Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perbudakan Barbados, Bentuk Rasisme dan Deskriminasi Pemerintahan Inggris Zaman Dahulu

17 September 2022   18:50 Diperbarui: 17 September 2022   18:51 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratu Elizabeth II ketika muda (bbc.com)

Raja Charles III baru saja resmi naik tahta Kerajaan Inggris selepas kepergian sang ibu, Ratu Elizabeth II, Kamis (08/09/22) bertempat di Kastil Balmoral Skotlandia.

Ratu Elizabeth II meninggal di usia 96 tahun. Sang ratu tercatat sudah 70 tahun memerintah Kerajaan Inggris, dan sekaligus menjadi yang terlama sepanjang sejarah berdirinya kerajaan.

King Charles III selaku pemimpin baru Kerajaan Inggris akan ditemani oleh sang istri, Camilla yang menjadi pemaisuri. Charles sendiri dilantik menjadi raja ketika menginjak usia 73 tahun, dan menjadi raja tertua sepanjang sejarah berdirinya kerajaan.

Anggota Kerajaan Inggris terkenal akan keramahannya terhadap masyarakat Inggris, namun tahukah kalian bahwa pada zaman dahulu Pemerintahan dan Kerajaan Inggris terkenal akan kekejaman dan diskriminasinya, khususnya tindak rasisme warna kulit.

Dimana orang-orang Eropa berkulit putih dianggap lebih superior dibanding orang-orang berkulit hitam. Inggris dulu sangat memperhatikan hal tersebut.

Perbudakan di Barbados
Bicara soal tindak kekejaman dan rasisme yang dilakukan Inggris zaman dahulu, maka kasus perbudakan di Barbados adalah yang paling mengerikan.

Semua berawal ketika orang Inggris pertama mendaratkan kaki di Barbados pada tahun 1625. Mulanya kedatangan Inggris hanya ingin melihat bagaimana keadaan di Barbados ini.

Ilustrasi perbudakan di Barbados (news.okezone.com)
Ilustrasi perbudakan di Barbados (news.okezone.com)
Seiring berjalannya waktu, perlahan orang-orang Inggris mulai berdatangan dan membentuk koloni. Disini saudagar-saudagar Inggris mulai mengembangkan pertanian dan perkebunan di lahan kosong yang masih cukup luas.

Tanaman yang dibudidayakan adalah tembakau, kapas, dan jahe. Hasil panennya kemudian dibawa ke Inggris untuk dijual. Mereka pun memperoleh keuntungan yang sangat besar dari perdagangan hasil pertanian dan perkebunan di Barbados.

Seperti yang kita ketahui bahwa pada periode 1600-1800an negara-negara Eropa berbondong-bondong mencari wilayah dengan sumber daya alam yang melimpah, 3G (Gold, Glory, dan Gospel).

Sepanjang tahun 1655, Inggris berhasil membawa pulang 7.787 ton gula dari tanah Barbados. Namun siapa yang membudidayakan pertanian dan perkebunan ini, jelas bukan orang-orang Inggris, melainkan budak.

Kejamnya lagi, para saudagar Inggris membeli orang-orang Afrika berkulit hitam untuk dijadikan budak.

Sebanyak 500 ribu orang kulit hitam diangkut untuk dipekerjakan pada lahan pertanian dan perkebunan di Barbados. Selanjutnya Inggris membangun sistem ekonomi tebu yang berisikan para budak.

Para budak dieksploitasi habis-habisan, mulai dari penyiapan lahan, perawatan, sampai panen. Disisi lain mereka tidak memperoleh pakaian, makanan, serta tempat tinggal yang layak, apalagi bersih.

Ratusan ribu budak yang harus mati ditengah kebun karena kelaparan, kehausan, dan dehidrasi ekstrim. Tidak sampai disitu, banyak dari mereka yang terkena penyakit-penyakit yang cukup mengerikan dan menjijikan, seperti titanus, kusta, tuberkulosis, disentri, serta gizi buruk.

Usia harapan hidup pun hanya berkisar 18 tahun. Tidak hanya saat kerja, dikehidupan sosial pun ada perbedaan perlakuan antara orang kulit putih dan hitam. Tidak jarang orang-orang kulit hitam diperlakukan layaknya hewan.

Seiring berjalannya waktu, orang-orang Afrika ini mulai menuntut emansipasi atau kesetaraan tanpa memandang strata, warna kulit ataupun sejenisnya. Aksi protes pertama dan terbesar pun terjadi pada tahun 1816 yang dipimpin oleh seseorang bernama Bussa. Demonstran yang tertangkap pada akhirnya dieksekusi oleh tentara Inggris di Barbados.

Pada akhirnya praktik perbudakan resmi dihapuskan pada tahun 1834. Meski begitu, masih ada saja tindak rasis dan deskriminasi kepada orang-orang kulit hitam.

Inggris masih saja menganggap rendah orang-orang Barbados. Hidup dalam kesengsaraan membuat penduduk pribumi marah dan melakukan protes di tahun 1937. Tahun itu berdirilah Partai Buruh Barbados yang diprakarsai oleh Grantley Adams.

Tepat pada tahun 1966 ketika penghapusan wilayah jajahan (dekolonisasi) mulai merebah, penduduk Barbados menekan Pemerintah Inggris. Tidak lama kemudian Barbados resmi lepas dari Inggris pada 30 November 1966 dan berganti menjadi republik.

Meski sudah merdeka, Barbados lebih memilih menjadi anggota Persemakmuran Inggris dan bekerja sama diberbagai bidang. Setelah setengah abad berlalu, tepatnya tahun 2021, Barbados resmi keluar dari Persemakmuran Inggris.

Ratu Elizabeth II ketika muda (bbc.com)
Ratu Elizabeth II ketika muda (bbc.com)
Menuju sisi Kerajaan Inggris, kala itu Ratu Elizabeth II seperti acuh tak acuh perihal masalah tindak rasisme yang dilakukan oleh orang-orang Inggris, maka dari itu tidak sedikit merasa kecewa dengan sosok sang ratu yang ternyata masih memiliki sedikit sisi kolonialisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun