Mohon tunggu...
Andri Oktovianus Pellondou
Andri Oktovianus Pellondou Mohon Tunggu... Dosen - Saya senang dunia Filsafat, Sains, dan ilmu Sosial

Pengajar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebenaran Itu Ekslusif atau Inklusif?

4 September 2022   22:17 Diperbarui: 4 September 2022   22:22 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ravi Zakharias mengkritisi sebuah ide yang sering didengungkan bahwa klaim klaim ekskusif tentang kebenaran merupakan cara berpikir barat dan bahwa cara berpikir Timur justru bersifat inklusif. Menurut Ravi Zakharias ide ini jelas salah.

Setiap agama, tanpa kecuali, memiliki sejumlah keyakinan fondasional yang secara tegas tak bisa ditawar-tawar dan menolak segala sesuatu yang bertentangan dengannya. Berdasarkan definisinya, kebenaran bersifat ekslusif.

Jika kebenaran bersifat inklusif maka tak ada satu pun yang berkategori salah. Jika tak ada yang salah, lalu apa yang menjadi makna kebenaran? Lebih lanjut lagi, jika tak ada yang salah, apakah benar pula jika dikatakan bahwa segala sesuatu salah? Tampak jelas bahwa yang terjadi kemudian adalah nonsens (tidak masuk akal).

Karena itu, Yesus berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku," Ia sedang menyampaikan pernyataan yang sangat masuk akal dengan menegaskan ekslusifitas kebenaran. (Dikutip dari bukunya Ravi Zakharias, berjudul, Deliver Usa From Evil, hlm 258).

Penjelasan Ravi Zakharias ini jelas mau menegaskan hukum non kontradiksi. Benar dan salah tidak mungkin identik. Benar adalah benar dan salah adalah salah. Pengakuan akan kebenaran tidak mungkin sama dengan penyangkalan akan kebenaran. Keduanya saling ekslusif satu sama lainnya. Kebenaran bersifat ekslusif terhadap ketidakbenaran, begitu pun sebaliknya. Menyimpulkan bahwa dua pandangan yang saling berkontradiksi sama sama benar merupakan kesimpulan yang keliru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun