KPU dengan kapasitasnya, penting menjelaskan secara berulang kepada masyarakat. Penjelasan subtansi dan proses pengundangan Peratutan KPU tentang kampanye. Apa yang dibolehkan dan larangan berikut sanksinya. Sehingga, pemilih paham, bagaimana menilai kejadian politik yang mengikutsertakan jabatan eksekutif daerah.
Masyarakat pemilih berhak mengetahui perjalanan pengaturan kampanye. KPU layak menjelaskan, kenapa PKPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang kampanye telah diubah menjadi PKPU Nomor 28 Tahun 2018 yang kemudian diubah lagi menjadi PKPU Nomor 33 Tahun 2018 tentang kampanye.
Selanjutnya, Bawaslu juga menjelaskan bagaimana menilai larangan dan sanksi dalam kampanye. Sebab, larangan yang diatur dalam undang-undang menjadi wewenang Bawaslu. Tentu saja, kewenangan ini harus disosialisasikan.
Untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan teknis penegakan hukum pemilu yang berkeadilan. Maka, penting juga menjelaskan laporan dan temuan pelanggaran pemilu. Bagaimana cara masyarakat melapor. Dan bagaimana cara pengawas mengurai temuan.
Jangan sampai, masyarakat melaporkan semua kegelisahannya kepada media sosial. Bawaslu diminta sekuat tenaga untuk memberikan pemahaman tindak pidana pemilu. Sebagaimana termuat dalam buku kelima tentang tindak pidana pemilu di dalan kodefikasi UU Pemilu (Pasal 476 sampai dengan Pasal 554 UU 7/2017).
Dari pihak pemerintah, Mendagri perlu menjelaskan terkait aturan peran Kepala Daerah dalam pemenangan paslon Presiden dan Wakil Presiden. Bolehkah kepala daerah mendukung dan bagaimana teknis dukungan yang tidak melanggar aturan pemerintahan daerah dan hukum pemilu.
Tjahjo Kumolo (2015:123) menuliskan bahwa melalui proses pendidikan politik, akan lahir masyarakat yang mandiri secara politik. Dengan demikian, masyarakat dapat berpartisipasi aktif menentukan arah kebijakan pemerintah. Bila dihubungkan pada kasuistis diatas. Pendidikan demokrasi subtansial mengupayakan masyarakat mengetahui dan memahami setiap aturan.
Dari pemaparan diatas, kita mengharapkan masyarakat mampu membaca dilema perdebatan deklarasi kepala daerah mendukung Jokowi. Kemampuan membaca kejadian, siapa, dimana, kapan, bagaimana, seperti apa dan sebagainya. Atau, bagaimana masyarakat menuliskan kronologis kejadian.
Lalu, bagaimana masyarakat memahami dasar hukum yang berkaitan dengan suatu kejadian. Misalnya; ketentuan kampanye di UU Pemilu, PKPU Kampanye, kegiatan pengawasan Bawaslu, Peraturan Pemerintahan Daerah dan sebagainya.
Barulah kita mendapati masyarakat yang maju selangkah. Masyarakat yang objektif mengurai masalah dan dasar hukum, kemudian turut mengawasi pemilu dan melaporkan apabila ada kecurangan. Bukan hanya aktif mengkritik. Tetapi mampu menilai suatu kejadian. Penilaian itu membawa pemilu pada proses membumikan demokrasi prosedural.
*) Oleh Andrian Habibi, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia.