Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Lia, Arti Sebuah Penantian

14 Juni 2024   05:35 Diperbarui: 14 Juni 2024   06:43 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di suatu pagi yang cerah, di sebuah desa kecil yang damai, hiduplah seorang pria bernama Arman.

Arman adalah seorang pemuda sederhana yang memiliki impian besar untuk hidup bersama wanita yang dicintainya, Lia.

Lia adalah teman masa kecil Arman, mereka tumbuh bersama dan saling menyayangi sejak dulu. Namun, takdir memisahkan mereka ketika Lia harus pindah ke kota besar untuk mengejar pendidikan dan kariernya.

Arman tidak pernah melupakan Lia. Setiap hari, ia menanti kepulangannya dengan penuh harap. Setiap sore, Arman duduk di tepi sungai yang mengalir di dekat desanya, memandangi matahari terbenam sambil memikirkan Lia. 

Sungai itu adalah tempat mereka sering bermain bersama saat kecil, tempat mereka berbagi mimpi dan harapan.

"Apakah Lia masih mengingatku?" gumam Arman sambil melemparkan kerikil ke dalam sungai. "Apakah dia juga merindukanku seperti aku merindukannya?"

Meskipun Arman sering dilanda keraguan, ia tetap yakin bahwa cinta sejati mereka akan menyatukan kembali. Ia bekerja keras sebagai petani, menanam padi dan sayuran untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan untuk menabung demi masa depan bersama Lia. 

Setiap kali ada kabar dari kota, ia selalu bertanya tentang Lia kepada para pedagang yang datang. Namun, kabar tentang Lia selalu samar dan tidak pasti.

Suatu hari, Arman menerima surat dari Lia. Hatinya berdebar-debar saat membaca surat itu. Lia menulis bahwa ia akan pulang ke desa dalam waktu dekat untuk liburan. Arman merasa bahagia tak terkira. Ia segera mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kepulangan Lia. Rumahnya dibersihkan, kebunnya dihias dengan bunga-bunga indah, dan Arman bahkan membuatkan ayunan di bawah pohon besar tempat mereka dulu sering bermain.

Hari yang dinantikan pun tiba. Arman berdiri di depan rumahnya dengan penuh harap, matanya menatap jalan yang akan dilewati Lia. Setiap kali ada suara kendaraan yang mendekat, jantungnya berdegup kencang. Namun, setelah beberapa jam menunggu, Lia belum juga datang. Arman mulai gelisah.

"Apa yang terjadi? Apakah Lia baik-baik saja?" pikirnya dengan cemas.

Senja mulai tiba, dan bayangan malam perlahan-lahan menyelimuti desa. Arman masih berdiri di sana, menanti dengan sabar.

Lalu, dari kejauhan, ia melihat seseorang berjalan menuju ke arahnya. Wajahnya tertutup bayangan malam, tapi Arman mengenali sosok itu. Hati Arman melompat kegirangan saat menyadari bahwa itu adalah Lia.

"Lia!" serunya sambil berlari menghampiri.

Lia tersenyum hangat. "Arman, aku pulang," katanya lembut.

Arman meraih tangan Lia dan menatapnya dengan penuh rasa syukur. "Aku sangat merindukanmu, Lia. Setiap hari aku berharap kau akan kembali."

Lia tersenyum lembut. "Aku juga merindukanmu, Arman. Setiap hari di kota besar, aku selalu memikirkan desa ini dan kenangan kita bersama."

Mereka berjalan bersama menuju rumah Arman. Malam itu, mereka duduk di bawah pohon besar, berbicara tentang masa lalu dan merencanakan masa depan. 

Arman menceritakan tentang kehidupannya di desa, tentang mimpinya, dan tentang betapa ia menantikan hari ini.

Lia pun menceritakan pengalamannya di kota, tentang pendidikan dan pekerjaan yang ia jalani. Meskipun banyak tantangan, Lia selalu menemukan kekuatan dalam kenangan indah bersama Arman.

"Aku ingin kembali ke desa ini, Arman," kata Lia akhirnya. "Aku ingin menjalani hidup yang sederhana namun penuh makna bersama orang-orang yang aku cintai."

Arman merasa hatinya melompat kegirangan. "Aku akan selalu ada di sini untukmu, Lia. Kita bisa membangun kehidupan bersama di sini, seperti yang selalu kita impikan."

Hari demi hari berlalu dengan cepat. Arman dan Lia menikmati setiap momen kebersamaan mereka. 

Mereka bekerja bersama di ladang, menanam padi, dan merawat kebun. Desa itu menjadi saksi cinta mereka yang tumbuh semakin kuat.

Sayang, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Lia menerima panggilan dari kota, sebuah tawaran pekerjaan yang sulit untuk ditolak. Tawaran itu adalah kesempatan besar bagi kariernya, namun juga berarti ia harus meninggalkan desa dan Arman lagi.

Arman merasa hatinya hancur, namun ia tahu bahwa ia tidak bisa menghalangi impian Lia. "Jika ini yang terbaik untukmu, Lia, aku akan mendukungmu," kata Arman dengan berat hati.

Lia menatap Arman dengan mata berkaca-kaca. "Aku tidak ingin meninggalkanmu, Arman. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan kesempatan ini."

Arman memeluk Lia erat. "Kita akan menemukan cara, Lia. Cinta kita kuat, kita bisa melalui ini bersama."

Hari perpisahan pun tiba. Arman mengantar Lia ke stasiun, hatinya terasa berat. "Aku akan menunggumu, Lia. Seperti yang selalu aku lakukan," kata Arman dengan suara bergetar.

Lia mengangguk sambil menahan air mata. "Aku akan kembali, Arman. Aku janji."

Arman menatap kereta yang membawa Lia pergi, perasaannya campur aduk antara sedih dan berharap. Ia tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir. Penantian mungkin akan lebih panjang, namun Arman yakin bahwa cinta mereka akan selalu menemukan jalan kembali.

Bulan demi bulan berlalu, Arman menjalani hari-harinya dengan penuh semangat. Setiap sore, ia masih duduk di tepi sungai, memandangi matahari terbenam, sambil mengingat janji Lia. Surat-surat mereka menjadi penghubung cinta, menyampaikan kerinduan dan harapan.

Suatu sore, ketika matahari hampir tenggelam, Arman melihat sosok yang sangat ia kenal berjalan menuju ke arahnya. Lia kembali, dengan senyum yang lebih cerah dari sebelumnya.

"Arman, aku pulang," kata Lia dengan penuh kebahagiaan.

Arman meraih tangan Lia dan menatap matanya. "Selamat datang kembali, Lia."

Akhirnya, penantian panjang Arman berbuah manis. Mereka kembali bersama, membangun kehidupan yang mereka impikan di desa kecil yang damai. 

Cinta mereka semakin kuat, membuktikan bahwa penantian dan kesabaran selalu membuahkan hasil yang indah.

Di bawah sinar matahari senja, di tepi sungai yang mengalir tenang, Arman dan Lia berdiri bersama, memandang masa depan dengan penuh keyakinan. 

Penantian telah usai, dan cinta sejati mereka akan selalu menyertai, seiring aliran sungai yang tak pernah berhenti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun