Mohon tunggu...
Andrian Wahyu Jati
Andrian Wahyu Jati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Indah Perjalanan

25 Oktober 2012   00:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:25 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Izinkan aku berbagi cerita dalam sebuah tulisan. Aku belum bisa berbagi harta dengan kalian, karena aku bukan hartawan. Aku hanya orang jalanan yang ingin berbagi cerita dan pengalaman. Cerita tentang keindahan.....



[1]

Langit sudah dipenuhi dengan warna hitam,

Saat aku masih melintasi jalan setapak yang mulai menurun,

Ujung jalan ini tetap belum terlihat

Hanya keyakinan dalam hati yang membuatku tetap teguh,

###

Rimbun dedaunan di sebelah kanan dan terjal jurang disisi lain

Setia menemaniku yang sedang bermandikan peluh

Peluh yang menjadi dingin karena resapan angin

Peluh yang membuatku menggigil, namun tetap setia menghangatkan tubuh

###

Aroma lembab dari semak belukar menusuk hidungku

Membuat suasana seketika menjadi mistis

Tak ada cahaya yang kulihat selain kilatan lampu senter

Tak ada gemerlapan seperti kota metropolitan kecuali pesta-pesta kecil dunia lain

Pesta dari wajah-wajah yang tak pernah dan tak ingin ku kukenal

###

Sesekali terdapat pohon melintang yang menghadang

Membuatku harus menunduk ataupun melompat saat melangkah

Adapula pula ranting-ranting yang rimbun membentuk lorong

Membuatku serasa berjalan di sidrin qolil-nya negeri Saba

###

Lelahku kini semakin menyiksa,

Beban di pundak terasa semakin bertambah banyak,

Ingin aku melangkah lebih cepat, tapi aku harus menunggu kawanku yang terlambat

Ternyata disinilah alam memberiku ujian,

Ujian tentang menjaga kesetiaan,

Kesetiaan terhadap kawan maupun orang yang baru ku kenal,

Karena sejatinyalah kita ini makhluk sosial,

Yang tak bisa lepas dari kebahagiaan dan penderitaan orang lain

Serta tak bisa menjalani hidup ini sendiri

###

Samar-samar kulihat cahaya lampu jauh disana

Aku yakin, itu lampu pendaki lain yang beristirahat disana

Cahayanya terpantulkan oleh air ranu kumbolo yang jernih

Membangkitkan semangat dalam lirih, menghilangkan letih

###

Kuajak yang lain mengikutiku, mempercepat langkah

Tak sampai 10 menit, pos terakhir terlewati, masih satu kilometer lagi

Rintihan Rizky di tengah turunan bukit yang terjal membuatku terperangah

Kakinya kram, aku tak bisa membiarkannya merintih sendiri

###

Kupersilahkan yang lainnya untuk jalan terlebih dahulu,

Karena aku melihat ada yang mau naik di bawah sana

Sementara aku tetap disini menemani Rizki dan membantu sebisaku

Karena memang aku tak mengerti prosedur pertolongan pertama

###

Akhirnya kuputuskan memaksa Rizki berjalan dengan kaki yang timpang

Ransel dipundaknya kini beralih di lenganku yang kering kerontang

Memang berat, tapi aku harus mengambil keputusan

Setidaknya dia bisa berjalan dengan tanpa beban

###

Di akhir turunan ini, kita sampai di Ranu Kumbolo

Kita sudah bisa menikmati sejuk airnya

Menikmati dingin belaian kabutnya

Sejenak menitipkan lelah yang tertumpuk ditepiannya

###

Namun, ini bukan tempat terbaik untuk menikmati mentari pagi di Ranu Kumbolo

Turis dari Jepang dan Malaysia bertanya

Ku jawab, yang terbaik ada di balik bukit sana

Di balik bukit, dan kita harus mendaki untuk menikmatinya

###

Aku dan Rizki sudah bersama dengan yang lainnya

Kini aku putuskan untuk jalan terlebih dahulu, kutitipkan Rizki pada mereka

Bebanku menjadi dua ransel, dan aku harus cepat

Satu ransel tetap dipundak, yang lain ku kalungkan di lengan

Saat menatap jalan yang menanjak, ah tak apalah, tinggal sebentar saja

###

Kini aku berjalan sendiri di depan, tak ada kawan

Hanya bintang yang bertaburan bersama ribuan wajah asing yang menjadi teman dalam diam

