Belakangan ini masyarakat sempat dihebohkan dengan rencana kenaikan harga mie instan. Tidak tanggung-tangggu, menurut rumor yang beredar, mie instan akan naik tiga kali lipat dari harga saat ini.
"Hati-hati yang makan mie banyak dari gandum, besok harga naik tiga kali lipat itu. Jadi mohon maaf saya bicara ekstrem saja," ujarnya dalam webinar online di Youtube Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Selasa (09/08/22).
Rencana kenaikan mie instan ini bersumber dari pernyataan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Ia mengatakan kenaikan ini adalah imbas dari menurunnya pasokan gandum dunia. Seperti yang kita ketahui, bahwa Indonesia masih mengimpor gandum dari Rusia dan Ukraina.
Saat ini, kedua negara sedang terlibat konflik berkepanjangan, hal ini menyebabkan produksi gandum Rusia maupun Ukraina dibatasi, disisi lain, perubahan iklim pun menjadi faktor lain turunnya hasil pangan gandum. Hal senada pun dikatakan oleh Pak Jokowi.
"Kita juga impor gandum gede banget. (Sebanyak) 11 juta ton impor gandum kita. Ini hati-hati. Yang suka makan roti, yang suka makan mie bisa harganya naik," ujarnya.
Pak Yasin Limpo menyarakan masyarakat agar mulai mengurangi konsumsi mie instan dengan berganti ke singkong ataupun sagu.
Dampak untuk Anak Kos
Mie instan bisa dikatakan sebagai makanan sejuta umat, khususnya anak kos ataupun anak perantauan. Bagaimana tidak, mie instan seakan sudah mendarah daging. Tiada hari tanpa mengonsumsi mie instan, pagi, siang, malam, tetap cocok dimakan.
Apalagi Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan varian rasa mie instan yang sangat beranekaragam, seperti indomie goreng, indomie kuah, mie sedap, mie sakura, mie aceh, sarimi isi dua, mie rendang, sampai mie samyang. Tiap tahun, bahkan bulan ada saja rasa baru yang muncul, dimana mengundang rasa penasaran untuk mencoba.
Saya pribadi menjadi salah satu dari ribuan bahkan jutaan anak kos di Indonesia yang bisa dikatakan suka mengonsumsi mie instan, biasanya 2 kali dalam seminggu.
Harga murah, pilihan rasa banyak dan tentunya enak, belum lagi rasa micin dan penyedap rasa yang membuat siapa saja mengonsumsi menjadi ketagihan. Ada dua tipe anak kos dalam memilih mie instan,
1. Mahal dengan porsi sedikit tidak apa, yang penting cocok di lidah.
2. Murah dan banyak nomer satu.
Saat ini harga mie instan bisa dikatakan bersahabat, contohnya sarimi isi dua, cukup dengan harga Rp3.500 per bungkus, kita bisa menikmati mie instan porsi banyak dan kenyang, kalaupun ada yang mahalan dikit, contoh ada mie sehat lemonilo, hanya Rp6.000 per bungkus.
Bayangkan apa yang terjadi jika mie instan benar-benar mengalami kenaikan tiga kali lipat dari harga saat ini, misalkan sarimi isi dua yang sebelumnya harganya Rp3.500 per bungkus menjadi Rp10.500 per bungkus, apa tidak menjerit anak kos.
Membeli mie instan sama dengan membeli nasi sebungkus, atau bahkan lebih mahal membeli mie, yang biasanya membeli mie untuk menghemat biaya menjadi bentuk foya-foya. Bukan rahasia umum, bahwa membeli mie instan adalah salah satu bukti bahwa kita anak kos tidak punya lauk untuk disandingkan dengan nasi ataupun sedang krisis keuangan diakhir bulan.
Tentunya para anak kos atau anak perantauan di Indonesia berharap wacana kenaikan harga tiga kali lipat mie instan tidak benar-benar terjadi, kalau pun jadi, semoga tidak terlalu besar kenaikan harganya.
Meski begitu, mengkonsumsi mie instan memiliki batasan, jadikan mie instan opsi kedua jika benar-benar tidak ada nasi, sebab konsumsi mie instan secara berlebihan tidak baik bagi kesehatan tubuh, khususnya untuk sistem pencernaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI