Organisasi adalah rumah bersama para anggota. Untuk menjaga stabilitas dan ketertiban, maka perlu dibuat aturan dalam berorganisasi. Pada umumnya, organisasi mengenal ketentuan dasar dengan nama konstitusi. Lalu menurunkan aturan itu pada ketentuan umum yang lebih detil. Kadang kala, saat kebutuhan teknis tidak diatur, maka diambillah kata sepakat untuk memusyawarahkan solusi kekosongan aturan (hukum).
Bagi setiap anggota, aturan organisasi adalah mutlak. Wajib dan harus dipatuhi. Tanpa ada pertimbangan kepentingan. Jika ada anggota yang bersalah. Langsung bidang penertiban organisasi menyelesaikan persoalan tersebut. Bidang penertiban organisasi tidak boleh pandang bulu. Biarpun pimpinan yang melanggar aturan. Tetap saja pimpinan harus menerima sanksi organisasi.
Dari pengalaman organisasi manapuh. Termasuk pemerintah suatu negara. Adakalanya muncul istilah "hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas". Kalimat sindiran itu lahir akibat ketidakadilan dalam kehidupan berorganisasi. Saat warga negara atau anggota organisasi salah. Maka "hukum harus ditegakkan meskipun langit akan runtuh."
Akan tetapi, saat pejabat tinggi atau pimpinan yang bersalah. Proses penegakan hukum tidak setajam pada bawahan. Anomali hukum malah terjadi, saat anggota meminta penegakan hukum pada pimpinan. Muaranya malah tuduhan politik, kepentingan, merusak nama baik organisasi dan sebagainya. Dengan dalil yang dibuat-buat, pejabat pembela pimpinan bisa memutarbalikkan fakta dan malah menghukum anggota-anggota yang menyuarakan kebenaran.
Jika anggota bersalah, pencopotan, penghilangan jabatan, sanksi, dan berbagai hukuman langsung menindih. Beda dengan pimpinan. Kalau salah, maka mekanismenya harus menggunakan pertemuan-pertemuan politik. Bahkan tidak dihukum sama sekali dengan alasan menjaga marwah organisasi. Karena pimpinan menyatu dengan nama organisasi. Edan dan sungguh tidak adil.
Untuk memudahkan pemahaman dalam kasus yang melibatkan pimpinan. Kita bisa memulai bacaan pada pribadi pimpinan. Seorang pemimpin yang baik, dia akan selalu menjaga diri. Karena, salah sedikit saja, bukan hanya personal, tapi organisasi akan terkena dampak ulah pimpinan. Seandainya, suatu kesalahan terjadi karena unsur kekhilafan. Pimpinan yang terhormat harus siap mengakui kesalahannya dan mundur dari jabatan.
Seandainya, kesalahan itu dilakukan secara sadar. Juga dilakukan secara berulang kali. Maka, sewajarnya, dia memberikan sanksi pada dirinya sendiri. Karena, sepanjang dia melawan norma sosial, pimpinan itu akan merusak diri, keluarga dan organisasinya. Kalaupun mundur, nama baik tetap rusak, tapi masih bisa diobati. Kita masih bisa mengatakan: "pimpinan kami memang salah, tapi hukum organisasi selalu menegakkan keadilan".
Seandianya saja, pemimpin bisa menyesali kesalahannya. Tidak mungkin, dia membuat masalah baru dengan cara melakukan perlawanan. Apalagi jika mengupayakan tidak berjalannya mekanisme internal. Karena pejabat organisasi lainnya tidak memiliki mata hati keadilan. Maka, sepanjang kepemimpinannya, orang akan terus memyuarakan kebenaran demi kebenaran.
Oleh sebab itu, pemimpin harus menjadi contoh yang baik. Misalnya, bagaimana Jepang menjaga etika politik dan organisasi. Saat ada isu yang menyerah pimpinan dan pengurus organisasi. Maka sang tertuduh langsung membungkukkan diri di depan publik untuk memohon maaf dan mundur dari jabatannya.
Kalau dari kebiasaan yang ada, biasanya pemimpin di organisasi yang kita kenal akan mendapatkan bantuan. Misalnya, dia mundur dengan kompensasi berupa kesepakatan. Kemudian, semua bersepakat menutupi masalah demi menjaga nama baik organisasi. Itu pun kalau sang pemimpin menyadari bahwa kesalahannya telah meyakiti banyak orang, bukan hanya anggota, juga alumni.
Ingatlah, sepandai-pandai tupai melompat, suatu waktu akan jatuh. Sepintar-pintar menutupi bangkai, baunya tetap akan tercium juga. Kekuasaan akan menutupi masalah dan menghakimi orang-orang yang menyuarakan kebenaran. Akan tetapi, ada waktunya kebenaran akan menampakkan wujudnya. Sehingga, semua kepentingan akan menunduk malu karena ketahuan bersalah.
Bagi para pembela, ingatlah jalan kembali (pulang). Bagaimanapun juga, organisasi apapun memiliki pembatasan masa kepengurusan. Baik itu legislatif, eksekutif maupun organisasi masyarakat di kampung. Ada batasan-batasan menjalankan roda organisasi. Apabila sudah selesai, maka setiap pengurus akan menjaga anggota masyarakat. Sungguh disayangkan, apabila masyarakat sudah merasa disakiti. Nama pembela akan diingat dan hukum sosial berlaku pada siapapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H