Wangi edelweiss terasa manis, merasuk hingga ke dalam jiwa

Memberikan kesejukan yang tak terlukis indahnya, disaat nafasku mulai tersengal

###

Akhirnya semua perjuangan ini terbayar oleh tempat yang telah dijanjikan

Tempat yang tak diragukan lagi keindahannya

Tempat berkumpulnya para pengembara, berbagi cerita

Salah satu jamuan Tuhan kepada orang-orang yang berkelana

Orang-orang yang rela meninggalkan kenyamanan

Demi melihat secuil keindahan dan mencari makna kehidupan

###

Kulepaskan jaket yang menyelimuti tubuh, menuju ke tepian

Kupejamkan mata dengan tangan yang membentang

Mencoba meresapi setiap hembusan angin bersama kabut yang membawa dingin

Ku biarkan mereka melewati pori-pori, menghujam tulang dan sendi-sendi

Ku nikmati setiap sayatannya yang telah memberiku arti

Tak terasa aku telah terhanyut dalam merdu kesunyian malam

Di bawah langit yang penuh bintang

[ / ]

****************

[2]

Kedatangan teman-teman menghentikan percumbuanku dengan alam

Secepatnya tenda harus didirikan, karena dingin mulai menampakkan kuasanya

Disini, pembagian jatah kerja harus jelas

Siapa yang memasak, siapa yang membangun tenda

Semua harus terorganisir dengan rapi dan cepat

Agar semua perut bisa terisi dan lekas beristirahat

###

Ditengah kepungan hawa dingin

Bertemankan secangkir kopi penghangat diri

Aku berbincang bersama kawan, berbicara tentang malam yang sunyi

Bercerita tentang keindahan, sejenak melupakan penat yang tersimpan

###

Lelah yang kurasa mulai mereda,

Perut sudah cukup terisi dengan ransum kesayangan pendaki

Meski sedikit bercampur dengan tanah

Tak mengapalah, anggap saja sebagai pengganti bumbu-bumbu di rumah

Semua prinsip tentang keamanan dan aturan pengolahan pangan tak lagi berlaku disini

Yang ada pilih makan atau mati

Jika kau makan, maka kau akan bertahan

Jika tak kau makan, maka kau akan mati secara perlahan

###

Ketika kita bisa memahami apa yang sedang terjadi, maka kita akan mengerti

Persoalan tentang makan selintas terlihat biasa

Namun ternyata, dia telah mengajari kita tentang rasa syukur

Bersyukur dengan apa yang telah Tuhan berikan kepada kita

Bersyukur masih ada bahan bakar yang bisa menjalankan metabolisme tubuh ini

###

Suasana hening menjadi semakin mencekam

Perlahan kucoba memaksa mata ini terpejam

Pikiran melayang jauh menuju masa depan yang masih suram

Kembali mengingatkanku dengan seseorang

Seorang kawan dari Surabaya yang kutemui di Ranu Pane

yang dulu pernah menjadi anggota tim SAR

Dia juga pernah mengevakuasi ilmuwan Jerman yang mati terpanggang

Tersengat oleh panasnya batu dari perut bumi yang di disaksikan oleh para dewa

###

Aku tak sengaja bertemu dengannya, bersama istri dan anak lelakinya

Nuansa keluarga yang indah, pikirku

Namun sayang beliau belum bisa ikut pendakian lagi

Insya Allah kalau sikecil sudah 10 tahun, katanya

Semua yang diceritakannya membuat hasratku semakin menggebu

Aku ingin mengajak anakku berlarian bersama alam, sambil bernyanyi

Nyanyian yang bercerita tentang kerinduan seorang anak jalanan

Untuk menemukan sebutir mutiara harapan yang masih tersimpan

Rapi di dalam kamus-kamus kehidupan

###

Matahari masih belum bisa kuajak berdiskusi

Impian dan harapan masih tetap melekat disini

Lekat dengan erat di dalam sanubari

Aku teringat tentang cerita masa lalu

Dongeng dari ibu yang menemani tidurku

Isapan jempol para orang tua yang kupercaya dengan lugu

Ya, itulah indahnya masa lalu

Aku hanya bisa mengenangnya dengan tersenyum

Hanya itu yang kuingat hingga aku terlelap dipangkuan dewi bulan

[ / ]

**************

[3]

Langit biru membentang luas diatas sana

Terlihat awan tipis menghiasinya

Padang Oro-oro ombo telah menjelang

Bersama lambaian daun-daun di Cemara Kandang

###

Masih tersisa nafas yang terbata saat mendaki bukit cinta

Sebongkah harapan terpatri di dalam dada

Di punggung cinta, kutatap gagah Mahameru yang sedang melirik disana

Menatap dan menikmati penderitaan para tamunya

###

Lembut suara angin membelai pohon-pohon cemara

Gumpalan awan terlihat begitu dekat, seakan aku bisa meraihnya

Lelah tubuh ini kusandarkan dalam dingin

Menatap lekuk bukit yang berbaris rapi, melindungiku dari angin

Sungguh Engkaulah Maha Pengasih

###

Padang ilalang di depanku sungguh sangat luas

Tak salah jika ini dinamai Oro-oro Ombo

Mereka semua tampak mengering hingga aku tak bisa melihat hijaunya

Suatu saat nanti aku ingin kembali, saat mereka mulai meroyo

###

Aku menghilang ditengah ilalang

Hingga tiba di pintu masuk Cemara Kandang

Hutan yang dipenuhi dengan pohon cemara, tak jarang membuat para pendaki linglung

Bingung oleh jalan setapak dan pohon-pohon yang terlihat serupa

Salawat kepada Nabi tak henti terucap dari bibirku yang kering

Berharap sebuah kekuatan dan ketenangan melalui hutan ini

Karena aku tak tahu apa yang akan terjadi

###

Jalur ini masih terus saja mendaki

Gunung ini harus terlampaui agar aku sampai di Kalimati

Sesekali kulihat mawar hutan dan strawberi di semak berduri

Menemani perjalanku dalam sepi

###

Didepan kulihat tempat yang cocok untuk istirahat

Tempat ini kulihat aneh, tak seperti yang lainnya, banyak kerikil disini

Apa ini bekas tambang yang pernah dibicarakan?

Dan mengapa pula disini banyak sampah bertebaran

Sungguh sangat disayangkan

Perilaku manusia yang tak menghargai alam

Mereka mau keindahannya, tapi tak mau ikut menjaganya

Pikiranku terbang, menyusun kata persembahan untuk alam

Aku disini memenuhi titah Tuhan-ku

Meski tak suka aku tetap setia, karena titah Tuhan-ku

Aku ingin seperti kalian, berada dimanapun sesuka hatimu

Ya sudahlah... Aku tak bisa melanggar titah Tuhan-ku

Aku tetap bersyukur meski tak bisa berkelana seperti kalian

Aku bahagia melihat wajah yang berganti setiap waktu

Aku gembira melihat kepuasan dari sorot matamu atas keindahan

Keindahan yang Tuhan titipkan padaku

Seperti kamu, aku bisa bahagia, juga bisa bersedih

Aku bahagia karenamu, aku bersedih juga karenmu

Semua yang kalian lakukan aku terima dengan lapang

Aku tak bisa marah, kecuali atas kehendak Tuhan-ku

Sering aku menangguhkan perintah Tuhan-ku karena aku sayang

Aku sayang dan tak ingin menyakitimu

Maaf, aku tak bisa terus menghindar dari titah Tuhan-ku

Saat itu aku memohon pada Tuhan-ku

Biarlah aku memberikanmu pertanda

Sebelum kulaksanakan perintah Tuhan yang sesungguhnya

Kawan, sungguh aku mencintaimu

Tolong jangan sakiti aku dengan tingkah lakumu

Aku tak ingin kau binasa karena aku

Aku setia padamu dan titah Tuhan-ku

Begitulah kira-kira jika alam bisa berkata

Sayangnya kita tak pernah mengerti perkataannya

Yang bisa kita lakukan hanyalah menjaganya

Agar anak cucu kita bisa ikut mencumbuinya

[ / ]

*******************

[4]

Ujung tanjakan ini mulai terlihat

Tanah lapang yang indah menghiasi bola mataku

Ternyata sang abadi sudah menungguku disana

Segera kuletakkan ransel, kuhampiri mereka satu persatu

Kucium tiap harum yang diberikan dalam dekapannya

Aku ingin lebih dekat mengenalnya

Aku ingin membawanya sebagai teman hidupku

Tapi aku tak mau menyakitinya

Biarlah dia tetap abadi di tempatnya

Dan sudah cukup bagiku dengan hanya menikmati harumnya

###

Taman edelweiss ini memberikan tanda bahwa kita berada di jalur yang benar

Setelah ini, perjalanan menjadi lebih ringan

Jalan setapak yang akan kita lalui lebih banyak datar dan menurun

Begitu seterusnya hingga sampai di Kalimati

Aku tahu, karena aku pernah berada disini, meskipun hanya sekali

###

Tak sampai satu jam, Kami sampai di Kalimati

Disini aku kembali menemui gerombolan bunga abadi

Tenda pun segera berdiri disamping shelter pendaki

Awan kelam mulai menyelimuti

Nampaknya hujan akan segera menghantui

###

Ternyata benar apa yang ku takutkan

Rintik hujan mulai menerpa kami, bahkan airnya menembus tenda

Kami hanya bisa pasrah dan sedikit membenarkan letak tenda

###

Hujan membawa berkah, ternyata itu benar adanya

Hawa dingin yang kurasa semenjak menginjakkan kaki di Kalimati hilang seketika

Terbawa air hujan yang meresap ke bumi

Sungguh menakjubkan, Tuhan menitipkan kehangatan bersama dingin air hujan

DIA telah memberikan karunia dengan cara-NYA

Yang terkadang tak pernah kita duga sebelumnya

###

Persediaan air sudah semakin menipis

Untuk mendapatkan air, kita harus ke Sumbermani

Letaknya kira-kira satu kilometer ke arah barat dari Kalimati

Aku berangkat kesana bersama Dedy dan teman Papua dari Jakarta

###

Sumbermani adalah satu-satunya sumber air disini

Jangan harap kita bisa dengan mudah memenuhi persediaan air disini

Untuk mengisi satu setengah liter botol saja butuh waktu lima menit

Sumber air disini tak berlimpah seperti di Ranu Kumbolo

Namun air yang berasal dari resapan akar-akar tanaman disini tak pernah mati

Dia telah menyejukkan dahaga kepada ribuan pendaki

Satu lagi bukti kasih sayang Tuhan kepada makhluknya kulihat disini

###

Kulihat langit mulai menjadi kelam

Awan-awan putih mulai menjadi hitam

Matahari sudah tak ingin lagi menyinari, cukup untuk hari ini katanya

Aku pun mulai memasang semua baju dan jaketku

Berharap menemukan kehangatan dalam tidurku

Aku harus bisa tidur dengan lelap

Perjalanan tengah malam ini akan sangat berat

Kembali kuputar mp3 di ponselku, kudengarkan lirik puisi yang pernah kubuat

Saat pertama kalinya aku berada di puncak Mahameru

Dingin malam membawaku terbang menembus awan dan bintang-bintang

Tak sadar kuterlelap di pangkuan dewi bulan dalam lebat rimba terlarang

Penuh misteri menghujam ingatan

#

Kelu tangan bagaikan disayat menyadarkanku....

Mengingatkan bahwa aku tidak sedang bermimpi

Riuh angin berhamburan bersama pasir dan debu

Batu dan kerikil tajam berlarian, cukup untuk mencederai

Seolah ingin mengingatkanku...

Ingin Menakutiku...

Ingin menciutkan nyaliku...

#

Tapi aku tak takut, nyaliku pun tak ciut

Karena aku bukan pengecut

Bukanku sombong karena tak takut

Aku hanya ingin berteman dengan alam dan ketakutan

#

Sepertiga malam akhir telah terlewati

Di antara dua jurang yang gelap, tak berujung dan penuh tanda tanya

Aku meratap, seolah menyesali

Kenyamanan yang ku tinggalkan demi tanah berpasir ini

#

Dalam keadaan setengah putus asa, tak ingin menyerah

Angin gunung membekukan jari-jari tanganku

Tubuh menggigil semakin kencang, bibir kering kerontang

Tak ada yang bisa ku andalkan

Otot kaki makin menegang, tak mampu lagi menopang tubuh yang timpang

Terbayang malaikat maut tersenyum manis di depan

#

Dalam keadaan setengah putus asa

Aku tak ingin menyerah

Ku palingkan muka ke bawah,

Terlihat sudah lebih dari setengah,

Ku atur hembusan nafas, kuhentakkan kaki

Meski dengan merangkak,

aku rela berendam dalam hangat pasir yang dingin

#

Bulan sudah jauh meninggalkan ufuk

Tersenyum sinis padaku dengan sinarnya yang menusuk

Aku enggan berargumen dengannya yang sedang sibuk

Menerangi malam yang mulai kikuk

#

Jalan ini terasa masih sangat panjang, meski puncaknya mulai terbayang

Hanya hitam yang ku pandang dalam terang

Seandainya saja aku bisa terbang

Aku tak akan mabuk kepayang, mendaki gunung yang menjulang

#

Perlahan dan pasti, selangkah demi selangkah,

Kutancapkan kaki di tanah berpasir ini

Biarlah waktu yang menentukan, aku hanya pasrah

Menggapai kepingan mimpi

#

Sepasang batu raksasa membentuk gerbang kulihat dalam diam

Menanti kedatangan para tamunya, diatas sana

Kulangkahkan kaki melewatinya dengan hati berdebar

Sujud syukur kupanjatkan saat aku menjejak tanah tertinggi di Pulau Jawa

#

Mahameru.....

Kau rengkuh seluruh tenagaku

Kau hantam aku dengan terjalmu

Kau tidurkan aku dalam gelapmu

Kau siksa aku dengan dinginmu

Kau terjang aku dengan pasirmu

Kau tindas aku dalam gagahmu

Kau takuti aku dengan misterimu

Kau dadar mentalku

#

Terima kasih Mahameru....

Kau suguhi aku keindahan perjalanan

Kau ajari aku tentang kesetiaan

Kau tunjukkan aku tentang arti perjuangan

Kau sayangi aku dalam lebatnya hutan

Kau lindungi aku dalam kedamaian

Kau berikan aku sejuta kenangan tak terlupakan

Kau sadarkan aku tentang kebesaran Tuhan

Kau ingatkan aku tentang kematian

Kau sejukkan aku dengan harum bunga abadi

Kau berikan aku kehangatan dalam dingin malam

Kau sembuhkan dahagaku dalam sejuk air ranu

Kau puaskan aku,

#

Mahameru....

Engkaulah tuan rumah terbaik yang pernah kusinggahi

Kau berikanku tentang banyak hal yang tak bisa kujelaskan

Biarlah dalam hati ini kusimpan

Sebagai kenang-kenangan seumur hidupku

Alunan puisi tentang Mahameru menemaniku memejamkan mata

Di dalam lebatnya rimba terlarang yang penuh dengan misteri . . . . . . .

[ / ]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun