Mohon tunggu...
Money

Perubahan yang Lebih Hebat dari "Digital Disruption"

11 Desember 2017   13:56 Diperbarui: 11 Desember 2017   13:57 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Industri sekuat apapun dibikin goyah dan ambruk dengan pengrusakan "digital disruption". Semua dibuat kalang kabut dan terbirit-birit dengan alat digitai ini. Tapi perubahan super dahsyat dan fenomenal itu baru permulaan. Sejarah Ibrahim as tengah berulang. Digital disruption itu adalah palu Ibrahim as saat merusak petung-patung.

Jadi perubahan sekarang ini baru sessi perusakan patung. Ketakutan pada fenomena digital ini adalah ketakutan para penyembah patung yang dirusak oleh Ibrahim as. Makanya kehebatan digital itu disebut sebagai pengrusakan atau disruption. Sebagai pihak yang patungnya dirusak tentu ini adalah pengrusakan atau disruption. Tapi bagi Ibrahim as dan bagi yang tercerahkan tentu ini adalah masa depan gemilang.

Kalau digital ini palunya Ibrahim as, maka perubahan itu bukan pada sisi perusakan patung atau bukan pada digitalnya. Perubahan itu bukan pada momen Ibrahim as merusak patung-patung. Tetapi pada kembalinya zaman kepada ketauhidan.

Mengapa demikian?

Pertama bisa kita saksikan, mereka yang berhasil memainkan dominasi on-line atau dunia maya itu bukanlah ahli IT, atau pakar teknologi atau keahlian spesifik dibidang itu. Bahkan kebanyakan mereka gaptek atau tidak peduli dengan kedalaman digitalnya itu sendiri. Tapi mereka faham soal terminology atau algorithma hubungan antar manusia yang sesugguhnya.

Mereka faham dan semakin faham hakikat hidup dan hal prinsip hidup manusia. Sehingga hal terkait kebutuhan manusia tentang ekonomi, budaya dan politik bisa terpenuhi oleh skema hubungan antar manusia yang mereka kembangkan. Kemudian mereka menguasai hajat orang banyak yang kemudian sering disebut sebagai market place.

Kedua kita saksikan bahwa fenomena kembali kepada kemuliaan atau berpihak kepada kebaikan atau momen kepatuhan kepada Tuhan YME itu merebak. Karena hakikat perubahan itu memang kembali kepada ketauhidan. Hakikat perubahannya ada pada kembali kepada Tuhan YME pencipta alam semesta. Maka melalui perangkat digital ini pula kemudian lahir momen 212 yang fenomenal dan global.

Momen 212 menjadi symbol tergugahnya ketauhidan yang semakin membuat takut bagi mereka yang patungnya telah dirusak oleh palu digital kemarin ini. Belumlah mereka bisa beradaptasi dengan perusakan itu, muncullah kemudian hakikat perubahan itu, yakni kembalinya manusia disetiap pelosok dunia kepada suasana Ketuhanan yang mulia.

Pergulatan inilah yang membuat ketegangan dunia secara global dan nasional. Misalnya tindakan yang tidak masuk akal terkait persekusi terhadap para ulama atau penistaan terhadap symbol agama. Tentu ini adalah perlawanan atas pengrusakan palu Ibrahim as tadi. Sehingga nampak perlawanan itu menyerang pondasi keyakinan terkait Ketuhanan. Bukan lagi perlawanan dilevel ekonomi atau politik. Karena kedua level itu hanya akan mencerminkan pertarungan di level keyakinan atau ideology.

Walau demikian ditingkat lokal atau komunitas malah terjadi sebaliknya. Pada ceruk-ceruk komunitas malah terjadi suasana yang sebaliknya, yakni semakin harmonis dan solid. Misalnya dalam pergerakan komunitas berekonomi dari para alumnus 212 yang semakin semarak. Atau dijamaah komunitas masjid, baik berbasis komunitas rumah atau tempat kerja.

Ketiga adalah tanda-tanda akhir zaman yang semakin nyata. Dimana polarisasi semakin terjadi antara yang haq dan bathil. Tentu polarisasi itu diakhir zaman akan menjadi surga dan neraka. Kebahagiaan yang luar biasa atau kehancuran  yang sejatuh-jatuhnya. Kondisi itu semakin nampak dan hanya keimanan atau hati dan pikiran jernih yang bisa menangkapnya. Sejauh ia jujur ingin menemukan hakikat hidup tentu ia akan menemukannya. Kecuali buat mereka yang terjebak oleh ikatan dan hiruk pikuk dunia.

Maka dengan polarisasi yang semakin nampak mereka yang jujur akan terus belajar sebagaimana Ibrahim belajar; selalu ada yang lebih baik. Itulah syahadah; TIADA TUHAN. Selalu meniadakan penuhanan atas dominasi sesuatu yang dituhankan. Dan itulah sejatinya semangat pembelajar yang jujur. Dalam terminology teknologi disebut BETA. Atau bila kita buat semacam kirata, atau kira-kira tapi nyata BETA itu adalah BACK TO TAUHID.

Mari temui akhir zaman ini dengan BETA bersama Ibrahim as bapaknya ketauhidan untuk menemukan hal yang lebih baik darimanapun sumbernya. Dan gunakan perangkat digital sebagai pengrusakan (disruption) terhadap segala penuhanan yang telah mendominasi kita. Kita semua tahu; berbagai eskalasi bisnis on-line semakin memajukan para kaum lemah dalam akses ekonomi. Perubahan itu bukan sekedar DIGITAL DISRUPTION tapi perubahan itu BETA.

ANDRI ABDUL A212 EL HAKIM

Sekretaris Komunitas KS212 Bandung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun