Inklusi keuangan adalah faktor untuk meningkatkan pemerataan pendapatan. Inklusi keuangan ini berarti individu dan pelaku usaha berkemampuan dalam mengakses transaksi keuangan seperti tabungan, kredit, asuransi. Ika, dll (2014) menjelaskan BI dan OJK berkoordinasi dalam meningkatkan keuangan inklusif terlebih lagi keluangan inklusif berpengaruh terhadap stabilitas keuangan dan moneter dan berdampak terhadap kinerja perbankan begitu juga sebaliknya. Ada beberapa indikator kali ini dalam mengukur bagaimana perkembangan keuangan inklusif di Indonesia yakni:
- Jumlah lembaga keuangan, khususnya bank dan bank perkreditan rakyat (BPR) Keberadaan bank dan BPR menampilkan lembaga keuangan formal dan kondisi membangun sistem keuangan inklusif. Bank umum lebih mampu menjangkau akses keuangan sedangkan BPR mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat seperti di pedesaan dan pelaku informal. Dalam rentang 2016-2021 jumlah BPR terus menurun dari 1633 menjadi 1497 unit, sedangkan bank umum dari 116 menjadi 107 unit. Penurunan tersebut bisa dipengaruh oleh beberapa faktor seperti persaiangan usaha dan POJK No. 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum yang mendorong bank agar merger dan akusisi untuk memperkuat permodalan bank. Penurunan jumlah ini selaras dengan penurunan kantor cabang bank, kantor cabang bank umum menurun dari 32.720 unit menjadi 29.780 unit, begitu juga dengan BPR yang menurun dari 6.075 unit menjadi 5.880 unit. Â Perkembangan jumlah bank ditindaklanjuti dengan analisis indikator kantor layanan bank per 100 ribu penduduk selama waktu 2014-2021 rerata 16 unit artinya dalam 100 ribu penduduk dewasa rerata terdapat 16 unit bank yang beroperasi. Selanjutnya, jumlah mesin ATM per 100 ribu penduduk dewasa yang mereprresentasikan jasa layanan bank menjangkau masyarakat. Dari 2014 jumlahnya per 100 ribu penduduk sebanyak 50 unit menjadi 51 unit. Dari 2014-2021 rerata jumlah mesin ATM per 100 ribu penduduk dewasa adalah sebesar 53 unit.
- Penyaluran kredit yang diberikan. Selain masa pandemic, jumlah penyaluran kredit telah mengalami peningkatan dari sisi bank umum Rp 4.377.195.000 pada 2016 menjadi Rp 5.616 992.000 pada 2019, sedangkan untuk BPR juga meningkat dari Rp 81.684.000 menjadi Rp 108.784 pada 2019. Dalam konteks rerata, BPR berhasil menyalurkan kredit dalam 1 tahun sebesar Rp 100.394 miliar yang menunjukkan BPR memiliki kinerja keuangan inklusif yang tinggi.
- Jumlah rekening dana pihak ketiga (DPK) per 1000 dewasa yang meningkat dari 904 rekening pada 2014 menjadi 1.937 rekening, artinya setiap tahun meningkat DPK. Selanjutnya, perkembangan anga kredit macet (NPL) yang dihitun per tahun, rerata NPL untuk BPR adalah 6.63% di atas bank umum sebesar 2,8%. NPL BPR 5,83% pada 2016 meningkat menjadi 7,42% pada 2021, sedangkan untuk bank umum meningkat dari 2,93% pada 2016 menjadi 3.22% pada 2021.
Perkembangan keuangan inklusif di atas harus dilaksanakan dengan optimalisasi stabilitas keuangan dan moneter serta meningkatkan tata kelola untuk menciptakan stabilitas keuangan dan pengawasan yang efektif dan menjadi penentu salah satu keberhasilan keuangan inklusif.
Daftar Pustaka
Ika, Syahrir., Hendratto, Djoko., dan Lokot Zein Nasution. 2014. Inklusi Keuangan untuk Kemakmuran Bangsa. Jakarta:Gramedia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H