Mohon tunggu...
Andri Oktovianus Pellondou
Andri Oktovianus Pellondou Mohon Tunggu... Dosen - Saya senang dunia Filsafat, Sains, dan ilmu Sosial

Pengajar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara Kasih dan Keadilan Allah (Sebuah Refleksi Teologis)

5 Maret 2023   10:39 Diperbarui: 11 Maret 2023   15:26 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Penulis : Andri O. Pellondou



Dalam bukunya yang berjudul Arsitek Jiwa II, Pdt Stephen Thong menulis,

 "Saat berkhotbah mengenai kasih Allah, harus berkhotbah dari perspektif keadilan Allah. Begitu juga saat berkhotbah mengenai Keadilan Allah, harus berkhotbah dari perspektif Kasih Allah"

Benar yang dikatakan Stephen Thong di atas.  Alasanya berkhotbah mengenai Kasih Allah yang dilepaskan dari konteks hubungannya dengan keadilan Allah akan membuat Kasih Allah itu terkesan murahan. Mengapa demikian?

Karena pertama, kematian Kristus di kayu salib bukan hanya merealisasikan kasih Allah tetapi juga keadilan Allah. Kristus mati di kayu salib karena tuntutan keadilan Allah. Seharusnya manusia yang dikutuk di kayu salib karena menurut keadilan Allah, manusialah yang harus dihukum karena pelanggaranya tetapi manusia tidak memenuhi syarat sebagai korban penebusan dosa, sehingga Kristus telah menggantikan kita di kayu salib.

Kenapa bukan malaikat yang disalibkan atau binatang tetapi harus Kristus? Jawabanya karena manusia yang telah berdosa maka manusia yang harus menanggung hukuman itu. Tapi karena syarat penebus dosa haruslah manusia yang tak bercacat dan tak bernoda dan sekaligus harus Allah maka Kristuslah yang memenuhi kriteria itu. Sebagai manusia yang tak bercacat atau tak berdosa, Dia menjadi korban penebusan dosa, dan sebagai Allah Dia sanggup menanggung beban murka Allah yang terlalu dahsyat itu yang sulit ditanggung oleh manusia biasa.

Selain alasan sebelumnya, alasan kedua, kasih dan pengampunan Allah kepada manusia disertai perintah dan perintah Allah disertai sanksi (alat keadilan Allah). Kasih Allah menuntut ketaatan pada perintah dan panggilanNya. Bukti bukti ayatnya dapat dilihat di bawah ini.

 "Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (Yohanes 8:11).

"............tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir"(Filipi 2:12).

"Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!"(Matius 3:2).

Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24).

Begitu juga sebaliknya, berkhotbah mengenai keadilan Allah tanpa melihat hubungannya dengan Kasih Allah juga berbahaya. Para pendengar akan menghukum dirinya dalam rasa bersalah dan tak memiliki harapan untuk bangkit. Mungkin mereka hanya menyesali dosa mereka tetapi tidak sampai kepada pertobatan. Contohnya Yudas Iskariot yang menyesali dosanya karena sudah menjual Yesus tetapi dia tidak memberikan kesempatan pada dirinya untuk bertobat tetapi justru mengakhiri hidupnya.

Jadi khotbah mengenai Kasih Allah tak boleh dikepaskan dari konteks keadilan Allah, begitu juga khotbah mengenai keadilan Allah tak boleh dilepaskan dari konteks Kasih Allah agar ada jaminan, harapan, dan ucapan syukur dari para pendengar, sehingga para pendengar mencapai keseimbangan. Supaya pendengar khotbah tidak bereforia berlebihan dgn kasih Allah lalu kemudian tidak berempati berlebihan pada diri sendiri (menjadi egois) dan mengabaikan hukuman Allah dan orang lain. Dan juga sebaliknya, tidak menghukum diri sendiri seolah olah tak ada pengampunan dan harapan untuk bangkit.

Daftar Referensi

Thong, Stephen. 1995. Arsitek Jiwa II. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun