Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Penguatan Penegakan Hukum Pemilu

3 November 2018   11:19 Diperbarui: 3 November 2018   11:24 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kewenangan penyidikan dan penyedikan ada dalam domain lembaga kejaksaan dan kepolisian. Sehingga, lembaga penegak hukum lain. Harus menerima perwakilan polisi dan jaksa. Jika lembaga tersebut mendapatkan amanah penegakan hukum. Setidak-tidaknya, mereka harus tunduk dan patuh pada keputusan polisi dan jaksa yang ada di lembaga tersebut.

Akan tetapi, penguatan kelembagaan penegakan gaya baru muncul. Hal ini dimulai saat KPK mendapatkan penyidik yang jaksa. KPK mampu memandirikan polisi dan jaksa yang berkantor di gedungnya. Sehingga, kekuatan KPK tercipta dalam penanganan kasus korupsi. Bahkan, jika kasus itu menyangkut oknum polisi dan jaksa. Penegakan hukum berjalan sesuai ketentuan KPK.

Inilah gaya baru yang harus dicontoh oleh lembaga dan ASN lain. Setiap pegawai yang bekerja di suatu lembaga. Maka loyalitas, semangat korps, dan komitmennya terletak pada perintah lembaganya. Bukan malah patuh dan menjadi perpanjangan lembaga asalnya.

Penegak Hukum Pemilu

Dalam kasus pemilu, penegakan hukum terletak di lembaga Badan Pengawas Pemilu. Seperti KPK, Bawaslu dibantu oleh Jaksa dan Polisi. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 447 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa: "Penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan tindak pidana pemilu dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Ini".

Demi membantu penegakan hukum pemilu. Juga penuntasan kasus-kasus pidana pemilu. Pembentuk UU telah memberikan ketentuan syarat khusus yang termuat dalam Pasal 478 UU Pemilu. Bagi Penyelidik dan Penyidik tindak pidana pemilu, mereka harus memenuhi syarat: Pertama, telah mengikuti pelatihan khusus mengenai penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pemilu; Kedua, mereka cakap dan memiliki integritas moral yang tinggi selama menjalankan tugas; Ketiga, tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin.

Mereka semua, penyelidik, penyidik dan penuntut, tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu atau Sentra Gakkumdu. Sebagaimana perintah Pasal 486 UU Pemilu. Agar tercipta kesepahaman dan pola penanganan pidana pemilu. Namun, muncul pertanyaan, apakah polisi dan jaksa di Bawaslu seperti di KPK? Jawaban sederhana, meskipun tidak melalui penelitian mendalam adalah tidak sama.

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Kesan Sentra Gakkumdu yang tidak membantu penguatan Bawaslu cukup jelas. Lihat saja, beberapa kasus terakhir. Contoh: dugaan mahar politik, saat Lanyala versus Prabowo. Atau Andi Arif yang juga menyerang Prabowo. Kasus iklan kampanye yang di duga melanggar ketentuan waktu kampanye oleh PSI, Hanura dan Demokrat.

Semua kandas, saat pihak kepolisian akhirnya menghentikan upaya penegakan hukum pemilu. Belum lagi kasus video kepala daerah yang deklarasi atau kepala daerah yang menyerahkan bantuan dengan mendukung salah satu pasangan calon presiden, juga sebagainya.

Jadi, saat Bawaslu mengatakan suatu pelanggaran pidana pemilu. Sentra Gakkumdu malah menyatakan sebaliknya. Selain itu, saat Bawaslu berharap bisa menghadirkan pelapor dan terlapor. Sentra Gakkumdu malah tiada membantu. Parahnya, tidak ada kejelasan, pernyataan pers atau hasil kesepakatan Sentra Gakkumdu yang bisa memberitahukan alasan suatu kasus terhenti.

Jika hal ini berlanjut, maka, tiada guna Sentra Gakkumdu ada di Bawaslu. Lebih baik merevisi UU Pemilu. Kedepan, penyidik di Bawaslu yang menyidik dan membuat Berita Acara Pemerikaan, Surat Perintah Penyidikan dan melakukan penyidikan juga penyelidikan. Perwakilan Polisi di Sentra Gakkumdulah sebagai koordinator tim penindakan yang mencari bukti dan informasi terkait dugaan pelanggaran hukum pemilu.

Sedangkan penuntut umumnya adalah jaksa yang ada di Bawaslu. Sehingga, jika berkas perkara sudah selesai di Sentra Gakkumdu, maka Jaksanyalah yang mewakili Bawaslu untuk maju dipersidangan. Jaksa Bawaslu ini harus bekerja dalam membantu membuktikan bahwa terduga pelanggar hukum pemilu dinyatakan bersalah di persidangan.

Transparasi

Selain dari itu, transparansi adalah suatu keharusan. Akan lebih baik, bila dimasa yang akan datang, Sentra Gakkumdu menyampaikan kepada publik melalui jalur yang tersedia, terkait informasi berkas yang sedang diperiksa, bagaimana pandangan penyidik, dan menyampaikan hasil penyidikan secara utuh. Agar masyarakat bisa mempelajari proses penegakan hukum. Sekaligus belajar menyusun laporan yang sesuai dengan pemahaman Sentra Gakkumdu.

Dengan demikian, tercipta suatu lembaga penegakan hukum yang kuat dan mandiri. Sekalipun tidak mandiri secara penuh. Sekurang-kurangnya memiliki kemampuan menjinakkan Sentra Gakkumdu, layaknya penguatan KPK. Dengan demikian, polisi dan jaksa di Bawaslu memang fokus untuk membantu penegakan hukum pemilu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun