Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Desa Demit dan Hantu Pengusir

11 Juni 2024   16:35 Diperbarui: 11 Juni 2024   18:12 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah desa terpencil yang terletak di tengah hutan belantara, ada sebuah legenda yang menakutkan. 

Desa itu bernama Desa Demit, bukan karena penduduknya adalah hantu, tetapi karena sejarah kelam yang mengitari tempat tersebut. 

Konon, desa itu pernah menjadi tempat pembantaian masal ratusan tahun lalu.

Sejak saat itu, roh-roh yang tak tenang menghantui setiap sudut desa, membuat siapa pun yang berani mendekat merasakan ketakutan yang luar biasa.

Hari itu tiga sahabat, Rina, Budi, dan Agus memutuskan untuk membuktikan keberanian mereka. 

Mereka mendengar cerita tentang Desa Hantu dari seorang pemandu lokal yang mereka temui saat berkemah di kaki gunung dekat hutan itu. 

Rasa penasaran mereka mendorong untuk melihat langsung desa yang konon berhantu itu. Tanpa berpikir panjang, mereka membawa bekal dan perlengkapan untuk menjelajah.

Perjalanan mereka dimulai pada pagi hari. Mereka memasuki hutan dengan semangat tinggi, melintasi jalan setapak yang jarang dilalui orang. 

Semakin dalam mereka masuk, suasana semakin sunyi dan mencekam. Hanya suara dedaunan yang berbisik dan ranting yang patah yang menemani perjalanan mereka. 

Sinar matahari yang redup menyelinap di antara pepohonan, memberikan nuansa seram yang membuat bulu kuduk mereka merinding.

Setelah berjalan selama beberapa jam, mereka akhirnya sampai di Desa Hantu. Desa itu tampak seperti ditinggalkan selama bertahun-tahun. 

Rumah-rumah reyot dengan pintu dan jendela yang sudah hancur, jalanan yang dipenuhi rumput liar, dan suasana yang begitu sunyi seolah waktu berhenti di sana. 

Angin yang berhembus lembut membawa suara-suara aneh yang terdengar seperti bisikan-bisikan roh yang tak tenang.

Rina merasakan hawa dingin yang menusuk tulang saat mereka melangkah lebih dalam ke desa itu. 

"Apa kalian merasa ini ide yang bagus?" tanya Rina dengan suara gemetar.

Budi mencoba tetap tenang. "Kita di sini hanya untuk melihat-lihat. Jangan biarkan rasa takut menguasai kita."

Agus, yang biasanya paling pemberani di antara mereka, kini terlihat lebih waspada. 

"Aku rasa kita harus tetap bersama dan tidak berpisah," katanya.

Mereka mulai menjelajahi rumah-rumah yang ditinggalkan. Setiap langkah terasa berat dan penuh ketegangan. 

Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki di belakang mereka. Mereka berbalik, tetapi tidak ada siapa-siapa. Suara itu terus terdengar, semakin dekat. Ketiganya saling berpandangan dengan tatapan penuh ketakutan.

"Aku rasa kita tidak sendirian di sini," bisik Rina.

Langit mulai gelap, menambah keangkeran suasana desa. Mereka memutuskan untuk bermalam di salah satu rumah yang tampak lebih kokoh. 

Budi menyalakan api unggun di tengah ruangan untuk memberi kehangatan dan sedikit rasa aman. Namun, perasaan cemas tak kunjung hilang.

Malam itu, mereka terbangun oleh suara tangisan seorang perempuan. Suara itu terdengar jelas, seolah datang dari luar rumah. Agus berdiri dan mengintip dari jendela. Di luar dia melihat bayangan seorang wanita berpakaian putih melayang-layang. Wajahnya pucat dengan mata yang kosong menatap lurus ke arah rumah.

"Astaga, kalian harus melihat ini," kata Agus dengan suara bergetar.

Rina dan Budi mendekat. Melihat pemandangan itu, mereka langsung merasa takut. Wanita itu mulai mendekat, suara tangisannya semakin keras. 

Tiba-tiba pintu rumah terbuka dengan keras, seolah ada kekuatan tak terlihat yang mendorongnya. Ketiganya mundur ketakutan.

"Siapa kau? Apa yang kau inginkan?" teriak Budi.

Wanita itu tidak menjawab, hanya menangis dengan suara yang memilukan. Langkahnya semakin mendekat. Rina merasa kakinya lemas, tidak mampu bergerak. Agus mencoba mengajak mereka lari, tetapi mereka terjebak dalam ketakutan yang mencekam.

Tiba-tiba suara tangisan itu berhenti. Wanita itu lenyap seketika, meninggalkan ketiganya dalam kebingungan dan ketakutan. Mereka merasa lega sejenak, tetapi kemudian mendengar suara-suara lain. 

Kali ini suara itu datang dari seluruh penjuru rumah, seperti ada banyak orang yang berbisik-bisik.

"Keluar dari sini... Pergi... Pergi sebelum terlambat..."

Rina, Budi, dan Agus tak lagi mampu berpikir jernih. Mereka lari keluar rumah, meninggalkan api unggun yang masih menyala. 

Di luar mereka disambut oleh kabut tebal yang membuat pandangan mereka terbatas. Suara-suara itu terus mengikuti mereka, semakin keras dan mengancam.

Mereka berlari tanpa arah, hanya mengikuti naluri untuk menjauh dari desa itu. Namun, semakin mereka berusaha keluar, semakin mereka merasa terjebak dalam lingkaran yang sama. Desa Hantu seolah memerangkap mereka dalam labirin tanpa akhir.

Kelelahan dan ketakutan menguasai mereka. Budi terjatuh dan mengeluh kesakitan.

"Aku tidak bisa lagi... Aku tidak bisa lari lagi..."

Agus dan Rina berusaha membantunya berdiri. Di tengah kepanikan itu, mereka melihat seorang lelaki tua berdiri di tengah jalan. Wajahnya penuh dengan keriput, tetapi matanya memancarkan ketenangan.

"Kalian tidak seharusnya berada di sini," kata lelaki tua itu dengan suara tenang.

"Siapa Anda?" tanya Rina dengan napas tersengal.

"Aku adalah penjaga desa ini. Kalian harus pergi sekarang sebelum roh-roh di sini mengambil kalian."

"Apa yang harus kami lakukan?" tanya Agus.

Lelaki tua itu memberi isyarat agar mereka mengikutinya. Mereka berjalan dengan hati-hati, mengikuti lelaki tua itu yang tampak mengetahui setiap jalan di desa itu. Akhirnya, mereka tiba di tepi hutan. Kabut tebal mulai menghilang, dan suara-suara aneh itu perlahan lenyap.

"Kalian aman sekarang. Jangan pernah kembali ke sini," kata lelaki tua itu sebelum menghilang di tengah kabut.

Rina, Budi, dan Agus akhirnya berhasil keluar dari hutan itu dengan selamat. Mereka tidak pernah lagi berbicara tentang Desa Hantu.

Ketakutan yang mereka alami malam itu cukup untuk membuat mereka kapok seumur hidup. 

Legenda Desa Hantu tetap hidup, mengingatkan siapa pun yang ingin mencoba keberanian mereka bahwa ada hal-hal yang sebaiknya tidak dijelajahi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun