Malam itu, jam setengah 12 malam, aku terbangun dari tidurku, hujan deras dan gemuruh petir membuatku tidak bisa tidur. Sejenak kupandangi jendela kecil di pojok kamar ku. Langit tampak begitu merah, seakan ada darah yang akan ditumpahkan.
Sejenak ku berdiam diri di sofa. Beberapa saat berlalu, hujan masih sangat deras dengan gemuruh yang makin keras pula. Aku masih tak beranjak dari tempat duduk ku. Seketika terlintas dalam pikiranku untuk melaksanakan ibadah sholat malam.
Segeralah aku mengambil air wudhu kemudian sholat. Semua berjalan seperti biasa, sampai pada salam, diriku tersentak kaget. Seketika semua menjadi begitu gelap karena suara petir yang begitu keras.
Setelah sholat kupuskan untuk tidur kembali karena jam masih menunjukan pukul 00.45 pagi. Beberapa jam kemudian, jam 04.30 pagi diriku dibangunkan oleh seorang wanita berjilbab yang begitu menenangkan hati, yang tidak lain adalah wanita yang sangat aku cintai, namanya Saidah Delta Aisyah. Dia mengajakku sholat shubuh berjamaah.
Aku pun segera beranjak dari tempat tidurku untuk melaksanakan sholat shubuh berjamaah bersamanya. Setelah sholat, kusempatkan waktu untuk membaca Alquran bersamanya, hatiku begitu tenang saat beribadah dengannya, menjadi imam yang baik bagi keluarga merupakan suatu kewajiban tiap laki-laki.
Pukul 06.00 aku sarapan pagi, setelah itu aku segera berangkat kerja. Tempat kerjaku tidak begitu jauh dari rumah, hanya 15 km. Aku sendiri bekerja di dinas pertanian di wilayahku, ya, aku seorang Pegawai Negeri Sipil.
Diriku bekerja dari jam 07.00--16.00. Aku sangat menikmati pekerjaanku, sebab ini adalah pekerjaan yang dari dulu aku inginkan. Meskipun terkadang diriku merasa sangat lelah sehabis bekerja. Namun, itu tidak masalah jika dirumah sudah disambut dengan senyuman Saidah yang menghilangkan semua lelahku.
Kadangkala aku juga merasa sedih ketika melihat dirinya lelah mengurus rumah seharian. Maka dari itu, selalu kusempatkan membelikan dia sesuatu setelah diriku kerja. Dia sangat senang bila sudah kubelikan sesuatu. Aku sangat bersyukur memilikinya. Â Â Â Â
Dia sangat baik pada siapapun, dan selalu mengingatkanku saat lupa untuk sholat dan lain--lain. Setelah kerja pun, selalu ada saja makanan di meja untuk ku makan dan rumah tampak begitu bersih.
Tentu itu sangat membuatku senang. Setelah makan sore, akupun segera mandi dan membersihkan diriku yang sudah terlihat sangat kusam. Setelah mandi, seperti biasa, aku duduk bersamanya di ruang tamu berbincang--bincang, sesekali diiringi dengan sedikit candaan untuk mencairkan suasana.
Beberapa saat kemudian, suara adzan magrib berkumandang. Akupun segera pergi ke masjid, sementara itu, Saidah sholat dirumah, karena sebaik--baiknya perempuan itu sholat di rumah. Setelah sholat magrib, aku tidak langsung pulang, karena setiap setelah sholat magrib ada kajian dan doa bersama sembari menunggu sholat isya.
Setelah sholat isya, aku segera pulang. Sehabis isya, dirumah selalu banyak anak kecil, sebab istriku adalah seorang guru ngaji. Saidah sendiri mengajar ngaji dari jam 7 sampai 8 malam. Aku selalu berusaha menyempatkan waktu untuk membantu dia mengajar ngaji anak--anak.
Dirinya terlihat begitu sabar mengajari anak-anak mengaji. Sekali lagi, aku sangat bersyukur pada Tuhan karena bisa memilikinya, sesekali diriku meneteskan air mata saat melihatnya. Dalam benak ku, aku selalu merasa tak pantas memilikinya.
Namun, aku mencintainya karena ahlaknya, bukan semata--mata parasnya. Setelah anak--anak pulang. Kamipun segera menutup rumah dan tidur. Setiap tengah malam, dia selalu membangunkanku dari tidur untuk diajak sholat malam.
Hari--hari pun berlalu seperti biasa. Sampai pada suatu malam, ketika hujan deras, aku dan dia terbangun dari tidur karena suara petir yang menggelegar. Daripada hanya berdiam diri, Saidah mengajaku mengambil wudhu dan sholat malam.
Setelah sholat, tiba--tiba mati lampu. Saat lampu sudah menyala, ternyata Saidah sudah tidak ada didekatku. Kucari--cari dirumah dia tidak ada, kulihat jam menunjukan pukul 05.00 pagi. Kulihat meja tidak ada makanan sedikitpun, kulihat dikamar, tidak ada pakaian wanita satupun.
Seketika aku sadar bahwa aku hanya terbangun dari mimpiku semalam. Tatapanku kosong, hanya bisa terdiam melihat kenyataan. Aku berjalan ke luar rumah, menenteng tas, berjalan ke kampus untuk melaksanakan ujian.
Apa salahnya pemuda dengan sejuta impian dan doa, membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohma. Siapa pun bisa datang di hidup kita, karena ini kehidupan bagaikan perjalanan. Sebanyak apapun seseorang menaruh hati padamu, ingatlah, hanya satu tempat mu pulang. Hanya dia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H