Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ngopi Itu Sandi

22 November 2017   23:55 Diperbarui: 23 November 2017   00:07 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika muncul jawab menjawab di sebuah group Whatsapp (WA). Awalnya sih biasa-biasa saja. Seorang pekerja membela atasannya. Bawahan bela atasan? Wajar lah tidak penting amat untuk di bahas.

Namun, permasalahan muncul saat keegoannya meninggi. Ya wajar lah, orang kuliah di kampus negeri atau di luar negeri memiliki rasa tinggi hati. Tidak semua sih. Kebanyakan iya.

Terlebih orang tersebut sudah bekerja. Tidak bisa lagi dinasehati. Tapi menasehati paling jago se jagat raya. Saat itu, dengan lugu dia mengatakan :

"Ah kamu baper"

"Itu kan karena kamu engga diajak ngopi"

"Dikit-dikit minta diajak ngopi"

"Datang aja ke ruanganku, berapa gelas kamu mau ngopi, habiskan saja"

Ya Tuhan. Sebegitunya kah dia menilai orang yang tidak memiliki apa-apa. Iya, diriku memang berasal dari keluarga tidak mampu. Rumah pun tiada. Sampai sekarang keluarga ngontrak.

Selain itu, saya memang kuliah di kampung. Tapi apakah orang kampung yang kukiah di kampung tidak memiliki hak untuk bicata? Apakah orang kampung yang menjadi aktifis di kampung tidak memiliki kesempatab untuk belajar di Jakarta?

Sepertinya beberapa orang tidak tahu apa yang dimaksut dengan "ngopi-ngopi".

adrian
adrian
Ngopi Solusi Politik

Perkara hal ngopi di cafe. Bukanlah sesuatu yang patut di sombongkan. Semoga diriku selalu diingatkan juga. Bahwa ngopi tidak serendah apa yang dibayangkannya. 

Ngopi memiliki mamfaat yang lebih luas dari sekedar menghabiskan segelas kopi dengan harga 30.000 sampai 50.000 rupiah per gelas.

Bukan kawan. Bukan soal harga kopi. Tidak juga kami mengharapkan diajak ngopi di cafe. Toh kami juga bisa.

Tapi ngopi adalah kode. Sebuah pesan rahasia bagi orang-orang yang memahami. Atau tanda khusus oleh para aktifis.

Jika kata ngopi keluar. Maka tandanya harus ada pertemuan. Dalam pertemuan itu keluarlah cerita, masalah atau perdebatan. Lalu setiap orang yang ngopi tadi menyusun persamaan persepsi.

Kemudian mengurai kusut masalah. Semua demi mencapai kesepakatan bersama. Kata ngopi juga pertanda bahwa masalah tidak bisa diselesaikan dengan adu mulut. Apalagi adu tangan. Kalau soal ini, main kayu pun jadi bung.

Misalnya, dua politisi berbeda partai maupun di satu partai berkelahi. Maka solusinya adalah ngopi. Dengan minum segelas kopi, setiap personal memahami bahwa mereka harus mencari solusi.

Bahkan, banyak kisah yang menceritakan masalah-masalah bangsa selesai di meja kopi. Semua dapat di bicarakan. Asal mau membawa diri kepada pencarian muara solusi. Tidak terkecuali perang, diplomasi perdamaikan juga menggunakan kode ngopi sebagai tanda memulai kesepakatan untuk berdamai.

Tapi perlu diingat, kata ngopi bukan berarti wajib meminum segelas kopi. Itu hanyalah kode bisa "bicara". Jikalau dua orang atau lebih mecari titik temu. Bisa saja ia memesan susu, teh, jus atau segelas air putih. Terserah anda.

Jadi, jikalau anda menghina kata ngopi dan meledek orang yang meminta waktu untuk ngopi. Artinya anda bukan lah aktifis, atau anda tidak pernah menjadi akfis.

Tingkat kedewasaan berpolitik bisa diukir dengan kemauannya untuk ngopi bareng. Seandainya ia menerima.

Maka dia sidah selangkah menuju pencari solusi dan pengatur strategi. Jika tidak, buka dompetmu kalau ada uang, kalau tidak ya berhutang saja, lalu traktir dia dengan memesan kopi paling mahal di suatu cafe. Agar keseombongannya luntur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun