Arema vs Persebaya Surabaya. Tim tuan rumah harus mengakui keunggulan sang tamu dengan skor 2-3, Sabtu (01/10/22) kemarin malam.
Berita duka datang dari ajang Liga 1 Indonesia. Terjadi kerusuhan seusai lagaTidak terima dengan kekalahan yang menimpa tim kesayangannya, seusai pertandingan suporter Arema tumpah ruah ketengah lapangan untuk meluapkan semua kekesalannya dengan memukuli, menghancurkan, dan berbuat anarkis. Alhasil terjadi bentrokan antara Aremania (suporter Arema) dengan petugas pengaman.
Irjen Pol Nico Afinta menuturkan bahwa timnya saat itu sudah melakukan pencegahan secara persuasif, namun upaya tersebut tidak diidahkan oleh para suporter Arema Malang. Lebih lanjut Irjen Nico menuturkan bahwa para suporter kian bertindak bringas dengan melakukan perusakan pada fasilitas stadion dan mobil polisi yang terparkir di pinggir lapangan.
"Upaya pencegahan sampai dilakukan gas air mata, karena sudah merusak mobil (polisi) dan akhirnya gas air mata disemprotkan," jelas Irjen Nico dikutip dari okezone.com, Minggu (02/10/22).
Polisi berusaha mengurai keributan dengan menyeprotkan gas air mata pada para suporter. Suporter yang panik pun berhamburan berusaha menyelamatkan diri.
Situasi semakin chaos, kericuhan dan semprotan gas air mata membuat para penonton di lapangan dan tribun berhamburan kesana kemari mencari perlindungan.Â
Irjen Nico menuturkan bahwa ada sekitar 3.000 orang yang turun ke lapangan dari total 40.000 penonton di Stadion Kanjuruhan Malang. Penonton yang merangsek ke lapangan inilah yang memicu terjadinya kerusuhan usai pertandingan.
Akibat insiden ini, total 127 orang tewas, 34 meninggal di Stadion Kanjuruhan, sementara 94 lain meninggal di rumah sakit. Tercatat masih ada 180 orang yang masih dirawat di beberapa rumah sakit di Malang, seperti RSUD Saiful Anwar, RS Teja Husada, dan RSUD Kanjuruhan.
Disisi lain, banyak berita yang menerangkan bahwa penyebab banyaknya orang tewas dikarenakan semprotan gas air mata ke arah tribun penonton.
Tragedi berdarah ini membuat PT Liga Indonesia memutuskan untuk menghentikan kompetisi terlebih dahulu selama sepekan untuk dilakukan investigasi lebih lanjut.
Berkaca dari insiden diatas, kita sebagai seorang manusia yang dikarunia Tuhan akal dan pikiran patutnya bisa mengambil pelajaran, membedakan mana yang benar dan salah. Hanya karena tidak bisa menerima kekalahan dan ego yang tidak bisa diturunkan, dengan mudahnya menghilangkan nyawa manusia. Disini tampak sepakbola lebih penting dari nyawa.
Suporter tim sepakbola merupakan bentuk loyalitas masyarakat dalam mendukung, meski begitu dukungan yang berlebihan dan berujung anarki tidaklah baik.
Tentu ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah tentang standar keamanan pagelaran kompetisi olahraga, khususnya sepakbola agar insiden seperti ini tidak terulang lagi di masa depan.
Jangan tukar nyawa yang sangat berharga ini dengan apapun, apalagi hanya perkara bola. Jaga diri dari mara bahaya dan suatu perbuatan yang sia-sia merupakan bentuk rasa bersyukur kita pada Tuhan alam semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H