Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuhan, Izinkan Aku Bertaubat dengan Benar

13 Juni 2024   14:55 Diperbarui: 13 Juni 2024   16:21 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah kota yang gemerlap dengan cahaya lampu dan kebisingan kehidupan malam, terdapat sebuah lorong sempit yang sering dihindari oleh orang-orang. 

Lorong itu bukan hanya gelap dan lembab, tetapi juga menyimpan banyak kisah yang tersembunyi dari mata dunia. Di situlah Nisa, seorang pekerja seks komersial, menghabiskan sebagian besar malam-malamnya.

Nisa, dengan tubuh mungil dan wajah yang tampak lebih tua dari usianya yang sebenarnya, menjalani hidup yang keras. 

Setiap malam, ia berdandan dengan riasan tebal dan pakaian mencolok, berusaha menarik perhatian pelanggan di antara bayang-bayang gelap lorong itu.

Baginya, hidup adalah tentang bertahan. Tidak ada mimpi, tidak ada harapan. Hanya ada hari ini dan bagaimana ia bisa bertahan sampai esok.

Suatu malam, hidup Nisa mulai berubah. Ketika ia sedang duduk di bangku reyot di ujung lorong, menunggu pelanggan berikutnya.

Tiba-tiba seorang wanita tua menghampirinya. Wanita itu memakai jilbab besar yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Dengan senyuman lembut, wanita itu menyapa Nisa dan duduk di sebelahnya.

"Assalamu'alaikum, Nak. Apa kabar?" sapa wanita itu dengan suara yang menenangkan.

Nisa terkejut. Jarang sekali ada orang yang menyapanya dengan ramah, apalagi di tempat seperti ini. 

"Wa'alaikumussalam, Bu. Saya baik-baik saja," jawab Nisa sedikit gugup.

Wanita tua itu memperkenalkan dirinya sebagai Ibu Rahma, seorang sukarelawan dari masjid terdekat. 

Setiap malam, Ibu Rahma berjalan-jalan di sekitar lorong-lorong ini, berusaha memberikan sedikit cahaya kepada mereka yang berada dalam kegelapan. 

Ibu Rahma sering membawa makanan dan pakaian, serta menawarkan bantuan kepada siapa saja yang membutuhkan.

Malam itu ibu Rahma mengajak Nisa untuk ikut dengannya ke masjid. Nisa awalnya ragu, tetapi ada sesuatu dalam diri Ibu Rahma yang membuatnya merasa aman. Dengan perlahan, Nisa menerima ajakan itu dan mengikuti Ibu Rahma menuju masjid.

Di dalam masjid, Nisa merasa seperti memasuki dunia yang berbeda. Suasana tenang dan damai menyelimuti tempat itu. 

Para jemaah menyambutnya dengan senyuman dan tidak ada yang memandangnya dengan curiga atau merendahkan. Nisa mulai merasa bahwa mungkin, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia menemukan tempat di mana ia diterima apa adanya.

Nisa mendengarkan ceramah dari seorang ustaz tentang pentingnya tobat dan kasih sayang Allah yang tidak pernah putus. 

Kata-kata ustaz tersebut menusuk ke dalam hati Nisa. Ia merasa begitu berdosa dan hina, tetapi pada saat yang sama, ia merasakan secercah harapan. Mungkinkah Allah masih mau menerima dirinya yang penuh dosa ini?

Setelah ceramah selesai, Ibu Rahma mendekati Nisa dan menggenggam tangannya dengan lembut. 

"Nak, Allah selalu membuka pintu tobat untuk hamba-Nya. Tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni, asalkan kita mau bertaubat dengan sungguh-sungguh."

Nisa terisak. Ia merasa beban berat yang selama ini menekan jiwanya perlahan terangkat. 

"Tapi, Bu, bagaimana saya bisa berubah? Dunia saya begitu gelap dan kotor."

"Tidak ada yang tidak mungkin jika kita berusaha dan berdoa. Mulailah dengan langkah kecil, Nak. Kembalilah kepada Allah, dan percayalah bahwa Dia akan membimbingmu."

Sejak malam itu, hidup Nisa mulai berubah. Ia meninggalkan pekerjaannya sebagai pekerja seks dan berusaha mencari pekerjaan yang halal. Awalnya tidak mudah. 

Nisa sering mengalami penolakan dan cemoohan. Namun, setiap kali ia merasa putus asa, ia selalu ingat kata-kata Ibu Rahma dan kasih sayang yang ia rasakan di masjid.

Ibu Rahma dan para jemaah masjid tidak pernah meninggalkannya. Mereka terus memberikan dukungan moral dan spiritual kepada Nisa. 

Perlahan-lahan, Nisa mulai belajar tentang Islam lebih dalam. Ia belajar shalat, membaca Al-Qur'an, dan mengikuti berbagai kegiatan keagamaan di masjid.

Transformasi Nisa tidak hanya terlihat dari penampilan luarnya yang kini lebih tertutup dengan hijab, tetapi juga dari sikap dan perilakunya yang semakin sopan dan santun. 

Nisa menemukan kedamaian dalam menjalankan ajaran Islam dan merasakan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Beberapa tahun kemudian, Nisa telah menjadi bagian dari komunitas masjid dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial. 

Nisa sering berbagi kisah hidupnya dengan wanita-wanita lain yang berada dalam kondisi yang pernah ia alami. 

Nisa menjadi inspirasi bagi banyak orang dengan menunjukkan bahwa tidak ada kata terlambat untuk berubah dan kembali kepada jalan yang benar.

Suatu hari, Nisa bertemu kembali dengan ibu Rahma di masjid. Dengan mata berkaca-kaca, ia memeluk wanita tua itu.

"Terima kasih, Bu, atas segala bimbingan dan kasih sayang yang Ibu berikan. Saya tidak akan pernah bisa membalasnya."

Ibu Rahma tersenyum hangat.

"Tidak perlu berterima kasih, Nak. Semua ini adalah berkat Allah. Kita hanya perantara-Nya. Yang penting, kamu telah menemukan jalan yang benar dan tidak pernah meninggalkannya."

Kini Nisa menjalani hidup sebagai wanita muslimah yang taat. Ia bersyukur atas setiap nikmat yang Allah berikan dan terus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya. 

Sekalipun masa lalunya penuh dengan kegelapan, Nisa telah menemukan cahaya yang menerangi jalannya. Cahaya itu adalah iman dan kasih sayang Allah yang tidak pernah padam.

Di ujung lorong yang dulu gelap, kini ada secercah cahaya harapan yang memancar dari dalam hati Nisa. 

Lorong itu mungkin tetap sempit dan lembab, tetapi bagi Nisa, tempat itu adalah awal dari perjalanan baru menuju hidup yang lebih baik dan penuh berkah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun