Buku "Jejak Hayat dan Pemikian Lafran Pane" karya Hariqo terpampang kisah perjalanan hidup pendiri HMI.
Lafran, pemuda yang resah melihat tingkah pola kehidupan mahasiswa awal kemerdekaan. Lafran merasa gelisah bagaimana mahasiswa-mahasiwi lebih peduli dengan budaya 'barat.
Dalam perenungan, Lafran kemudian memprakarsai berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam. Organisasi kemahasiswaan berlabel 'islam' pertama di Indonesia. Sejak 5 Februari 19547, Lafran mengawal HMI sampai akhir hayatnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan menegakkan syiar Islam.
Lafran, Pemuda yang turut menjadi saksi peristiwa detik-detik menjelang kemerdekaan terus menjaga keutuhan NKRI. Dari raganya, ia ikut dalam pergolakan melawan penjajah untuk mempertahankan Kemerdekaan. Dengan pemikirannya, Lafran menghimpun mahasiswa (Islam) dalam persatuan dan kesatuan.
Lafran terkenal keras dalam pendiriannya, salah satu adalah menjaga independensi untuk tidak berpolitik. Meskipun Lafran tidak melarang alumni HMI berpolitik. Ia tetap menjaga semangat dan pembagian tugas kerja di ranah pengabdian. Lafran mengajarkan bahwa perjuangan mengisi kemerdekaan bisa dilakukan dengan aktifitas apapun.
Agussalim Sitompul, pencatat dan tokoh sejarah HMI pernah mengatakan bahwa Lafran juga keras dalam keseharian. Lafran tidak pernah mengharapkan sesuatu yang bukan miliknya. Kalau ada keinginan, maka ia akan berusaha mendapatkan sendiri tanpa bantuan orang lain.
Kisah kesederhanaan dan kerasnya pendirian dibenarkan dalam Buku Hariqo. Dua pencatat sejarah Lafran menceritakan bagaimana Akbar Tanjung terpaksa 'mengakali' Lafran hanya demi Lafran menerima jas bagus.
Bahkan, upaya Tokoh Senior Partai Golkar ini memasukkan nama Lafran sebagai salah satu Dewan Pertimbangan Agung pun tidak mampu merubah pendiriannya.
Catatan kisah pembelajaran dari Lafran adalah saat pihak Sekretariat DPA RI menghubungi Lafran untuk menanyakan kebutuhan yang diperlukan sebagai salah satu DPA.
"saya butuh telepon, itu saja" kata Lafran santai.
Bayangkan, jika kita menjadi salah satu anggota DPA. Bisa dipastikan kita akan meminta rumah dinas, mobil mewah dan pelbagai fasilitas penunjang lainnya. Lain Lafran, ia hanya membutuhkan telepon karena di rumahnya tidak ada, cukup dan tidak lebih dari itu.