Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pocong Penunggu Gubuk Sudut Desa

20 Juni 2024   09:39 Diperbarui: 20 Juni 2024   09:47 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ujung desa yang terpencil, di balik semak belukar tebal, terdapat sebuah gubuk tua yang ditinggalkan begitu saja oleh penduduk desa. 

Gubuk itu dikenal sebagai tempat yang angker, tempat di mana katanya sering terdengar suara aneh dan penampakan yang menakutkan. 

Penduduk desa yang melewati gubuk itu selalu mempercepat langkah mereka, takut terjebak dalam kehadiran misterius yang dikabarkan bersemayam di dalamnya.

Nama gubuk itu adalah Gubuk Kendil. Konon, beberapa dekade yang lalu, gubuk ini menjadi tempat tinggal seorang dukun tua yang dihormati di desa itu. Namun, takdir berkata lain. Dukun tua itu meninggal dengan cara yang misterius, dan sejak saat itu, gubuk itu dibiarkan terbengkalai.

Setiap malam, cerita mengerikan beredar di antara penduduk desa. Mereka mengatakan bahwa roh dukun tua yang meninggal masih berkeliaran di sekitar gubuk itu, mengawasi setiap yang mendekat. 

Lebih menyeramkan lagi, ada yang mendengar suara langkah kaki berderap pelan di malam gelap, diikuti dengan suara desisan angin yang membuat bulu kuduk merinding.

Salah satu penduduk desa, seorang pemuda berusia dua puluh tahun yang bernama Joko, sangat penasaran dengan cerita itu. Meskipun dikatakan berbahaya, rasa penasarannya lebih besar. 

Joko adalah seorang yang tidak mudah terpengaruh oleh cerita-cerita mistis. Dia ingin membuktikan keberadaan hantu pocong penunggu gubuk tersebut.

Suatu malam yang gelap gulita, tanpa sepengetahuan siapapun, Joko memutuskan untuk menyelidiki gubuk itu sendirian. Dengan hati-hati, langkahnya melangkah perlahan mendekati gubuk. Suasana begitu sunyi, hanya terdengar desisan angin yang menambah rasa mencekam di udara.

Sesampainya di depan gubuk, Joko merasa bulu kuduknya berdiri tegak. Gubuk itu terlihat begitu sunyi dan suram, hanya cahaya bulan yang redup menerangi sekitarnya. Joko memutuskan untuk memasuki gubuk dengan hati-hati.

Di dalam gubuk itu, atmosfernya begitu kuno dan mencekam. Joko meraba-raba dengan tangan gemetar, mencari-cari tanda-tanda keberadaan hantu pocong. Namun, ia tidak menemukan apapun yang mencurigakan pada awalnya.

Secara tiba-tiba, ia mendengar suara ringan seperti desisan kain tipis di sudut gubuk itu. Joko menoleh ke arah suara itu, dan di antara kegelapan, ia melihat sesosok bayangan yang bergerak perlahan-lahan. Hantu pocong itu mengenakan kain kafan putih dengan gerakan yang tak beraturan, seolah-olah mengapung di udara.

Joko merasa detak jantungnya berdegup kencang. Ia takut tetapi juga penasaran. "Siapa kamu?" bisiknya dengan suara gemetar.

Bayangan itu terus bergerak mendekati Joko, lambat namun pasti. Jantung Joko berdegup semakin kencang. Namun, di tengah ketakutannya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan hantu pocong itu. Ada sesuatu yang tidak terlalu menakutkan dari penampilannya.

Bayangan itu berhenti tepat di depan Joko, hanya berjarak beberapa langkah. Joko mencoba menahan napas, takut membuat gerakan yang dapat mengganggu hantu pocong itu, tapi apa yang terjadi selanjutnya mengubah pandangan Joko tentang hantu-hantu dan cerita misterius di desanya.

Hantu pocong itu, dengan gerakan lambat, meraih tangan Joko yang dingin. Joko merasa sensasi yang aneh, bukan rasa dingin atau menakutkan seperti yang ia bayangkan. Di matanya, hantu pocong itu tidak lagi terlihat menakutkan seperti dalam cerita-cerita yang pernah ia dengar.

"Aku bukanlah roh jahat," bisik hantu pocong itu dengan suara yang lembut, hampir seperti suara angin malam yang menyapu gubuk itu.

Joko terdiam. "Siapa kamu?"

"Namaku Surya. Aku adalah dukun tua yang pernah tinggal di sini," jawab hantu pocong itu.

Joko terkejut. "Kenapa kamu masih berada di sini?"

Surya, nama hantu pocong itu. Sang pocong kemudian menceritakan kisahnya kepada Joko. Bagaimana ia hidup sebagai seorang dukun yang membantu penduduk desa dengan ilmunya. 

Kematian mendadaknya membuatnya terjebak di antara dunia ini dan dunia berikutnya. Ia tidak bisa pergi ke alam lain karena ada tugas yang belum selesai.

Joko mendengarkan dengan seksama. Ia merasa sedih mendengar kisah Surya, seorang yang begitu dihormati oleh desa, tapi terjebak begitu saja dalam kehidupan setelah mati.

"Apakah ada yang bisa aku bantu?" tanya Joko akhirnya.

Surya menggeleng perlahan. 

"Aku hanya ingin terus menjaga gubuk ini, tempat yang pernah menjadi tempat tinggalku. Mungkin suatu hari nanti, aku akan menemukan kedamaian yang aku cari."

Joko mengangguk mengerti. 

"Aku tidak akan memberitahukan pada siapapun tentangmu."

Surya tersenyum, sebuah senyum yang menggetarkan hati Joko. 

"Terima kasih, anak muda. Kau adalah orang pertama yang berani mendekatiku dengan tulus."

Dari malam itu, Joko dan Surya memiliki hubungan yang aneh namun damai. Joko sering mengunjungi gubuk itu, meskipun tanpa memberitahu siapapun. 

Mereka berbicara tentang berbagai hal, tentang desa, tentang kehidupan setelah mati, dan tentang kedamaian yang dicari oleh Surya.

Hingga suatu hari, ketika Joko datang lagi ke gubuk itu, Surya tidak ada lagi di sana. Hantu pocong itu telah menemukan kedamaian yang selama ini ia cari.

Dari malam itu, cerita tentang Gubuk Sudut Desa dan hantu pocongnya tidak lagi menakutkan bagi penduduk desa. 

Mereka menganggap gubuk itu sebagai tempat bersejarah yang penuh dengan cerita tentang kebaikan dan perdamaian.

Joko, ia tetap membawa cerita tentang Surya, hantu pocong yang tidak pernah menakutinya, tetapi mengajarkan makna tentang penerimaan dan kedamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun