Aku pernah mendengar tentangmu dari buku cerita yang dibacakan ibuku sebelum tidur.
Tempat dimana kau tinggal dengan makanan yang berlimpah susu dan madu.
Halamanmu yang ditanami pohon anggur dan apel serta bunga-bunga yang menari dengan anggun.
Bahkan kau bernyanyi diiringi suling, kecapi, dengkuran burung dan tarian bocah.
Istimewa kagumku akan tempatmu, aku bermimpi akan menemukan tempatmu
Ketika aku mulai bisa membaca sendiri tanpa perlu mendengar cerita dari ibuku,
Yang kubaca adalah teriakan dan nyinyiran para rakyat, bahkan ratapan dan amarah pemimpin
Aku mulai berpikir apakah kau berbohong?
Mungkin televisi berbeda pikirku, namun kulihat adalah kesedihan dan duka serta orang yang memamerkan kepalsuan dengan baju yang indah
Kembali kucari tempat indah dan damai seperti tempatmu, mungkin di pinggiran bumi nun jauh.
Kubajak dan kujelajahi bumi, berlayar mencari negeri yang kudengar dulu.
Negeri dengan air nan jernih, dimana semua bisa berkaca dan tersenyum di pinggiran telaga.
Negeri dengan anak-anak bermulut santun dan kata yang menyejukkan relung bagi jiwa manusia untuk tunduk dalam dekapanNYA.
Tetapi tidak ada yang istimewa dari pencarianku.
Yang kutemukan foto-foto menarik penuh topeng dan kebisingan.
Memberikan yang tidak dibutuhkan dengan kutipan kata yang semu
Lelah ku mencari, hingga pada suatu sore langit berkata kepadaku
"Ciptakan saja negeri indah damaimu itu, daripada kau lelah mencari, usahakan saja!"
"Ahh langit, enak saja kau berkata-kata," teriakku.
Tapi langit selalu jujur. Ia tahu dan melihat rinduku dan juga rindu bocah-bocah lainnya.
Ia telah berada di atas sana sejak dulu bersama pagi menuju siang dan menyusul malam
Bahkan langit telah mendengar harap dan jeritan mimpi anak negeri yang telah terkubur
"Dimulai dari dirimu," kata langit lagi.
"Jangan bertanya dimana negeri damai itu, ciptakan saja bersama burung, pepohonan,dan kekasihmu. Ciptakan saja bersama supir bus yang sering kau tumpangi, si Abdul keponakanmu dan gerombolan bocah anak tetangga yang suka bermain layangan."
"Bacakan saja buku cerita ibumu kepada mereka, sehingga mereka tidak akan melupakannya seperti dirimu."
"Mungkin esok lusa, negeri DAMAI itu datang menghampiri karena banyak yang merindunya," kata Langit lagi kepadaku.
Termangu kumendengar nasehat si Langit
Sambil berjalan pulang, ku berharap negeri DAMAIku segera tiba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H