Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Dibawah Langit Jakarta

24 Juni 2024   07:00 Diperbarui: 24 Juni 2024   09:35 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu langit Jakarta belum sepenuhnya terang, tetapi gemerlap lampu jalan dan gedung-gedung pencakar langit sudah mulai memudar.

Di sudut pasar yang mulai ramai, tampak seorang anak laki-laki kecil yang dengan cekatan memilah-milah sampah. Namanya Budi, usianya baru 12 tahun, tetapi wajahnya yang penuh debu dan kotoran membuatnya terlihat lebih tua.

Budi tinggal bersama ibunya di sebuah gubuk kecil di pinggiran kota. Ibunya, Sri, adalah seorang janda yang bekerja serabutan demi mencukupi kebutuhan hidup mereka. Ayah Budi sudah lama meninggal akibat sakit keras yang tidak bisa mereka obati karena ketiadaan biaya.

Setiap hari, selepas subuh, Budi berkeliling kota dengan gerobak kecilnya. Dia mengais-ngais sampah di tempat-tempat strategis , seperti  pasar, pusat perbelanjaan, dan perumahan mewah. 

Tangan-tangannya yang mungil sudah terbiasa dengan pekerjaan kasar ini. Plastik, kardus, dan botol bekas menjadi barang berharga baginya. 

Semua dikumpulkannya dengan penuh semangat dan harapan, berharap bisa mendapatkan sedikit uang untuk membantu ibunya.

Di tengah perjalanan, Budi sering melihat anak-anak seusianya berangkat sekolah dengan seragam rapi dan senyum ceria. Kadang-kadang, hatinya terasa perih. Dia pun ingin merasakan bangku sekolah, belajar membaca dan menulis, serta bermain bersama teman-teman. Namun, kenyataan hidupnya tidak memungkinkan hal itu.

Suatu hari, ketika Budi sedang sibuk mengumpulkan barang-barang bekas di sebuah tempat pembuangan sampah, dia menemukan sebuah buku usang. 

Sampulnya sudah pudar dan beberapa halamannya robek, tetapi Budi tertarik. Dengan penuh rasa ingin tahu, dia membuka halaman pertama dan mulai membaca dengan susah payah. Meskipun hanya bisa membaca beberapa kata, dia merasa ada dunia baru yang terbuka di hadapannya.

Setiap malam, setelah kembali dari pekerjaannya, Budi menyempatkan diri untuk membaca buku itu di bawah penerangan lampu minyak. Ibu Budi, yang melihat semangat anaknya, berusaha membantu meskipun dirinya sendiri tidak terlalu pandai membaca. Mereka berdua duduk bersama, berusaha mengeja kata demi kata.

Semakin hari, semangat Budi untuk belajar semakin besar. Dia mulai bertanya pada orang-orang yang ditemuinya di jalan tentang kata-kata yang tidak dimengertinya. 

Beberapa orang yang baik hati, termasuk pedagang pasar dan tukang parkir, memberinya pelajaran kecil di sela-sela kesibukan mereka.

Suatu hari, Budi bertemu dengan Pak Hasan, seorang pensiunan guru yang setiap hari duduk di depan rumahnya menikmati hari tua. Pak Hasan merasa tersentuh melihat kegigihan Budi. Dia pun menawarkan untuk mengajari Budi secara gratis setiap sore.

Budi tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Setiap hari selepas bekerja, dia pergi ke rumah Pak Hasan. Di sana, dia belajar membaca, menulis, dan berhitung. Pak Hasan juga sering bercerita tentang dunia luar, tentang tempat-tempat yang belum pernah dilihat Budi. Cerita-cerita itu semakin membakar semangatnya untuk terus belajar dan berusaha.

Melihat perkembangan Budi, Pak Hasan merasa anak ini memiliki potensi besar. Dia pun berbicara kepada beberapa kenalannya untuk mencari beasiswa bagi Budi. Usaha Pak Hasan tidak sia-sia. Sebuah yayasan sosial yang peduli terhadap anak-anak kurang mampu bersedia memberikan beasiswa untuk Budi agar bisa bersekolah.

Hari pertama Budi masuk sekolah adalah hari yang penuh haru bagi Sri. Melihat anaknya memakai seragam sekolah dan membawa tas berisi buku-buku baru, air matanya tidak bisa dibendung. Perjuangan mereka selama ini mulai membuahkan hasil.

Di sekolah, Budi menunjukkan prestasi yang luar biasa. Meskipun awalnya sedikit ketinggalan dibanding teman-temannya, semangat belajar dan keuletannya membuatnya cepat mengejar ketertinggalan. Guru-guru di sekolah pun kagum dengan kegigihannya. Mereka sering memberikan dukungan ekstra agar Budi bisa terus berkembang.

Kehidupan tidak selalu berjalan mulus. Ada saja tantangan yang harus dihadapi Budi. Beberapa teman sekolah yang tahu latar belakangnya sering mengejek dan meremehkannya. Mereka mengatakan bahwa anak seorang pemulung tidak pantas bersekolah di tempat yang sama dengan mereka. 

Ejekan dan hinaan itu kadang membuat hati Budi terluka. Tetapi dia selalu ingat pesan ibunya, "Jangan biarkan omongan orang lain menghentikan langkahmu. Buktikan bahwa kamu bisa menjadi lebih baik."

Budi pun membuktikan hal itu. Setiap hari, dia belajar lebih giat. Di rumah, dia tetap membantu ibunya mengumpulkan barang bekas. Meskipun lelah, dia tidak pernah mengeluh. Baginya, membantu ibunya adalah bentuk bakti dan rasa terima kasih.

Waktu berlalu, dan Budi berhasil lulus dengan nilai terbaik di sekolahnya. Prestasi ini membuatnya semakin percaya diri dan membuka lebih banyak peluang untuk masa depannya. 

Pak Hasan yang selalu mendukungnya merasa sangat bangga. Budi mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Kini Budi adalah seorang mahasiswa di salah satu universitas ternama di Jakarta. Dia mengambil jurusan pendidikan dengan cita-cita menjadi guru, seperti Pak Hasan yang telah mengubah hidupnya.

Setiap liburan, Budi pulang ke rumahnya dan mengajar anak-anak di lingkungannya. Dia ingin memberikan harapan dan inspirasi kepada mereka, bahwa tidak ada yang tidak mungkin selama kita mau berusaha dan tidak menyerah.

Perjuangan Budi belum berakhir, tetapi dia telah membuktikan bahwa dengan tekad dan kerja keras, mimpi-mimpi bisa menjadi nyata. Di bawah langit Jakarta yang biru, Budi terus melangkah maju, menghadapi setiap tantangan dengan senyuman dan semangat pantang menyerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun