Ibu, perempuan yang mengandung dan melahirkanku. Kata Ibu, saat tangisku pecah di siang hari, Jum'at, 20 Oktober. Tubuhku begitu kecil. Sungguh kecil dan harusnya dirawat inap.
Tetapi, Ibu dan ayah tidak punya uang. Sehingga terpaksa membawaku pulang. Setiap hari. Ibu membakar rempah-rempah. Lalu menghangatkan diriku diatasnya.
Tangisnya sembari berdoa demi kesehatanku. Ibu bilang, dia bersyukur karena aku bisa hidup sampai sekarang. Ibu juga berkata, bisa hidup aja sudah bahagia. Dia tidak membutuhkan apa-apa selain melihatku hidup dan terus tumbuh.
Berkat kesabaran ibu lah aku bisa hidup. Perjuangannya tiada akhir. Saat aku masih di kandungan, dia tetap bekerja. Setelah lahir, Ibu merawatku. Bahkan sampai ku sekolah, ibu lah guru pertama dan pembimbingku memahami kehidupan ini.
Berkat Ibu aku bisa hidup. Berkah ibu juga, aku belajar kehidupan.
Ibu selalu menggoda untuk memberikan semangat. Sejak kecil aku mendapat ejekan "hitam dan jelek".
Ibu bilang, aku ini ganteng. Ya iya lah. Aku kan anak ibu.
Kalau ibu orang lain, belum tentu mengatakan aku ganteng. Tapi, senyum ibu mencoba meyakinkan bahwa hitam bukan suatu kejelekan.
Kalau merasa malu. Berarti tidak mengakuik Ibu sebagai ibuku. Parahnya, tidak bersyukur telah diciptakan oleh Tuhan.
Ibu oh ibu
Berkat Ibu, aku bisa sekolah. Mulai dari TK, SD, SMP, SMA dan menyelesaikan S1. Ibu lah guru yang mengurusi pendidikanku. Tidak pernah lelah.