Debat pasangan calon presiden dan wakil presiden menarik perhatian publik. Bukan hanya melihat bagaimana setiap calon menjawab pertanyaan. Debat ini juga membaca bagaimana setiap calon menyampaikan pandangan mereka terkait tema perdebatan. Sebagaimana kita ketahui, tema debat perdana ini antara lain membahas isu hukum, hak asasi manusia, korupsi dan terorisme.
Keempat isu tersebut akan menjadi awal bacaan. Bagaimana setiap calon membuktikan bahwa kepala mereka memiliki isi yang bertujuan mencapai cita-cita pendirian bangsa Indonesia. Seperti membaca pandangan hukum yang masih saja jauh dari harapan memenuhi rasa keadilan yang setara. Atau, apakah korupsi masa lalu, saat ini dan yang akan datang bisa diselesaikan dalam program kerja lima tahun ke depan.
Penegakam hukum adalah kunci ketertiban masyarakat. Hukum yang adil akan menciptakan tatanan sosial yang baik. Akan tetapi, proses pengisian jabatan penegakan hukum masih politis. Misalnya bagaimana mungkin anggota partai memimpin kejaksaan? Bukankah itu mengaburkan semangat berkeadilan. Belum lagi persoalan hukum pidana, perdata dan tata negara juga lainnya.
Sedangkan kubu Prabowo, persoalan hukum malah menjadi batu ganjalan. Misalnya, permainan media sosial tim pemenangan yang berujung pada hoax. Atau, persoalan hoax tim yang menggegerkan dunia politik dengan sindiran drama hoax ratna. Bukan hanya itu, persoalan hukum terkaburkan dengan masalah-masalah politik. Sebagaimana aksi pembelaan pasukan Prabowo terhadap Setya Novanto.
Belum lagi juga diungkit persoalan hak asasi manusia (HAM). Persoalan hak asasi masih membuka ruang saling serang antar paslon. Misalnya, Pemerintahan Jokowi tidak mampu menegakkan hukum seadil-adil meskipun lagit harus runtuh. Kasus HAM masa lalu masih menjadi pekerjaan rumah setiap Presiden. Bahkan, hak asasi yang lain pun belum cukup terpenuhi. Lihat saja, pengekangan demonstrasi dan aksi masa.
Sedangkan kubu Prabowo juga ikut menurunkan semangat pemenuhan hak asasi. Bermula dari pemilihan calon wakil presiden. Kita mengetahui bahwa hak sosial dan politik seharusnya menjadi dasar koalisi Prabowo. Akan tetapi, pemilihan Sandiaga Uno adalah bentuk melupakan hak-hak politik Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera. Seharusnya, koalisi memberi ruang untuk menciptakan pasangan dari dua partai, bukan dari satu partai, Gerindra saja.
Untuk kasus korupsi, dua paslon terlihat belum memiliki pandangan utuh pemberantasan korupsi. Jokowi sebagai petahana tidak mampu menguatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus KPK yang bersinggungan dengan polisi. Atau kasus kriminalisasi terhadap Novel Bawesdan merupakan bukti jauhnya harapan pemberantasan korupsi. Masyarakat sipil bahkan terpaksa bersuara setiap waktu untuk menyelamatkan KPK.
Bagi pihak Prabowo, mungkin bisa memberikan janji-janji manis penguatan KPK. Apakah itu bisa meyakinkan kita? Belum tentu. Prabowo Subianto belum cukup menjanjikan perlindungan dan penguatan KPK. Sebagai contoh: belum cukup bersuaranya Prabowo untuk menggerakkan pasukan di legislatif dalam upaya penguatan KPK. Kedua paslon juga seakan berangan-angan dalam hal penuntasan tindak pidana korupsi.
Untuk kasus terorisme, Jokowi dan Prabowo harus menghubungkannya dengan isu penegakan hukum, keadilan dan kesejahteraan sosial. Teror yang datang masih bisa diantisipasi dengan cara penguatan kinerja intelijen, polisi dan tentara. Kalaupun ada cara pencegahan, maka penguatan pendidikan anti teror harus dimulai. Salah satu cara adalah mengurangi pelaku bully yang merupakan bagian dari teror kecil.
Apakah debat akan menjawab setiap keresahan publik? Jangan terlalu berharap. Ini hanyalah perdebatan. Tidak kurang, tidak lebih. Cuma persoalan bertanya dan menjawab pertanyaan. Tidak butuh contekan. Apalagi kisi-kisi pertanyaan. Selesai debat, maka berakhir satu panggung sandiwara politik.
Kita bersyukur jika perdebatan menjadi program kerja. Bagi pemenang pemilu, buktikanlah pandangan hukum, ham dan anti korupsi juga perlawanan terorisnya. Kalau kalah di pemilu, jangan cuma kritik. Kerjakan apa yang disampaikan pada debat. Jadilah insan pengabdi kepada bangsa. Walaupun tidak memimpin bangsa ini.
Selamat menikmati perdebatan dua paslon presiden dan wakil presiden. Semoga kita bisa tertawa mendengar perdebatan ini. Jangan diseriusi, apalagi sampai memunculkan pertikaian di warung-warung kopi.Â
Seduh saja kopi dan anggap para palson sedang merayu dengan gombalan tanya jawab. Sepanjang waktu, kita menunggu ada ide besar yang disampaikan. Tapi yang ada hanyalah para penghapal tanpa penegasan.
Sungguh debat perdana telah memberikan tampilan pimpinan pemerintahan yang mengalami penurunan dari masa ke masa. Mari baca semua profil presiden Indonesia dan bandingkan dengan yang sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H