Mohon tunggu...
andriana rumintang
andriana rumintang Mohon Tunggu... Administrasi - menyukai rangkaian kata yang menari dalam kisah dan bertutur dalam cerita. Penikmat alunan musik dan pecinta karya rajutan

never stop learning

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Lupa Kodrat dalam Bersosial Media

1 September 2016   15:04 Diperbarui: 13 September 2016   13:53 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kodrat sosial Indonesia secara umum dibedakan yaitu : negara dengan kenaikan laju populasi yang tinggi, negara dengan distribusi penduduk yang timpang, negara multietnis, negara multiagama, negara multibudaya.*

www.infokekinian.com
www.infokekinian.com
Multietnis, multi agama dan multi budaya

Saya akan melirik tiga kodrat sosial yang sering menjadi area rawan konflik karena perbedaannya yaitu multietnis, multi agama dan multi budaya. Bagi indonesia, kemajemukan etnis, agama dan budaya adalah kodrat yang tidak bisa terbantahkan.

Di Indonesia diperkirakan terdapat 931 etnis dengan 731 bahasa. Etnis besar di Indonesia antara lain: Jawa, Melayu, Bali, Minangkabau, Batak, Bugis, India, Arab, dan Tionghoa. Kekayaan multietnis tersebut juga menghasilkan variasi bentuk fisik, gaya hidup, sistem religi, hukum, arsitektur, makanan, dan kesenian/budaya yang berbeda-beda yang menjadi modal yang menarik bagi bangsa INdonesia. Namun tak jarang pula kekayaan perbedaan etnis memiliki potensi bahaya konflik.  

Agama-agama di Indonesia yang diakui yaitu agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu menjadikan Indonesia sebagai negara multi agama yang memilki potensi dan peran vital dalam proses integrasi dan pembangunan Indonesia. Namun kodrat multi agama dapat mengandung potensi terjadinya konflik dan disintegrasi bangsa jika tidak disikapi dengan bijak.

Karena adanya warisan politik imperialis, fanatisme agama yang dangkal, keras, sikap sentimen, cara penyebaran agama yang agresif, pengaburan nilai-nilai agama, ketertutupan penganut agama itu sendiri. Sikap penganut agama yang menimbulkan rasa eksklusif, meremehkan, mengkritik, menjelek-jelekkan keyakinan penganut agama lainnya masih sering terjadi.  Hal itu dapat menimbulkan rasa permusuhan anatar umat beragama, dengan akibat saling serang dan balas dendam.

Konflik antar agama ini dapat menjadi penghancur kedamaian dan kententraman bangsa. Seperti  kasus pengrusakan vihara di tanjung balai dikarenakan sang provokator mengangkat isu perbedaan agama.Tak jarang kita melihat di media sosial berita-berita yang membawa isu perbedaaan agama. Bahkan juga terdapat kotbah-kotbah dari pemuka agama terntentu yang menerbitkan kebencian ataupun permusuhan. Konflik yang dipicu masalah agama memang lebih sensitif, karena agama menjadi keyakinan yang paling esensial dan juga hak asasi manusia yang diatur didalam UUD 1945 pasala 29 ayat 1 dan ayat 2. Kebebasan kita dalam memilih dan beribadah dengan agama dan keyakinan masing-masing juga terikat dengan kebebasan orang lain dalam menjalankan ibadahnya yang artinya orang lain pun berhak menjalankan kebebasan beragama dan memilki hak yang sama dan dijamin oleh negara. Sesama warga negara yang memilki hak yang sama dalam menjalankan agamanya masing-masing harusnya menghargai dan menerima perbedaan tersebut.

Kodrat multibudaya karena Indonesia memilki banyak suku bangsa dan budaya. Masyarakat Indonesia dan kompleks kebudayaannya adalah plural dan heterogen. Begitu banyak perbedaan, jika tidak disikapi dengan bijak  menurut prof Dr. I Gede Astra Wesnawa dapat menimbulkan konflik sosial. Konflik sosial sebagai gerakan masal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya, ekonomi yang biasanya dikemas sebagai peretentangan SARA.

Seharusnya menyikapi kodrat Indonesia dengan berbagai potensi tersebut, bangsa Indonesia sadar dan menjadikan setiap perbedaan sebagai modal untuk memperkaya negara Indonesia. Namun tak bisa dipungkiri, perbedaan-perbedaan tersebut dimanfaatkan oleh orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan individu ataupun kelompoknya.

Termasuk dalam menyebarkan pandangan, menyebarkan perbedaan, menyebarkan hasutan, kritikan, kebencian bukan hanya digunakan secara langsung namun juga memanfaatkan majunya teknologi memanfaatkan teknologi seperti media sosail untuk mencapai tujuannya dan untuk memepercepat penyebaran informasi yang menyesatkan. Sistem seperti yang dilakukan penjajah dulu terhadap bangsa Indonesia yaitu politik devide et impera (adu domba).

www.siperubahan.com
www.siperubahan.com
Sudah menjadi sejarah bahwa bangsa Indonesia pernah mengalami penjajahan Belanda selama 350 tahun dan mereka sukses dengan politik adu domba. Setiap perbedaan suku, pandangan, agama dimanfaatkan untuk memecahbelah bangsa kita. Padahal kalau dilihat dan dicermati, sesungguhnya bangsa kita memilki pahlawan-pahlawan yang tangguh, yang rela berkorban demi negaranya, namun karena banyak yang termakan tipuan penjajah, maka kemerdekaan tersebut tidak cepat dan tidak gampang diperoleh. Masa kini pun, politik devide et impera tetap harus dilawan karena politik adu domba masih digunakan sebagai senjata yang ampuh untuk menghancurkan persatuan, termasuk digunakan di media sosial, politik devide et impera masa kini.

Setelah kemerdekaan dengan Bhineka tunggal Ika, sepertinya kita jatuh bangun untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan memajukan bangsa. Contohnya saja sejak tahun 2014 komnas HAM mencatat, pengaduan terkait pelanggaran hak kebebasan berkeyakinan selalu meningkat. DI tahun 2014 tercatat 74 pengaduan, tahun 2015 mencapai 87 pengaduan. Bentuk pelanggaran adalah pelarangandan pengrusakan tempat ibadah, penghalangan aktivitas keagamaan dan pembiaran kekerasan. Tindak perusakan rumah ibadah adalah bentuk tindakan krimnal, dimana Undang-Undang pasal 9 ayat 2 nomor 9 tahun 1998 telah mengatur larangan rumah ibadah dijadikan sasaran demonstrasi massa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun