Mohon tunggu...
andriana rumintang
andriana rumintang Mohon Tunggu... Administrasi - menyukai rangkaian kata yang menari dalam kisah dan bertutur dalam cerita. Penikmat alunan musik dan pecinta karya rajutan

never stop learning

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nikah Usia Ideal Menjemput Keluarga Bahagia

12 Agustus 2016   10:10 Diperbarui: 29 Agustus 2016   15:36 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.media-release.info

www.bkkbn.go.id
www.bkkbn.go.id
  

Problema Pernikahan Usia belia 

Setiap pernikahan, pasti memilki masalah masing-masing. Tidak mungkin, tidak ada masalah dan perjuangan dalam pernikahan. Namun pernikahan dini ataupun menikah di usia belia memilki masalah-masalah yang lebih kompleks. Menurut kepala subdirektorat bidang bina kesehatan  kementrian kesehatan mengatakan bahwa 41.9 % jumlah pernikahan pertama terjadi di usia 15-19 tahun. Pernikahan dini dapat menyebabkan masalah yang serius seperti : kematian ibu dan bayi, tingginya angka perceraian, terputusnya pendidikan, dan dengan pendidikan yang minim mengakibatkan sulit mencari lowongan pekerjaan dan  pertambahan kemiskinan.

1. Kematian Ibu dan bayi

Sumber gambar: www.depkes.go.id
Sumber gambar: www.depkes.go.id
Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran. Pemerintah bersama masyarakat perlu berusaha untuk menurunkan angka tersebut*. Salah satu hal yang mempercepat penurunan angka tersebut yaitu untuk remaja dan dewasa muda, menikah di usia yang ideal. Kehamilan pada usia muda tentunya sangat beresiko bagi seorang ibu. Dimana wanita usia muda memiliki resiko kesehatan ketika melahirkan. Resiko anemia, kesehatan reproduksi bahkan kekurangan energi ketika proses persalinan. Ketika usia ibu sudah lebih matang, secara fisik organ reproduksi juga sudah lebih siap dan mengurangi resiko kematian ibu dan anak. 

Kekuatan dan kesehatan fisik untuk melahirkan dan juga membesarkan si anak. Ketika usia calon ibu masih remaja, masih ingin bermain ataupun bergaul dengan teman-temannya, masih harus belajar, namun di suatu sisi dia juga harus bertanggungjawab membesarkan anak, tentu hal itu tidaklah mudah. Pengetahuan tentang kesehatan anak, kesiapan mental untuk mendidik anak dan juga untuk menghidupi keluarganya. Tak jarang mimpi dan harapannya akan masa depannya harus disingkirkan atau digadaikan demi menghidupi anaknya.

2. Tingginya angka perceraian.

Tak bisa dipungkiri, jika mental belum siap mengarungi bahtera rumah tangga dengan segala suka dan duka, tentunya meningkatkan perceraian. Semakin banyaknya perceraian juga meningkatkan semakin banyaknya anak korban broken home. Memang tidak bisa ditarik kesimpulan bahwa anak-anak korban broken home akan kekurangan kasih sayang, namun sejatinya dalam tumbuh kembang anak yang baik dan sehat, anak membutuhkan figur ayah dan ibu yang lengkap dalam keluarga yang harmonis.

3. Terputusnya pendidikan.

Menurut Organisation for Economic corporation and development (OECD) persentase masyarakat suatu Negara yang menyelesaikan pendidikan menengah setara SMA bervariasi. Indonesia mendapat peringkat ke-2 dunia sebagai negara dengan jumlah tingkat putus sekolah SMA sebesar 60%. Kegagalan menyelesaikan tingkat pendiidkan menengah tentunya menyebabkan kesulitan tersendiri dalam mencari pekerjaan. Ujung-unjungnya terputusnya pendidikan dapat menjadi penyebab masalah kemiskinan.

4. Pertambahan Kemiskinan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun