kontroversi.
(saya sebut) lokalisasi, yang menurut pemerintah kota hanya berijin penginapan itu diproyekkan untuk ditutup pada 1 Januari 2019 sebagai (mungkin pikiran saya) sebuah kado natal untuk warga kupang (yang ingin diatur moralnya oleh pemerintah?).
di tengah kontroversi dan riak penolakan, toh proyek penutupan KD oleh pak Wal tetap dilakukan. 1 Januari 2019, Pemkot memasang plang yang bertulis Surat Keputusan Walikota tentang penutupan 'lahan bisnis lendir' di areal parkir antara komplek wisma sederhana dan wisma bukit, lokalisasi itu.
Meski dalam beberapa kesempatan "duduk semeja" yang bersifat formal antara Pemkot dan pekerja lokalisasi maupun kesempatan informal sebelumnya, para perempuan yang rata rata kelahiran pulau Jawa itu meminta pertimbangan dan penundaan, toh Pemkot tidak bergeming. administrator warga itu bahkan mengumumkan secara spektakuler bahwa lokalisasi itu harus ditutup pada hari pertama 2019 apapun resistensinya.
Sempat terekam beberapa dasar yang digunakan Pemkot sebagai alibi proyek pengebirian kebutuhan sosial masyarakat itu.
Misalnya, Pemkot menggunakan senjata "instruksi nasional" kementerian sosial untuk menutup lokalisasi. Padahal, menurut 'orang kementerian', tidak ada instruksi soal itu, yang ada hanyalah berupa himbauan yang keputusannya tentu merupakan wewenang daerah.
Selain itu, juga sempat terekam alasan penutupan lokalisasi ditujukan untuk menata daerah, termasuk mengurangi potensi penyebaran pms dan HIV-AIDS. toh kenyataannya, para pekerja malam di KD selalu berada dalam kontrol dinas kesehatan-KPA-LSM peduli Aids yang melaksanakan pemeriksaan rutin untuk pencegahan dan penanganan AIDS.
Ya, mereka relatif terproteksi jika dibanding dengan rekan seprofesi mereka yang bergerak terselubung baik online maupun berpraktik di kost-kostan bebas.
Lalu, ketika secara de jure proyek ini dipaksa untuk dieksekusi, nyatanya secara de fakto pemerintah memberi kebijakan untuk tetap beroperasi hingga pesangon yang dijanjikan terealisasi.
Ya, menurut pekerja, mereka diberi keluasan untuk "membuka praktek" hingga 5,5 juta yang dijanjikan pemerintah beserta tiket pemulangan mereka pegang. Â Semacam topeng monyet, ini sungguh tontonan yang konyol.