Anak dara melipat kertas
Kertas dilipat membentuk angsa
Bonus demografi yang berkualitas
Kualitas pemuda memajukan bangsa
Pagi itu ketika membaca harian Kompas 8 september 2016, saya sangat terkejut dan juga kaget. Artikel tersebut terpampang nyata di hadapan saya, namun menjadi buram dan mendung ketika dibayangkan.
Bagaimana bisa? Kok mau? Apa yang dipikirkannya? Sedihnya keluarga yang ditinggalkan, pikiran –pikiran itu menjalar di kepala saya. Bayangkan setiap satu jam, satu orang bunuh diri. Jadi dalam satu hari, bisa saja  terdapat 24 orang bunuh diri, dalam seminggu terdapat 168 orang yang mati, bagaimana kalau  sebulan, setahun? Berapa jumlah orang yang mati? Berapa banyak yang menangisi? Bergidik saya mengkhayalkannya.
![dokumen pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/14/img011-57d8ea30539773890f214b33.jpg?t=o&v=770)
Kompas memaparkan, menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2016 bahwa prevalensi bunuh diri di Indonesia mencapai 3.7 per 100.000 penduduk dan Indonesia menduduki peringkat ke-114 di dunia dengan angka bunuh diri tertinggi. Tujuh puluh lima persen (75%) kasus bunuh diri terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Miris sekali melihat data di atas, apalagi usia-usia produktif yang menjadi generasi penerus bangsa yang melakukan tindakan bunuh diri paling banyak. Belum lagi kita juga sering mendengar tentang penggunaan narkoba dan seks bebas dikalangan remaja. Data dari BKKBN tercatat sekitar 5.1 juta penduduk menggunakan narkoba, tercatat pula jumlah para penduduk usia produktif di dalamnya.
Jika para penduduk usia produktif dan menjadi penerus bangsa begitu, bagaimana kita bisa maju, bagaimana kelanjutan bangsa ini? Mungkin pemikiran itu yang banyak mucul di benak setiap kita.
Namun ketika kita melihat dan mendengar nama-nama seperti Joey Alexander seorang pianis muda Indonesia  berusia 11 tahun yang memukau publik New York dengan permainannya, Fery Unardi seorang co founder dan CEO Traveloka, pasangan ganda campuran Owi dan Butet yang sukses mendapatkan medali emas dalam olimpiade, Peggy Hartanto seorang desainer dengan label Hartanto dimana karyanya digunakan selebritis dunia sebut saja Gigi Hadid dan Lindsay Lohan, tentunya gairah bangsa pun turut bangkit mendengar prestasi mereka.
![www.republika.co.id](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/14/www-republika-co-id-57d8f6a53cafbd6840c1dd64.jpg?t=o&v=770)
Pemuda adalah pribadi yang sangat luar biasa. Memiliki kekuatan fisik dan semangat yang lebih dibandingkan anak-anak dan orang tua. Pemuda dikatakan juga orang-orang yang berusia produktif, mampu melakukan hal-hal fantastis, hal-hal besar, bahkan mampu mengguncang dunia. Tumpuan suatu bangsa tergantung kepada pemuda bangsa tersebut. Sejarah mencatat, bahwa pemuda berperan aktif dan sangat berpengaruh untuk kemajuan bangsa Indonesia. Sebut saja sumpah pemuda yang diikrarkan pada tanggal 28 oktober 1928, gerakan-gerakan pemuda yang menantang penjajah, dll.Â
Peranan usia produktif/ pemuda sangat besar bagi kemajuan ataupun kemunduran suatu bangsa. Indonesia diprediksikan mendapatkan ledakan jumlah usia produktif/ pemuda di tahun 2020-2030. Ledakan jumlah usia produktif tersebut disebut sebagai bonus demografi.
Bonus Demografi
Indonesia diprediksikan akan mengalami bonus demografi di tahun 2020-2030. Dimana jumlah usia produktif (15-64 tahun) diperkirakan mencapai 70% dibandingkan usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) yang hanya 30%. Pada fase bonus demografi tingkat ketergantungan penduduk tidak produktif kepada penduduk produktif cenderung rendah tampak seperti diagram berikut Â
![spberitasatu.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/14/grafil-kondisi-bonus-demografi-spberitasatu-com-57d8ecc2d27a61b74561e822.jpg?t=o&v=770)
Demikian juga bonus demografi ini bisa menjadi keuntungan dan lompatan yang besar untuk kemajuan dengan kuantitas penduduk usia produktif yang berkualitas dan bekerja untuk kemajuan atau kuantitas penduduk usia produktif yang tidak berkualitas. Tidak memilki peluang dan tidak berkembang. Bonus demografi ini menjadi tantangan yang besar untuk masa depan bangsa Indonesia. Berdampak positif jika ditangani dengan benar dan berdampak negatif jika penangananya salah.
Namun jika fokus dan sasaran pemuda salah, maka dapat terjerat kepada hal-hal merugikan seperti narkoba, free sex, tindakan kejahatan lainnya apalagi jika tidak tersedianya lapangan pekerjaan, tidak meratanya pembangunan dll. Tentunya Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan peluang bonus demografi ini. Dengan setiap keadaan yang sudah menjadi kodrat bangsa Indonesia, pembenahan-pembenahan harus dilakukan.Â
Kodrat fisik dan kodrat sosial
Indonesia memilki kodrat (sifat bawaan) secara fisik dan sosial. Menurut Prof Dr. I Gede Astra Wesnawa kodrat fisik Indonesia adalah sebagai negara maritim, sebagai titik pertemuan lempeng bumi, sebagai negara kawasan khatulistiwa, Negara strategis dan negara yang kaya akan sumber daya alam. Sedangkan kodrat sosial yang tidak terbantahkan yaitu sebagai negara dengan kenaikan laju populasi tinggi, negara dengan ketimpangan distribusi pupulasi, multi agama, multi etnis dan multi budaya.
Akibat laju populasi yang tinggi
Melirik kodrat sosial sebagai negara dengan kenaikan laju populasi yang tinggi dan negara dengan distribusi penduduk yang timpang adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam demografi. Menurut data BKKBN Indonesia menduduki urutan keempat di dunia dari aspek jumlah penduduk yaitu 255 juta jiwa, dengan Laju Pertumbuhan (LPP) 1.49 % setiap tahun.
Jumlah tersebut tentu berdampak kepada pemenuhan kebutuhan hidup (primer, sekunder, tersier), kebutuhan energi dan ruang. Kebutuhan energi untuk melangsungkan kehidupan dan penghidupan penduduk. Peningkatan laju populasi penduduk tentu mengakibatkan penggunaan energi semakin meningkat. Jika energi digunakan terus tentu semakin habis sumber energi tersebut jika tidak terbarukan. Contoh saja penggunaan minyak bumi, batu bara, emas, timah dan kekayaan alam lainnya.
![tataruangpertanahan.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/15/images-57da49bac523bd1c4291c014.jpg?t=o&v=770)
 Permasalahan yang semakin kompleks jika energi dan ruang tersebut tidak terbarukan dan tidak dikordinir dengan baik. Apalagi jika laju pertumbuhan penduduk tidak terkontrol.Â
Distribusi penduduk yang timpang
Selain pertambahan jumlah penduduk yang meningkat setiap tahun, distribusi penduduk yang tidak merata harus ditangani untuk menyikapi bonus demografi. Pembangunan fisik negara Indonesia seperti infrastruktur, teknologi, transportasi, komunikasi dan informasi masih tidak merata seirign dengan distribusi penduduk yang tidak merata.
Ketidakmerataan pembangunan menyebabkan aliran penduduk menuju daerah-daerah yang menyediakan kelengkapan fasilitas tersebut, sehingga daerah dengan fasilitas-fasilitas lengkap sangat komplek kepadatannya. Contohnya saja pulau Jawa yang menjadi pusat pembangunan, sangat padat penduduknya dibandingkan pulau-pulau lain.Sehingga sering terdengar istilah Jawasentris. Dengan luas wilayah hanya 7% dari luas keseluruhan Indonesia, namun memilki jumlah penduduk hampir 57%.Bayangkan betapa padat dan sumpeknya.
![dokumen pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/14/img012-57d8f917509373d405654125.jpg?t=o&v=770)
Menyikapi bonus demografi tersebut, tentunya bangsa Indonesia harus bersiap, bukan hanya pemerintah namun seluruh masyarakat. Apalagi Indonesia juga menghadapi MEA. Hal-hal yang harus dilakukan untuk menyikapi hal tersebut adalah :
- Mempersiapkan generasi penerus yang sehat. Generasi yang baru dan terbarukan sebagai sumber daya manusia. Generasi yang sehat mental dan sehat fisik. Bukan hanya tanggung jawab negara, namun juga keluarga dengan memberikan gizi yang baik, imunisasi yang baik, meningkatkan kemampuan dan pengetahuan untuk merawat kesehatan. Pemerintah melakukan bagiannya dengan memberikan pelayanan kesehatan yang baik, dan terjangkau. Penyuluhan dan informasi yang terbuka tentang kesehatan. Pengawasan di bidang pelayanan kesehatan dan obat-obatan lebih diperjelas dan dipertegas regulasinya. Beberapa waktu lalu kita mednengar berita tentang vaksin palsu, obat-obatan palsu,dll. JIka hal tersebut tidak ditindak tegas bagaimana kesehatan generasi penerus bangsa? Apa membangun dengan generasi penerus yang sakit dan kekurangan gizi?
- Memberikan pendidikan yang baik dan bermutu bagi generasi penerus. Dimulai dari keluarga dan juga tanggung jawab negara untuk menjamin hak setiap warga mendapatkan pendidikan minimal 12 tahun. Memperlengkapi generasi dengan soft skil dan pendidikan karakter, sehingga selain memilki kemapuan akademis juga memiliki potensi-potensi lain untuk maju dengan karakter yang baik dan sesuai karakter bangsa.
- Menumbuhkan rasa cinta tanah air. Sesuai dengan nawacita yang ke- 8 presiden Jokowi –Jk, yaitu melakukan revolusi karakter bangsa  dengan mengedepankan aspek kewarganegaraan, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air.
- Pemerintah menjaga dan memelihara semua aset bangsa Indonesia. Baik aset yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.
- Pemerintah mengembangkan dan memperbaharui sumber daya alam (SDA) untuk kelangsungan hidup generasi berikutnya.
- Pembangunan infrastruktur/sarana-prasarana yang merata, sehingga penduduk tidak terfokus di satu daerah saja.
- Menciptakan lapangan kerja dan bidang usaha. Menggandeng investor-investor untuk mengembangkan lapanagan kerja
- Pengaturan laju penduduk. Indonesia dengan program KB dari BKKBN dikatakan cukup berhasil untuk mengendalikan jumlah penduduk. JIka Indonesia dapat konsisten dalam menekan angka fertilitas (kelahiran), maka ledakan penduduk dapat terkontrol dan pembanguan serta pemenuhan kebutuhan penduduk dapat lebih terjamin.
Mereka memanfaatkan bonus demografi
Bonus demografi yang dimanfaatkan dengan baik tentunya menjadi peluang untuk kemajuan negara tersebut. Beberapa negara memanfaatkan bonus demografi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Seperti Korea selatan yang terkenal dengan industri kreatifnya, musik, film, drama seri, boy band dan girl band, menjadi daya tarik Korea selatan sebagai tempat tujuan wisata. Pertumbuhan ekonominya sebelum demografi 7.3% menjadi 13.2% setelah bonus demografi. Singapura dari 8.2% menjadi 13.6% dan Thailand dari 6.6% menjadi 15.5% dengan bonus demografi (lihat disini).
Kuantitas dan Kualitas
Kuantitas jumlah penduduk harus diimbangi dengan kualitas penduduk tersebut. Kuantitas yang baik disertai kualitas menghasilkan pemberdayaan yang maksimal. Mari ciptakan generasi penerus bangsa yang siap menyambut tantangan dan masa depan. Bonus demografi, kuantitas yang berkualitas.
Referensi :
I Gede Astra dan Putu Indra. (2014). Geografi Bencana. Yogyakarta : Graha Ilmu
disnakertransduk.jatimprov.go.id
Facebook :Â andriana.rumintang
twitter  :andrianarumintang
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI