Inklusi keuangan adalah faktor untuk meningkatkan pemerataan pendapatan. Inklusi keuangan ini berarti individu dan pelaku usaha berkemampuan dalam mengakses transaksi keuangan seperti tabungan, kredit, asuransi.Â
Ika, dll (2014) menyebutkan pemerinta berkomitmen dalam mendorong keuangan inklusi di Indonesia yang tercermin dari strategi dan kebijakan yang dikoordinasikan oleh Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) yang mengartikan ninklusi keuangan sebagai kondisi setiap masyarakat memiliki akses terhadap jasa keuangan yang diberikan tepat waktu, aman, dan efisien serta biaya terjangkau.Â
Akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal mencakup pembayaran nontunai. Penggunaan kredit dan pembiayaan, kepemilikan rekening tabungan, dan pemanfaatan jasa dan produk asuransi.
Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang tercantum di dalam Perpres No. 82 Tahun 2016 memuat cara, tujuan, dan target keuangan inklusif yang mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan penanggulangan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan. SNKI digunakan sebagai sarana untuk menyinergikan dokumen RPJMN baik pusat dan daerah.Â
Tugas DNKI adalah menggkoorinasikan SNKI dengan memberikan langkah dan arah kebijakan untuk penyelesaian permasalahan dalam SNKI serta memantau dan mengevaluasi SNKI.Â
Untuk mengevaluasi bagaimana inklusi keuangan, terdapat 3 indikator yaitu akses, penggunaan, dan kualitas jasa keuangan formal.
Survey FII tahun 2019 menyatakan 70.3% masyaralkat pernah menggunakan prosuk dan memiliki akun sedangkan 55,7% tidak memiliki akun.Â
Sedangkan akses ke layanan keuangan berada di bawah 30%, koperasi dan LKM 13,3%, reksadana <1%, asuransi 26%, dan dana pensiun 19%. Sulitnya akses masayrakat ke lembaga keuangan formal menjadikan mereka bertransaksi secara informal melalui teman atau keluarga dan tidak bisa dikontrol oleh pemerintah dan OJK.Â
Selanjutnya dari sisi kredit, pembiayaan krdit mikro melalui KUR sekitar 6,9% dan non KUR pembiayaan hanya 0,9%. Dari data Global Index Database tahun 2017 indeks inklusi keuangan dibawah 50% yaitu 48.9% dibawah rata-rata negara di kawasan Asia Pasifik.Â
Rendahnya inklusi keuangan ini disebabkan oleh kepemilikian lembaga keuangan sebesar 48,4%, indeks akun keuangan mobile sebesar 3,1%, indeks pembayaran digital sebesar 34,6%, indeks debet kredit sebesar 12,3%, indeks menabung sebesar 21,5%, dan indeks peminjaan dan kredit sebesar 18,4%Â
Dari seluruh komponen indeks keuangan komponen yag rendah ialah pinjaman pembiayaan perumahan yanh hanya 6% jauh berada dibawah negara di Asia.
Untuk meningkatkan literasi keuangan terdapat hal yang bisa dijadikan sebagai kebijakan dalam yaitu:
- Menguatkan kolaborasi dan sinergi lintas sectoral, antar kementerian, pemda, BI, OJK, dan swasta;
- Memperbaiki operasional strategi nasional yang melibatkan seluruh elemen masyarakat;
- Meningkatkan monitoring dan pengawasan melalui badan independen yang terpisah dari implementator program;
- Mengukur efektivitas program untuk memahami tantangan dalam strategi melalui survei berkala;
- Memfokuskan usaha peningkatan pengetahuan dan fondasi kuat perilaku keuangan;
- Memanfaatkan saluran edukasi untuk memberdayakan sumber IT termasuk melalui media sosial dan lembaga kredibel;
- Menyesuaikan inklusi dan edukasi dengan program pemberdayaan, perlindungan konsumen, mendorong stabilitas ekonomi, dan mengurangi kemiskinan;
- Mendokumentasikan capaian strategi dan program literasi dan transparansi informasi mengenai evaluasi program yang mendorong literasi keuangan.
Daftar Pustaka
Â
Ika, Syahrir., Hendratto, Djoko., dan Lokot Zein Nasution. 2014. Inklusi Keuangan untuk Kemakmuran Bangsa. Jakarta:Gramedia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H