Insiden berdarah di Kanjuruhan Malang pada Sabtu, 1 Oktober 2022 kemarin masih menyisahkan luka yang dalam bagi keluarga korban, kerabat, teman, sahabat, serta sesama suporter.
Kerusahan sendiri dipicu oleh protes Aremania (suporter Arema) karena tim kesayangannya harus tumbang dikandang sendiri kala melawan sang rival, Persebaya Surabaya dengan skor tipis 2-3.
Suporter Arema yang kecewa pun berlarian menuju tengah lapangan untuk menghampiri para pemain dan manajemen Arema. Menurut salah satu suporter Arema, aksi turun lapangan semata-mata dilakukan untuk menanyakan langsung pada pemain alasan bisa bermain kurang bagus.
"Kami turun tujuannnya memang untuk protes kepada pemain dan manajemen Arema FC, kenapa bisa kalah. Padahal selama 23 tahun sejarahnya Persebaya tidak pernah menang melawan Arema di kandang Singo Edan (julukan Arema)," ujar Riyan selaku suporter Arema dikutip dari laman kompas.com, Minggu (02/10/22).
Alih-alih mendapat penjelasan dari para pemain dan manajemen Arema, aksi turun lapangan tersebut berlangsung ricuh, karena salah satu ada suporter yang tampak menyerang para pemain Arema. Situasi pun semakin kacau ketika para pasukan pengaman berkelahi, kejar-kejaran dengan para suporter.
Massa suporter yang mencapai ribuan pun merusak mobil polisi yang ada dipinggir lapangan. Semprotan gas air mata dari pasukan pengamana ke arah lapangan dan tribun membuat situasi semakin mencekam.
Banyak suporter yang berdesak-desakan menuju pintu keluar. Jatuh dari tribun, terhimpit, sesak nafas menjadi penyebab utama jatuhnya korban jiwa. Tercatat sudah 137 orang meninggal dunia, data tersebut kemungkinan masih dapat berubah karena beberapa faktor.
Awal Sebuah Persatuan
Tragedi ini menyita masyarakat dunia. Ucapan belasungkawa datang dari mana-mana, antara lain FIFA, klub-klub dunia, dan para pemain sepakbola diseluruh dunia.
Kerusuhan ini jelas dapat dijadikan pelajaran agar situasi serupa tidak terjadi lagi. Lebih lanjut peristiwa ini bisa menjadi momentum kebangkitan persatuan suporter bola di seluruh Indonesia. Seperti yang kita ketahui karena insiden ini para suporter di seluruh Indonesia mengadakan berbagai kegiatan solidaritas seperti doa bersama dan galang dana.
Hal senada pun diutarakan pelatih Timnas Indonesia U-17, Bima Sakti yang berharap rivalitas antar suporter bisa hilang pasca kejadian di Kanjuruhan Malang.
"Semoga ini bisa menjadi kebangkitan kita semua, sepakbola Indonesia. Kami harapkan juga momentum ini jadi persatuan suporter semuanya," ujarnya, dikutip dari m.bola.net, Selasa (04/10/22).
Harapan ini diutarakan tentu memiliki maksud yang cukup bermakna, sebab dari jaman dulu hingga sekarang rivalitas antar suporter, seperti Bonek, Arema, Viking, serta The Jack kerap menimbulkan perpecahan, bahkan tidak jarang berakhir baku hantam dan hilangnya nyawa.
Sudah waktunya untuk membuang rivalitas dengan menumbuhkan solidaritas demi kemajuan sepakbola Indonesia kedepannya, sebab nyawa lebih berharga daripada sekedar sepakbola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H