Penulis: Andri O. Pellondou
Gordon Haddon Clark merupakan seorang Filsuf dan teolog Kristen asal Amerika. Dia seorang yang sangat Kritis. Dia sangat produktif dalam menulis berbagai kritikan terhadap pandangan pandangan dunia non Kristen. Salah satu kritikannya ditujukan kepada empirisme dan kemudian dia menawarkan Alkitab sebagai prinsip awal atau Axioma.Â
Seorang teolog dan pengkhotbah yang sangat dipengaruhi oleh Gordon Haddon Clark yaitu Vinchent Cheung. Cheung juga menganggap Alkitab sebagai prinsip awal atau Axioma. Cheung tidak segan segan mempertahankan keandalan Alkitab di hadapan lawan lawan debatnya dan sekaligus menunjukkan kelemahan dan kegagalan dari empirisme dan berbagai pandangan dunia yang menjadikan empirisme sebagai titik awal.
Di bawah ini, ada kutipan dari pemikiran Gordon Haddon Clark dan Vinchent Cheung.Â
Gordon Haddon Clark,"
Dalam setiap argumen yang serius, penting untuk tidak pernah tertipu oleh kebenaran suatu kesimpulan. Ketika menghadapi lawan, kesimpulan seseorang bukanlah kesepakatan bersama dan dia akan segera melihat ketidakabsahan argumen dan menolak kesimpulan. Oleh karena itu ketika seorang Kristen mencoba untuk memaksa data arkeologi melampaui batas validitas logis, dia sedang bermain di tangan musuh. Arkeologi sangat berharga dan patut didukung, tetapi itu tidak membuktikan bahwa Alkitab itu benar, apalagi membuktikan keberadaan Tuhan. Hal ini berharga dalam membantah klaim para kritikus destruktif. Ini menunjukkan bahwa mereka telah terus-menerus dan sama sama salah." (Clark, 1988:36)
Vinchent Cheung,
"Meskipun argumen-argumen empiris, induktif, dan ilmiah telah dirumuskan untuk mendukung wahyu alkitabiah, dan meskipun argumen-argumen itu tampaknya kuat mengingat asumsi-asumsi empiris, sehingga tidak ada orang non-Kristen yang cenderung empiris dapat menyangkalnya, orang Kristen harus menganggap argumen-argumen ini tidak dapat diandalkan karena -- seperti yang telah saya kemukakan secara luas di tempat lain -- semua metode empiris, induktif, dan ilmiah tidak rasional dan mencegah penemuan kebenaran. Selain itu, jika kita bergantung pada argumen dan prosedur empiris untuk membenarkan Alkitab, asumsi empiris kemudian akan berdiri sebagai hakim atas firman Allah, sehingga Kitab Suci tidak lagi menjadi otoritas tertinggi dalam sistem kita. Seperti Ibrani 6:13 katakan, "Ketika Allah membuat janji-Nya kepada Abraham, karena tidak ada yang lebih besar baginya untuk bersumpah, dia bersumpah demi dirinya sendiri." Karena Allah memiliki otoritas tertinggi, tidak ada otoritas yang lebih tinggi yang dengannya seseorang dapat menyatakan Alkitab sebagai infalibel dan ineran.Yang mengatakan, tidak setiap sistem yang mengklaim otoritas ilahi dalam prinsip pertamanya memiliki konten untuk membenarkan dirinya sendiri. Sebuah teks suci mungkin bertentangan dengan dirinya sendiri dan menghancurkan dirinya sendiri."(Cheung, 2010:8-9)
Dari ke dua kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa Clark dan Cheung sependapat bahwa induksi sebagai natur dari empirisme tidak bisa membuktikan keandalan dari Alkitab. Untuk membela dan mempertahankan posisi Kristen di hadapan pandangan pandangan dunia non Kristen, empirisme tidak bisa dijadikan sebagai prinsip awal. Alkitab harus membuktikan dirinya sendiri. Alkitab merupakan prinsip awal untuk mengetahui kebenaran.
Bukti bukti empiris mengenai Alkitab bermanfaat untuk dipertimbangkan, namun kebenaran tidak bisa disimpulkan secara valid dari bukti bukti tersebut. Kesimpulan yang valid hanya bisa dideduksi. Argumentasi yang sound hanya bisa dikonstruksi dari proposisi proposisi Alkitab.
Daftar Referensi
Gordon Haddon Clark. Christian Phillosophy of Education. 1988.
Vinchent Cheung. Theology Sistematic. 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H