Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Bunuh Pemuda, Kubur Masa Depannya"

5 Januari 2018   05:33 Diperbarui: 5 Januari 2018   05:45 949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bantai generasi muda untuk mengubur masa depan. Mungkin itulah kalimat yang pas sebagai penyentil.

Bahwa generasi muda adalah tunas pembaharuan. Wajib dirawat dengan penanganan khusus. Tapi bila diinjak, maka harapan berkembang dan memberi mamfaat pun sirna.

Dalam hal politik, pemuda sering mendapatkan perlakuan tidak adil. Kadang mereka hanya menjadi pekerja, pelaksana, panitia atau pembantu. Tenaga dan pemikiran habis terkuras dengan dalih "masa proses".

Selama mereka berkembang, pemuda hanya mendapatkan pemaksaan untuk belajar dan mengerjakan perintah senior. Alasan umum yang mendapatkan pembenaran adalah pasal senioritas.

Bahwa ada pasal pertama, senior tidak pernah salah. Kedua, bila senior salah kembali pada pasal pertama.

Dengan pasal senioritas, berlakulah sistem antrian. Junior wajib antri. Senior mendapatkan kesempatan pertama dalam pelbagai hal. Kenapa? Karena senior adalah senior. Mereka hebat. Sedangkan junior? Belajar dulu. Nanti ada waktunya.

Nanti? Kapan? Sampai junior menjadi junior tua? Atau sampai seniornya meninggal dunia?

Belum lagi muncul pasal penindasan dan pembunuhan. Sebuah tragedi, saat seorang pemuda pembelajar harus stres. Kalau bisa meninggalkan komunitas. Karena senior merasa terganggu akan gerakan pembaharuan sang pemuda.

Padahal, semua masa ada kisah tersendiri. Lalu, kisah-kisah memiliki tokoh tersendiri. Sehingga, tidak ada alasan pemuda terhambat. Apalagi dengan alasan yang tidak masuk akal.

Mungkin kita bisa melihat pelbagai kejadian matinya pemuda. Bukan mati dalam hal meninggal dunia. Tetapi mati dalam keaktifan akibat politik.

Sehingga, ada kecenderungan senioritas mengancam perkembangan politik. Bukan hanya itu, potensi kematian organisasi pun bisa terjadi.

koleksi pribadi
koleksi pribadi
Lalu, bagaimana mengantisipasi kematian pemuda dengan tetap menjaga superior senior? Ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan.

Pertama, apakah persoalan menghambat karena faktor ketidakpercayaan? Jika iya, maka harus digali lebih mendalam. Apa alasan sebenarnya muncul ketidakpercayaan tersebut. Karena, masalah itu bisa berbalik arah. Bagaimana jika kelompok muda juga tidak percaya dengan yang tua?

Perkara percaya tidak percaya. Merupakan persoalan pelik. Percaya itu timbul karena proses. Dengan melihat proses. Barulah kepercayaan timbul. Tentu saja kelompok tua wajib memakai kacamata objektif. Bukan sekedar nafsu dinasti politik yang terkesan memaksa.

Kedua, apakah masalah meragukan kelompok muda akibat ketakutan arah perjuangan? Bila kelompok tua ragu. Sedari awal, pembahasan penurunan semangat juang sudah dibahas. Kalau perlu, semangat juang dan kajian idiologi organisasi diturunkan dengan konsep kaderisasi.

Namun, perlu dipertimbangkan hubungan idiologi dengan kondisi kekinian. Apakah memang kelompok muda tidak mampu menjaga idiologi organisasi? Belum tentu. Bisa saja kelompok muda lebih mampu mengemban semangat juang. Atau pemuda berpotensi menguatkan idiologi dalam membumikan organisasi.

Jika tidak, coba berkaca pada kisah kehidupan. Benarkah perkaderan sudah berjalan? Apakah benar langkah dinasti maupun pengkultusan?

Sebaiknya, pedulilah dengan pembaharuan dan pendidikan politik. Semangat juang tidak akan menurun, bila ruang pembelajar hanya muncul di mulut saja. Lebih baik mencari solusi sembari membantu penguatan antar generasi.

Dengan demikian, perjuangan berkelanjutan akan terjadi. Ingatlah, membuat kisah setiap masa harus adil. Bukan dengan cara mengisi semua waktu dengan pembagian se-generasi. Mulailah membangun tokoh setiap masa. Karena demi masa, sesungguhnya manusia itu bisa mendapati kerugian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun