Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dendam Kuntilanak Merah

24 Juni 2024   15:45 Diperbarui: 24 Juni 2024   16:00 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok kuntilanak merah (sumber: m.kaskus.co.id)

Malam itu sunyi. Hanya suara jangkrik dan angin yang berhembus pelan di antara dedaunan. Di sebuah desa terpencil di pinggir hutan, terdapat sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Rumah itu pernah menjadi tempat tinggal keluarga Hartono, namun kini hanya menyisakan kenangan kelam yang menghantui desa tersebut.

Hartono, seorang pria paruh baya, hidup bersama istrinya, Lestari, dan putri mereka yang cantik bernama Sari. Namun, kebahagiaan mereka hancur berantakan ketika Sari ditemukan tewas dengan cara yang tragis. Tubuhnya ditemukan tergantung di pohon besar di hutan belakang rumah mereka, dengan luka-luka yang menunjukkan tanda-tanda kekerasan. 

Desas-desus mulai beredar bahwa Sari tewas karena dibunuh, dan pelakunya tidak pernah ditemukan.

Kejadian itu mengubah Lestari menjadi seorang wanita yang pendiam dan penuh duka. Ia sering terlihat berjalan sendirian di sekitar rumah tua mereka, berbicara sendiri seolah-olah masih berbicara dengan putrinya yang telah tiada. 

Disisi lain, Hartono berusaha keras melupakan tragedi itu dengan menyibukkan diri bekerja. Rasa bersalah dan kehilangan tetap menghantuinya.

Suatu malam, ketika Hartono tengah duduk di teras rumahnya, ia mendengar suara tawa perempuan dari arah hutan. Tawa itu terdengar familiar, mengingatkannya pada tawa Sari. Hatinya berdegup kencang. Dengan hati-hati, ia mengikuti suara tersebut, memasuki hutan yang gelap dan penuh misteri.


Di tengah hutan, Hartono berhenti di depan pohon besar tempat Sari ditemukan tewas. Suara tawa itu semakin jelas, dan di bawah sinar bulan yang redup, ia melihat sosok perempuan berdiri membelakanginya. Rambutnya panjang menjuntai menutupi wajah, dan gaun merah yang dikenakannya berkilauan dalam gelap. Hartono merasa ketakutan, tetapi sekaligus penasaran. Ia mendekati sosok tersebut dengan langkah perlahan.

"Tidak mungkin... Sari?" Hartono bergumam dengan suara gemetar. 

Sosok itu berbalik, memperlihatkan wajah yang penuh luka dan mata yang memancarkan kebencian. Itu bukan putrinya yang dulu dikenal, melainkan sosok menyeramkan yang dipenuhi dendam.

"Kau datang, Ayah," suara itu terdengar pelan namun penuh kemarahan. "Mengapa kau biarkan aku mati?" tanya Sari.

"Sari, maafkan Ayah. Ayah tidak tahu siapa yang melakukan ini padamu," katanya dengan suara bergetar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun