Mohon tunggu...
Andri Pratama Saputra
Andri Pratama Saputra Mohon Tunggu... Bankir - Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan

Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan #RI #BudayaReview

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum Pendidikan

24 Februari 2023   05:05 Diperbarui: 24 Februari 2023   05:39 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wahyono (2004) menyebutkan salah satu latar belakang lahirnya gagasan perlunya badan hukum pendidikan itu diatur dalam UU Sisdiknas serta badan hukum itu diatur dengan undang-undang, adalah berawal dari masalah yang dihadapi sejumlah perguruan tinggi negeri yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yang lahir hanya berdasarkan Peraturan Pemerintah. Itulah sebabnya kehadiran BHMN dianggap tidak memiliki payung hukum yang kuat karena tidak memiliki rujuan pada UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas (sebelum adanya UU No. 20 Tahun 2003). 

Pembentukan status BHMN untuk empat perguruan tinggi (UI, UGM, ITB, dan ITB) pada tahun 1999 merupakan awal upaya pemerintah melakukan reformasi pengelolaan pendidikan tinggi untuk menjawab tuntutan demokratisasi dan desentralisasi dalam menjawab tantangan globalisasi. 

Dasar dikeluarkannya PP No. 61 Tahun 1999 adalah pasal 123 ayat 1 PP No. 60 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa terhadap perguruan tinggi negeri yang sudah layak dan mampu untuk mengelola kegiatannya secara mandiri akan ditetapkan statusnya menjadi badan hukum, yang disingkat dengan BHMN (Badan Hukum Milik Negara) (Harris, 2004: 183). Arifin (2005) menyebutkan hal ini dimaksudkan agar perguruan tinggi dapat memberikan pelayanan yang baik kepada peserta didik untuk meningkatkan mutu dan relevansi lulusan agar bisa bersaing dengan perguruan tinggi negara lain di era globalisasi.

Timdakan pembentukan BHMN untuk perguruan tinggi dipandang progresif dan mendahului UU Sisdiknas yang baru (UU No. 20 Tahun 2003). Arifin (2005) melanjutkan itulah yang menyebabkan banyak mahasiswa menyoroti perkembangan BHMN ke arah komersialisasi sebagai upaya pemerintah melepaskan kewajiban membiayai pendidikan tinggi. Komersialosme dan korporatisme pendidikan tinggi, baik diselenggarakan BHMN atau pendidikan tinggi non-pemerintah, hal ini yang dicegah dengan adanya UU No. 20 Tahun 2003.

Selain itu, masuknya substansi badan hukum pendidikan dalam UU Sisdiknas mendapatkan dukungan dari sejumlah perguruan tinggi swasta. Satuan pendidikan swasta yang diselenggarakan oleh masyarakat mengalami kesulitan, jika ada bantuan dengan pihak luar negeri, karena nama Yayasan (badan hukum) yang memayunginya tidak sama dengan nama perguruan tingginya. 

Sejumlah perguruan tinggi swasta juga berpendapat jalan satu-satunya untuk meningkatkan mutu pelayanan dan kualitas lulusan untuk bersaing dalam era globalisasi adalah pemberian otonomi kepada perguruan tinggi untuk mengelola lembaganya sesuai dengan idealisme pendidikan dengan menerapkan manajemen transparan dan akuntabel. 

Manajemen berbasis kekeluargaan yang tidak demokratis tidak sesuai dengan masyarakat sehingga perguruan tinggi non pemerintah juga hendaknya memiliki badan hukum pendidikan, tanpa meninggalkan peranan pendiri dan penyelenggaranya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, pemerintah membentuk Badan Hukum Pendidikan yang ditetapkan dalam UU No 20 Tahun 2003. Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola lembaganya (pasal 50 ayat 6) dan perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganyya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian masyarakat (pasal 24 ayat 2), sehingga perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabulitas (pasal 24 ayat 3). 

Prinsip otonomi dalam pengelolaan satuan pendidikan tinggi sebenarnya adalah demokratisasi penyelenggara (pemerintah pusat dan daerah, yayasan, koperasi, PT, atau perkumpulan), dengan kata lain perguruan tinggi harus lebih mandiri untuk melaksanakan tri darmanya tanpa terlalu banyak campyr tangan dari penyelenggara.

Oleh sebab itu, perguruan tinggi berbentuk badan hukum pendidikan dan penyelenggara masuk sebagai pendiri Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang dalam BHMN, hal ini merupakan sejarah bentuk reformasi pengelolaan satuan pendidikan tinggi yang dipikirkan oleh pemerintah dalam UU Sisdiknas yang tetap memperhatikan kepentingan, latar belakang sejarah, budaya, sosiologis, dan psikologis setiap penyelenggara untuk memberikan pelayanan prima kepada peserta didik denga memperhatikan aspirasi masyarakat dalam rangka memenuhi tuntutan reformasi.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun