Kata ibu, anak harus lebih baik dari orangtuanya. Jika ibu hanya sampai Diploma II. Anak-anaknya harus sarjana. Ibu mengingatkan jika dia punya cucu. Dia ingin cucunya minimal Magister. Begitu seterusnya.
Ibu itu kuat. Bahkan fisiknya lebih kuat dariku. Ibu bisa sakit apapun. Tapi dia tetap bekerja.
Sedangkan diriku? Sakit sedikit saja sudah minta istirahat. Tidak bisa menyamai kehebatan ibu.
Bagiku ibu bagaikan tokoh super hero. Tidak kenal lelah dan sakit. Semua ditahan dalam senyum.
Ibu jarang ke Rumah Sakit. Katanya kalau ke RS. Bakalan bertambah sakitnya. Sakit ini lah. Sakit itu lah. Tahan aja, paling besok sudah sembuh lagi.
Berkat Ibu, aku bisa belajar bagaimana mengurusi keluarga.
Kata Ibu, jika sudah punya keluarga. Tidak boleh mengeluh di depan istri dan anak-anak. Jika aku mengeluh. Kepada siapa keluargamu menggantungkan harapan.
Ibu juga mengajarkan agar anak-anaknya tidak memberatkan anak orang lain. "Jika istrimu bekerja, gajinya adalah haknya, sedangkan uangmu juga haknya" kata ibu.
Masih banyak lagi pelajaran yang ibu berikan. Bahkan, berkat ibu aku bisa menandatangani berkas. Tanda tangan ibu dan aku itu sama. Beda huruf saja, Ibu pakai huruf KHLI, sedangkan tandatanganku pakai huruf RI.
Sehat selalu ibuku. Sabarlah sedikit lagi. Sampai aku menemui pintu yang sedang ku kejar.