Mohon tunggu...
Andri Pratama Saputra
Andri Pratama Saputra Mohon Tunggu... Bankir - Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan

Seorang yang ingin selalu belajar dan saling berbagi pengetahuan #RI #BudayaReview

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menjadi Komunikator Bukan Instruktur atau Predator dalam Vaksin

26 Januari 2021   11:19 Diperbarui: 18 Februari 2021   11:24 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korona atau yang kita ketahui Covid-19 adalah sebuah kejutan besar di tahun 2020 yang tidak ada seorang pun dapat memprediksi hingga sekarang. 

Sejak Desember 2019 ada di China hingga Maret 2020 menyerang negara kita, tidak ada negara yang mampu terbebas dari virus ini hingga kini. 

Bahkan dari sumber yang didapatkan dari situs covid19.go.id, hingga Senin kemarin (25/1) terdapat tambahan 9.994 kasus baru sehingga total menjadi 999.256 kasus positif corona. Sedangkan, jumlah yang sembuh dari kasus corona bertambah 10.678 orang sehingga menjadi 809.488 orang. Kasus meninggal sebanyak 28.132 atau bertambah 297 orang.

kompas.com
kompas.com

Harapan baru di dunia ini termasuk di negara kita ialah kehadiran vaksin. Vaksin dianggap dapat meningkatkan imun sehingga membentuk imun komunitas yang kegunaannya adalah jangka menengah atau jangka panjang. 

Pekerjaan rumah kemudian ialah bagaimana masyarakat bisa percaya dengan vaksin ini? Karena vaksin ini adalah baru bukan seperti vaksin polio atau vaksin flu. Masyarakat Indonesia terpecah menjadi tiga golongan ke hal yang baru yaitu golongan pertama "coba-coba karena penasaran" dan golongan kedua "takut atau ragu terhadap hal yang baru", golongan ketiga yaitu "mau tetapi ada tujuan".

Bukan hanya dalam dunia politik yang kita kenal golongan tersebut dapat berpindah, golongan masyarakat dalam menyikapi vaksin ini pun dapat berubah, bisa yang tadinya coba-coba ke takut atau ragu-ragu ataupun sebaliknya. 

Tujuan pemerintah sebenarnya baik yaitu agar terbebas dari korona dalam jangka menengah, pekerjaan rumahnya bagaimana agar golongan pertama dan ketiga dapat menjaga keinginannya untuk mau divaksin dan menyeberangkan golongan kedua atau golongan "takut dan ragu-ragu" menjadi tidak takut.

Memang tidak mudah mengubah mindset seseorang, tetapi semuanya bisa ketika bisa dan terbiasa

liputan6.com
liputan6.com

Sebenarnya ada dua cara dalam mensosialisasikan hal baru atau kebijakan baru yaitu menggunakan cara koersif atau persuasif. Koersif berarti menggunakan cara yang menjurus ke kekuasaan yang menjurus ke paksaan seperti sangsi atau hukuman, sedangkan cara persuasif ialah pendekatan sosial humanisme yaitu pendekatan sosialisasi dan mendengar keluh kesah. 

Pemerintah daerah yang menjalankan asas desentralisasi disarankan oleh pemerintah pusat menggunakan pendekatan persuasif, tetapi ada juga pemerintah daerah yang tidak perlu disebutkan menggunakan pendekatan koersif, mungkin karena ingin cepat selesai, panik, atau masyarakat cepat patuh. Berbeda dengan Bali yang mulai menggunakan pendekatan persuasif yaitu humanism yang dikolaborasikan dengan nilai-nilai keadatan dan ke masyarakat di sana.

Jadilah komunikator bukan instruktur atau predator, ingat negara kita negara demokrasi

Kalimat di atas menggambarkan bahwa kebijakan baru harus disosialisasikan karena pemerintah bukanlah instruktur senam yang menggunakan metode keharusan dan bukan juga seorang predator yang memaksakan kehendaknya seperti apa kata Elmore (1979), bahwa kebijakan baru perlu disosialisasikan sesuai dengan keinginan dan nilai mereka. 

Masyarakat memiliki nilai dan keinginan masing-masing dan ingin nilai tersebut didengar. Ketika sudah didengar, maka semua golongan baik golongan "coba-coba", "takut atau ragu", ataupun "mau karena ada tujuan" dapat divaksin dengan sukarela demi tujuan jangka menengah kita.

Daftar Pustaka
Elmore, Richard.1979. Bacward Mapping: Implementation Research and Polici Decision. Policy Science Quarterly 94(4):601-616. JSTOR

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun