Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Menjernihkan Masalah Deklarasi Politik Kepala Daerah

22 Oktober 2018   17:03 Diperbarui: 24 Oktober 2018   19:08 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahapan kampanye pemilu serentak 2019 seperti mengulang kejadian lama. Bagai menonton film, judulnya sama, hanya beberapa aktor dan teknis yang berbeda. Jadilah kampanye pemilu yang membosankan. Berdebat, saling serang, mengintimidasi melalui media sosial dan sebagainya.

Kalaupun ada hal baru adalah persoalan hukum. Seperti, bagaimana kasus deklarasi dan kampanye menggunakan kekuasaan eksekutif daerah? Apakah kejadian ini membawa kita ke ruang penegakan hukum pemilu?

Dua pertanyaan ini terkait ulah kepala daerah yang mengampanyekan pasangan calon Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Tentu hal ini menjadi masalah, jika para kepala daerah terbukti melanggar aturan kampanye. Seperti, kampanye dengan atribut dan fasilitas pemerintahan daerah.

Akan tetapi, agar masyarakat lebih memahami secara berimbang. Maka, informasi yang benar dan mendidik menjadi suatu keharusan. Karena kampanye dalam ruang teknis apapun, merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab (Pasal 267 ayat 1 UU 7/2017).

Dengan begitu, masyarakat akan menggunakan pisau analisis yang sama untuk membaca setiap kejadian. Tanpa tendensi dan keberpihakan. Sebagai contoh, deklarasi kepala daerah mendukung Paslon Jokowi dan Ma'ruf Amin.

Masyarakat perlu mengetahui tentang posisi kelapa daerah dalam tim pemenangan. Apakah mereka menjadi koordinator tim daerah atau tidak. Sehingga, kita bisa menilai, posisi mereka saat mengampanyekan dukungan kepada Jokowi.

Kemudian, saat deklarasi, apakah kepala daerah menggunakan citra diri sebagai eksekutif daerah? Seperti baju dinas atau pin yang melekat di baju. Lalu, apakah mereka menggunakan fasilitas yang melekat pada diri kepala daerah? Seperti mobil dinas atau media sosial pemerintahan daerah (Pasal 281 ayat 1 UU 7/2017).

Lalu, saat kampanye, apakah kepala daerah sedang cuti atau tidak. Persoalan cuti memang mudah diakali. Misalnya, tanpa menuduh, bisa saja keterangan cuti diperoleh dengan hari dan tanggal disesuaikan pada saat deklarasi. Tetapi, pertanyaan tentang cuti untuk kepentingan kampanye perlu dipertanyakan. Karena, persoalan cuti ini termuat dalam ketentuan laranhan kampanye (Pasal 281 ayat 2 dan ayat 3 UU 7/2017).

Apabila masyarakat dapat membaca dan menjawab setiap pertanyaan diatas. Barulah kita bisa menilai, seberapa jauh pemilih mampu objektif terhadap kasus-kasus yang diduga melanggar ketentuan larangan kampanye.

Menjernihkan Pikiran Pemilih

Namun untuk permulaan sebagai jalan menemukan suatu kebenaran. Maka, pihak yang memiliki otoritas atas aturan teknis harus bicara. Dalam hal ini, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Kementrian Dalam Negeri.

KPU dengan kapasitasnya, penting menjelaskan secara berulang kepada masyarakat. Penjelasan subtansi dan proses pengundangan Peratutan KPU tentang kampanye. Apa yang dibolehkan dan larangan berikut sanksinya. Sehingga, pemilih paham, bagaimana menilai kejadian politik yang mengikutsertakan jabatan eksekutif daerah.

Masyarakat pemilih berhak mengetahui perjalanan pengaturan kampanye. KPU layak menjelaskan, kenapa PKPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang kampanye telah diubah menjadi PKPU Nomor 28 Tahun 2018 yang kemudian diubah lagi menjadi PKPU Nomor 33 Tahun 2018 tentang kampanye.

Selanjutnya, Bawaslu juga menjelaskan bagaimana menilai larangan dan sanksi dalam kampanye. Sebab, larangan yang diatur dalam undang-undang menjadi wewenang Bawaslu. Tentu saja, kewenangan ini harus disosialisasikan.

Untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan teknis penegakan hukum pemilu yang berkeadilan. Maka, penting juga menjelaskan laporan dan temuan pelanggaran pemilu. Bagaimana cara masyarakat melapor. Dan bagaimana cara pengawas mengurai temuan.

Jangan sampai, masyarakat melaporkan semua kegelisahannya kepada media sosial. Bawaslu diminta sekuat tenaga untuk memberikan pemahaman tindak pidana pemilu. Sebagaimana termuat dalam buku kelima tentang tindak pidana pemilu di dalan kodefikasi UU Pemilu (Pasal 476 sampai dengan Pasal 554 UU 7/2017).

Dari pihak pemerintah, Mendagri perlu menjelaskan terkait aturan peran Kepala Daerah dalam pemenangan paslon Presiden dan Wakil Presiden. Bolehkah kepala daerah mendukung dan bagaimana teknis dukungan yang tidak melanggar aturan pemerintahan daerah dan hukum pemilu.

Tjahjo Kumolo (2015:123) menuliskan bahwa melalui proses pendidikan politik, akan lahir masyarakat yang mandiri secara politik. Dengan demikian, masyarakat dapat berpartisipasi aktif menentukan arah kebijakan pemerintah. Bila dihubungkan pada kasuistis diatas. Pendidikan demokrasi subtansial mengupayakan masyarakat mengetahui dan memahami setiap aturan.

Dari pemaparan diatas, kita mengharapkan masyarakat mampu membaca dilema perdebatan deklarasi kepala daerah mendukung Jokowi. Kemampuan membaca kejadian, siapa, dimana, kapan, bagaimana, seperti apa dan sebagainya. Atau, bagaimana masyarakat menuliskan kronologis kejadian.

Lalu, bagaimana masyarakat memahami dasar hukum yang berkaitan dengan suatu kejadian. Misalnya; ketentuan kampanye di UU Pemilu, PKPU Kampanye, kegiatan pengawasan Bawaslu, Peraturan Pemerintahan Daerah dan sebagainya.

Barulah kita mendapati masyarakat yang maju selangkah. Masyarakat yang objektif mengurai masalah dan dasar hukum, kemudian turut mengawasi pemilu dan melaporkan apabila ada kecurangan. Bukan hanya aktif mengkritik. Tetapi mampu menilai suatu kejadian. Penilaian itu membawa pemilu pada proses membumikan demokrasi prosedural.

*) Oleh Andrian Habibi, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun