Bergidik ku mendengar kisahmu
Tak kuasa kutahan air mataku
Entah ingin menangis ku, entah ingin teriakku
Mungkin kata tak cukup membalutmu
       Wahai kau teman, sabarlah
       Wahai kau teman, kuatlah
       Kata itu mungkin kosong bagimu
       Bagaimana kan kuat menghadapi amarah dan muntahan sang gunung?
       Bagaimana hendak bernafas di tengah semaraknya abu vulkanik?
       Bagaimana hendak tersenyum ketika bibir ini kering dan lelah berteriak
       Bagaimana hendak melukis warna di saat yang dilihat hanya kabut vulkanik yang merajai?
Wahai kau teman, sabarlah
Mungkin hanya itu yang bisa kukatakan
Sabar dan berjuanglah menghadapi amukan dan amarahnya sang gunung
Tahukah kau kawan? Hati in pun pilu bagai sembilu atasmu
PIntaku padaNYA untuk pertolonganmu kawan
Pintaku padaNYA untuk kekuatanmu kawan
Pintaku padaNYA untuk kesabaranmu kawan
Sekalipun sabar telah menguap entah kemana
Bekasi, 3 oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H