Dengan hati-hati, Adi memasuki hutan yang gelap dan mencekam itu, bersenjatakan hanya dengan keberanian dan tekad untuk melawan kejahatan. Setelah berjalan beberapa jam, dia tiba di sebuah gua tua yang konon dihuni oleh Hantu Muka Rata.
Di dalam gua itu, Adi menemukan sesosok makhluk yang mengerikan, melayang di udara dengan wajah datar yang menakutkan. Namun, tanpa ragu, Adi melangkah maju dan menghadapinya dengan kepala tegak.
"Dikau hantu muka rata!" seru Adi dengan suara yang penuh keberanian. "Kenapa kau mengganggu desa kami? Apa yang kau inginkan?"
Hantu Muka Rata terdiam sejenak, seolah terkejut oleh keberanian pemuda itu. Namun, kemudian dia mulai berbicara dengan suara yang samar, mengeluhkan tentang kesedihannya yang tak terperikan dan rasa dendamnya yang masih membakar.
Adi mendengarkan dengan penuh perhatian, mencoba memahami sisi gelap dari cerita ini. Dia mengetahui bahwa Hantu Muka Rata adalah seseorang yang dulu hidup di desa itu, tetapi ditinggalkan oleh masyarakatnya karena penampilannya yang aneh.Â
Kesepian dan putus asa, rohnya menjadi terkutuk, mengembara dalam kegelapan sebagai hantu yang menghantui tempat yang pernah ia panggil rumah.
Setelah mendengarkan cerita Hantu Muka Rata, Adi merasa simpati. Dia menyadari bahwa hantu itu tidak jahat dengan sengaja, melainkan terperangkap dalam kesedihan dan keputusasaan. Dengan belas kasihan, Adi berjanji untuk membantu meringankan beban roh itu.
Kepala desa dan penduduk desa lainnya, yang telah mengikuti Adi ke dalam hutan, mendengarkan dengan kagum saat pemuda itu kembali dengan damai dari gua tersebut, diikuti oleh Hantu Muka Rata yang sekarang tampak lebih tenang.
Mereka memutuskan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Hantu Muka Rata, dengan harapan dia bisa menemukan kedamaian yang selama ini ia cari.Â
Kepala desa memimpin upacara perdamaian di mana mereka memberikan penghormatan kepada roh itu, dan mendoakan agar dia menemukan perdamaian di alam baka.
Dari saat itu, desa itu tidak pernah lagi diganggu oleh teror Hantu Muka Rata. Legenda itu tetap hidup sebagai pengingat akan pentingnya belas kasihan dan pengampunan, bahkan terhadap yang paling tidak terduga.Â